Sabtu, 30 Juni 2012

Kemandirian Belajar ,Berpikir Kritis Tentang matemaika

Pengertian Kemandirian Belajar
Salah satu konsep kunci dari teori belajar konstruktivis adalah menganut visi atau wawasan siswa ideal sebagai seorang pebelajar yang memiliki kemampuan dan kemandirian belajar (self-regulated learning). Kemandirian belajar adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu. mempunyai kemandirian belajar berarti memiliki kemampuan untuk mengatur motivasi dirinya, tidak saja motivator eksternal tetapi juga motivator internal serta mereka mampu tetap menekuni tugas jangka panjang sampai tugas itu diselesaikan.

Kemandirian belajar mengacu pada cara spesifik pebelajar dalam mengontrol belajarnya. belajar itu sebagian besar dari pengaruh membangun pikiran sendiri, perasaan, strategi, dan perilaku pebelajar yang diorientasikan ke arah pencapaian tujuan belajar. Ada tiga tahap utama siklus kemandirian belajar, yaitu perencanaan belajar seseorang, monitoring kemajuan saat menerapkan rencana, dan mengevaluasi hasil dari rencana yang telah selesai diterapkan. Diagram berikut menunjukkan ketiga tahap siklus kemandirian belajar, bersama dengan refleksinya dapat digambarkan seperti berikut.

Tahap Perencanaan, pada tahap ini menetapkan langkah-langkah untuk belajar, yaitu
(1) Menganalisis tugas belajar,
(2) Menentukan tujuan belajar, dan
(3) Merencanakan strategi belajar.

Tahap Monitoring, pada tahap ini menerapkan rencana dengan terus-menerus dimonitor untuk meyakinkan mengarah ke tujuan belajar.

Tahap evaluasi, pada tahap ini menentukan seberapa baik strategi belajar yang dipilih dan bagaimana pencapaian tujuan belajar tersebut.

Sedangkan Refleksi, menyediakan hubungan-hubungan antara ketiga tahapan dalam memahami pelajaran (metakognitif pengetahuan). Sejalan dengan pendapat tersebut,

Rochester Institute of Technology mengidentifikasi beberapa karakteristik kemandirian belajar, yaitu memilih tujuan belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan sumber yang tersedia, bekerjasama dengan individu lain, membangun makna, memahami pencapaian keberhasilan tidak cukup hanya dengan usaha dan kemampuan saja namun harus disertai dengan kontrol diri.

Hargis (dalam Euis,2007)) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai upaya memperdalam dan memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang tertentu. Lebih lanjut Hargis menyatakan bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan tugas akademik. Dalam hal ini, kemandirian belajar itu sendiri bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu seperti kefasihan membaca, namun merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam keterampilan akademik tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, kemandirian belajar menurut Wolters, Pintrich, dan Karabenick (2003) adalah suatu proses aktif siswa dalam mengkonstruksi dan menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian mencoba untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi; motivasi; dan perilakunya berdasarkan tujuan belajar yang telah ditetapkan dalam konteks lingkungannya.

Perancangan dan pemantauan diri terhadap proses kognisi merupakan aktivitas kognisi individu untuk menyesuaikan dan mengubah kognisi berdasarkan informasi-informasi yang mengarah ke tujuan. Sebagai contoh, jika seorang siswa sedang belajar dengan tujuan dapat membuktikan sesuatu siswa tersebut harus merancang dan memantau proses kognisinya berdasarkan informasi–informasi yang diketahui (seperti premis, definisi, teorema yang telah dibuktikan, dan lain-lain) agar sukses dalam pembuktikan kebenaran suatu. Proses menghubungkan informasi-informasi yang diperlukan dalam pembuktian tersebut merupakan strategi kognisi.
Strategi kognisi ada tiga jenis, yaitu latihan (reheasal), pengembangan (elaboration), dan organisasi (organization). Strategi latihan meliputi usaha untuk menghafal material dengan cara mengulanginya. Strategi pengembangan mencoba untuk menghubungkan material yang satu dengan yang lainnya, meletakkan material ke dalam kata-kata sendiri. Strategi organisasi melibatkan penggunaan berbagai teknik seperti catatan kaki, menggambar, atau mengembangkan peta konsep untuk mengorganisir material.

Motivasi secara konsisten dipandang sebagai faktor penentu belajar dan prestasi siswa. Di sisi lain, bila siswa tidak mempunyai motivasi akan menimbulkan masalah bagi siswa. Belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh kemampuan akademik yang penuh dengan hambatan-hambatan. Hambatan tersebut, dapat berbentuk kurangnya motivasi berprestasi siswa. Misalnya, siswa dibebankan dengan tugas yang banyak dalam belajar akan membosankan, apalagi kalau ditambah dengan tugas pekerjaan rumah dan tugas membaca materi di rumah. Untuk menghindari hambatan ini, membutuhkan kemampuan siswa untuk merancang dan memantau motivasi berprestasinya, yang dipandang sebagai suatu aspek penting dalam kemandirian belajar.

Pemantauan motivasi berprestasi sebagai aktivitas individu dimulai dari melakukan tindakan berinisiatif, melaksanakan, dan menyelesaikan aktivitas pembelajaran. Pemantauan ini dilakukan secara bebas tanpa ada campur tangan dari orang lain. Pengaturan motivasi berprestasi meliputi tindakan mempengaruhi alternatif pilihan, usaha, atau ketekunan terhadap tugas-tugas akademik. Walaupun berhubungan erat kaitannya, pemantauan motivasi berprestasi secara konseptual beda dengan motivasi berprestasi itu sendiri. Pemantauan motivasi berprestasi berhubungan dengan tindakan atau pikiran individu yang secara sadar dan sengaja dilakukan untuk mempengaruhi motivasi berprestasi mereka terhadap aktivitas pembelajaran.

Pemantauan tingkah laku adalah suatu aspek kemandirian yang melibatkan usaha individu untuk merancang dan memantau perilaku belajar mereka. Strategi pemantauan tingkah laku terkait dengan kesehatan perilaku belajar, hubungan sosial dengan orang yang lain, dan pengaturan waktu dan lingkungan belajar.

Lowry (dalam Euis,2007)) merangkum sejumlah saran dari beberapa penulis tentang memfasilitasi berkembangnya kemandirian belajar pada siswa, yaitu:
1.Membantu siswa mengidentifikasi titik awal untuk belajar dan mengembangkan bentuk ujian dan laporan yang relevan.
2.Mendorong siswa untuk memandang pengetahuan dan kebenaran secara kontekstual, memandang nilai kerangka kerja sebagai konstruk sosial, dan memahami bahwa mereka dapat bekerja secara perorangan atau dalam kelompok.
3.Menciptakan suasana kemitraan dengan siswa melalui negosiasi tujuan, strategi, dan kriteria evaluasi.
4.Jadilah seorang manajer belajar daripada sebagai penyampai informasi.
5.Membantu siswa menyusun kebutuhannya untuk merumuskan tujuan belajarnya.
6.Mendorong siswa menyusun tujuan yang dapat dicapai melalui berbagai cara dan menawarkan beberapa contoh performan yang berhasil.
7.Menyiapkan contoh-contoh pekerjaan yang sudah berhasil.
8.Meyakinkan siswa agar menyadari tujuan, strategi, sumber, dan kriteria evaluasi belajar yang telah ditetapkan.
9.Melatih siswa berinkuiri, mengambil keputusan, mengembangkan dan mengevaluasi diri.
10.Bertindak sebagai pembimbing dalam mencari sumber-sumber belajar.
11.Membantu menyesuaikan sumber belajar dengan kebutuhan siswa.
12.Membantu siswa mengembangkan sikap dan perasaan positif.
13.Memahami tipe personality dan jenis belajar siswa.
14.Menggunakan teknik pengalaman lapangan dan pemecahan masalah sebagai dasar pengalaman belajar orang dewasa.
15.Mengembangkan pedoman belajar yang berkualitas tinggi termasuk kiat belajar terprogram.

Karakteristik Kemandirian Belajar Matematika,
yaitu :
(1)Inisiatif belajar,
(2)Mendiagnosa kebutuhan belajar,
(3)Menetapkan tujuan belajar,
(4)Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar,
(5)Memandang kesulitan sebagai tantangan,
(6)Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan,
(7)Memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat, dan
(8)Konsep diri.



1. Objek Matematika
Menurut Soedjadi (1995) bahwa salah satu karakteristik matematika adalah objek-objeknya yang abstrak. Objek-objek matematika yang abstrak tersebut menurut Gagne (dalam Ruseffendi, 1991) terbagi atas objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tidak langsung antara lain adalah kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, bersikap mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap positif terhadap matematika, tahu bagaimana mestinya belajar. Objek langsung adalah fakta, keterampilan, konsep dan aturan.

Dengan demikian jelas bahwa pada dasarnya yang dibahas dalam mempelajari matematika bukanlah benda konkret atau benda yang dapat dipegang atau diraba meskipun dimodelkan dari permasalahan nyata atau konkret. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Berdasarkan perkembangan intelektual peserta didik maka pembelajaran matematika tidak selalu mengikuti pola pemikiran deduktif, tetapi perlu juga diikuti dengan pola pemikiran induktif.

Matematika bukan hanya untuk keperluan kalkulasi, tetapi lebih dari itu matematika telah banyak digunakan untuk pengembangan berbagai ilmu dan pengetahuan. Hal ini ditegaskan oleh R. Soedjadi (1994:20) yaitu: "Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi". Oleh karena itu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia dalam bentuk penerapannya maupun pola berpikirnya.

Untuk mewujudkan hal di atas, maka matematika diajarkan sebagai salah satu mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan. Matematika ini lebih dikenal sebagai matematika sekolah (school mathematics). Menurut R. Soedjadi (1992:28), "Matematika sekolah adalah unsur-unsur dan bagian-bagian matematika yang dipilih atas dasar:
(1) Makna kependidikan yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian peserta didik;
(2) Tuntutan perkembangan yang nyata dari lingkungan hidup yang senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi".

Sesuai dengan pengertian "matematika sekolah" yang didefinisikan di atas, maka tujuan pengajaran matematika sekolah diupayakan tidak hanya trampil menggunakan matematika, tetapi juga harus meliputi aspek kognitif dan afektif. Hal ini ditegaskan oleh Soedjadi (1991:3) yaitu :
Tujuan diajarkan matematika di setiap jenjang pendidikan pada dasarnya mengacu pada :
1. Tujuan yang bersifat Formal; yaitu tujuan yang menekankan kepada :
(1) penataan nalar anak dan
(2) pembentukan sikap anak.
2. Tujuan yang bersifat materil; yaitu tujuan yang menekankan kepada
(1) keterampilan hitung,
(2) menyelesaikan soal dan
(3) penerapan matematika.

2. Matematika yang Bermakna dan Menyenangkan
Pada hakikatnya, belajar dan mengajar matematika membutuhkan berbagai aktivitas bahasa, seperti membaca, mendengar, menulis, merepresentasi, dan berdiskusi. Fungsi bahasa dalam konteks kelas matematika adalah bahwa bahasa telah terbukti sepanjang masa untuk mengembangkan gagasan-gagasan. Bahasa disajikan sebagai suatu makna representasi & makna komunikasi. Pendidik matematika menyebutnya “mathematics an exstension of language” (Weinzweig, 1982).

Jacobs (1982) menyatakan bahwa apabila pembelajaran matematika terfokus pada menghafalkan istilah-istilah daripada mengkomunikasikan ide-ide matematika, maka siswa banyak mengalami kesulitan sehingga perlu diperkenalkan lebih dini secara tepat. Karena bagi siswa, matematika pada dasarnya merupakan “bahasa asing”. Namun demikian, matematika dapat digunakan untuk berkomunikasi dimana saja kita berada, bahasa pengantar apa saja yang kita gunakan dalam pembelajaran, sehingga tepat kalau matematika disebut “the universal language” .

Siswa lebih suka membangun pengetahuan matematika melalui berbagai aktivitas, siswa mengalami dan memaknai sendiri apa yang terjadi dalam pembelajaran di kelas.
Sisi lain yang cukup unik, siswa sangat menyukai aktivitas belajar secara berkelompok, guru menyajikan masalah matematika yang merangsang minat siswa untuk bertanya, kemudian siswa mendiskusikan solusinya.

Situasi pembelajaran ini sangat relevan dengan konsep belajar matematika sebagai aktivitas sosial. Schoenfeld (1992), menyatakan bahwa belajar matematika merupakan sifat suatu aktivitas sosial. Naasnya, pembelajaran komunikasi konvensional dengan satu arah, mengabaikan sifat sosial dari belajar matematika, juga mengganggu perkembangan matematika siswa. Rancanglah strategi pembelajaran secara berkelompok, sehingga siswa mampu berkomunikasi dengan sesama temannya untuk membangun pengetahuan dari aktivitas belajar berkelompok. Manfaat besar dari aktivitas belajar secara berkelompok akan membantu siswa mengembangkan pengetahuan matematika, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah & penalaran, meningkatkan kepercayaan diri siswa (Johnson & Johnson, 1989), serta memberdayakan keterampilan sosial & keterampilan komunikasi (Noddings, 1985).

Prinsip Pembelajaran Matematika Versi Robyn Anderson
Mau pembelajaran matematika Anda lebih bermakna? Tampaknya, 3 prinsip seorang Executive di Queensland Association of Mathematics Teachers ini bisa jadi salah satu rujukan desain pembelajaran Anda di kelas.

Pertama, connecting students to mathematics. Apa ya maksudnya? Kita membutuhkan proses untuk menghubungkan siswa dalam konteks nyata keseharian mereka. Kita juga harus membangun pemahaman matematika siswa dengan sesuatu yang berada di sekeliling mereka. Mengapa tidak jika kita coba memulai pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang memancing minat siswa seperti, “Coba sebutkan benda-benda di sekitar yang berbentuk segiempat, lingkaran, segitiga, atau bentuk geometri lainnya?”. Atau kita memulai pembelajaran materi statistika dengan mengajak siswa menghitung jumlah sepeda motor, sepeda, mobil yang di parkir di halaman sekolah. Pasti sangat menarik untuk dicoba.

Kedua, believing that all students can learn mathematics. Pernah mendengar filosofi sukses “You are what you think”? Bagaimana Anda bisa sukses mengajari siswa Anda belajar matematika, jika Anda sendiri sebagai guru meragukan kemampuan matematika siswa Anda. Menyajikan matematika dengan mempertimbangkan kesiapan & kematangan belajar siswa, serta menghubungkannya dengan kehidupan mereka, itu adalah langkah penting memotivasi sikap positif siswa terhadap matematika, selanjutnya mereka akan percaya bahwa mereka mampu belajar matematika.

Ketiga, focusing on students’ mathematical learning. Bagaimana caranya supaya pembelajaran matematika dapat berfokus pada siswa? Strategi pembelajaran harus mampu menciptakan lingkungan belajar di kelas yang berpusat pada siswa, mengembangkan pembelajaran berbasis konstruktivis (siswa membangun pengetahuan sendiri), siswa bekerja dalam kelompok, dan guru harus memfasilitasi diskusi matematika di antara siswa.

3. Metapora dalam Matematika
Metafora dalam Pembelajaran Matematika. Banyak faktor sukses dapat menentukan keberhasilan belajar matematika siswa, cara penyajian materi salah satunya. Apakah cara penyajian materi dapat membuat siswa tertarik, kemudian termotivasi untuk belajar matematika. Ataukah siswa akan merasa jenuh dan menghindari matematika?
Dari cerita seorang teman... Dalam paper Robyn Anderson, dia menemukan “harta karun”. “Harta Karun” tersebut berbunyi, “Clark (2007) found that stories and literature are particularly rich stimulus to promote mathematical discussion, and when students were asked to provide written reflection about a range of mathematical concepts that were made more accessible and memorable as a result of reading stories”.

Apa yang bisa saya refleksikan dari kata “harta karun” tersebut? AHA...METAFORA...Inspirasi ini yang pernah saya bawa dalam pengalaman mengajar saya.

Metafora yang dimaksud dalam kajian saya ini adalah memaparkan cerita tentang hakikat kesuksesan, perumpamaan-perumpamaan mengenai suatu bentuk kehidupan yang notabene akan mereka hadapi kelak, simulasi, ataupun kisah-kisah berbagai orang sukses dalam hidupnya, serta legenda-legenda lainnya. Diharapkan nantinya, setelah pembelajaran selesai, setiap siswa sebagai pembelajar memiliki wawasan lebih tentang kehidupan nyata yang akan mereka songsong, sehingga motivasi mereka untuk lebih sungguh-sungguh belajar dapat ditingkatkan.

Tujuan utama penggunaan metafora dalam pembelajaran matematika adalah untuk mendongkrat minat dan motivasi siswa dalam belajar, bukan hanya belajar matematika, tetapi belajar nilai-nilai kehidupan. Saya membiasakan diri mengawali pembelajaran dengan cerita kehidupan & motivasi yang saya pelajari dari berbagai literatur, menghubungkan matematika dengan nilai-nilai kehidupan, dan melakukan simulasi matematika yang menantang kemampuan berpikir siswa.

Sebenarnya sangat banyak metafora yang dapat digunakan atau disampaikan dalam setiap pembelajaran. Misalnya:
1) bercerita dengan menggunakan perumpamaan untuk menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya pembelajaran tersebut,
2) bercerita dengan perumpamaan, bahwa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan pada hakikatnya adalah diri sendiri,
3) memberikan penjelasan bagaimana kiat meraih sukses dalam pembelajaran dan kehidupan,
4) menyajikan paparan bahwa orang belajar harus siap keluar dari ‘zona nyaman’,
5) mendiskusikan mengapa hingga saat ini kualitas pendidikan Indonesia masih terpuruk,
6) mengisahkan tentang beberapa tokoh terkenal seperti Albert Einstein, J.K. Rowling, Syaikh Ahmad Yassin, Jacky Chan, David Beckham, Michael Jordan, Thomas Alva Edison, Jalaluddin Rumy, Umar Khayyam, Iwan Fals, dan sebagainya,
7) memberikan beberapa nasihat dan tips-tips untuk meraih keberhasilan,
8) melakukan simulasi matematika yang menantang kemampuan berpikir siswa.

Metafora menggugah motivasi siswa untuk belajar matematika, memberdayakan potensi mereka untuk menjawab tantangan dalam simulasi matematika, dan yang paling penting menjelajahi nilai-nilai kehidupan yang mengisnpirasi mereka untuk melakukan upaya terbaik dalam hidupnya.
Puzzle session, inilah drama paling menarik yang banyak dinanti para siswa ketika belajar matematika di kelas dengan skenario “metafora”.

4. Image Matematika
Menakutkan, kesan itu masih melekat cukup kuat di benak sebagian besar siswa kita terhadap pelajaran & pembelajaran matematika. Ingin coba membantah fakta ini? Lakukan pembelajaran matematika dengan paradigma baru yang lebih bermakna & menyenangkan.

Berpikir Kritis dapat diasumsikan sebagai proses kognisi dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir merupakan kapabilitas atau kemampuan yang dapat dipelajari. Fisher (dalam Euis,2007)) mendeskripsikan bahwa paling sedikit tiga aspek penting keterampilan berpikir, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, dan problem solving. Ketiga aspek tersebut saling berkomplementer tetapi saling berhubungan. Problem solving perlu penemuan masalah dan pertanyaan-pertanyaan untuk menyelidiki (berpikir kreatif) dan mengevaluasi solusi yang diusulkan (berpikir kritis). Bepikir kritis perlu mengorganisasi keterampilan berpikir seseorang ke dalam suatu kombinasi sebagai alat kerja (berpikir kreatif). Pada akhirnya berpikir kreatif perlu berpikir kritis. Problem solving mungkin berupa penyelidikan kreatif, yaitu berhubungan dengan penyelidikan untuk menemukan solusi masalah-masalah open-ended, menggunakan berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah, dan lain-lain.

Dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kritis, maka harus memperhatikan fase-fase kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya akan diuraikan fase-fase kemampuan berpikir kritis menurut beberapa ahli.

Brookfield (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi lima fase berpikir kritis, yaitu: (1) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu pengenalan suatu peristiwa tak terduga yang mengakibatkan terjadinya konflik kognisi internal, (2) Appraisal (penaksiran), yaitu menilai situasi dan mulai bekerja secara teliti, menghadapi peristiwa tak terduga dengan berbagai cara, mengklarifikasi dan mengidentifikasi perhatian orang lain dalam menghadapi situasi serupa. (3) Exporation (eksplorasi), yaitu mencari makna ke resolusi, atau cara dalam menjelaskan pertentangan untuk mengurangi konflik kognisi, mendorong seseorang untuk mencari maksud/arti, menyelidiki cara pikir dan bertindak, (4) Development alternative perspective (mengembangkan alternatif perspektif), yaitu mengembangkan cara pikir baru yang membantu seseorang menyesuaikan kepada peristiwa yang tidak diharapkan. Transisi ini melibatkan suatu usaha untuk mengurangi ketidaksesuaian dalam hidup seseorang, dan (5) Integration (integrasi), yaitu menegosiasikan perspektif baru untuk menfasilitasi integrasi perubahan hidup seseorang, melibatkan pengintegrasian konflik kognisi secara internal atau eksternal untuk mencapai suatu resolusi.

Norris dan Ennis (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi lima fase berpikir kritis, yaitu: (1) Elemetary clarification (klarifikasi tingkat rendah), yaitu memusatkan pencapaian klarifikasi umum suatu masalah melalui analis argumentasi, pertanyaan, atau jawaban, (2) Basic support (pendukung dasar), yaitu memutuskan sumber yang kredibel, membuat dan memutuskan hasil pengamatan sendiri; melibatkan informasi yang berbeda, kesimpulan yang diterima, dan latar belakang pengetahuan. (3) Inference (kesimpulan), yaitu membuat dan memutuskan kesimpulan secara induktif dan deduktif, (4) Advanced clarification (klarifikasi tingkat tinggi), yaitu membentuk dan mendefinisikan terminologi, memutuskan dan mengevaluasi definisi, menentukan konteks definisi berdasarkan alas an yang tepat, dan (5) Strategi and tactics (strategi dan cara-cara), yaitu berinteraksi dengan orang lain untuk memutuskan tindakan yang sesuai; mendefinisikan masalah, menaksir kemungkinan solusi dan mengkonstruksi alternative solusi; monitoring keseluruhan proses pengambilan keputusan.

Bullen (dalam Euis,2007)) mengidentifikasi empat fase berpikir kritis, yaitu: (1) Clarification (klarifikasi), yaitu menilai/memahami sifat alami pada poin-poin pandangan yang berbeda pada isu, dilema, atau masalah. (2) Assessing evidence (menilai fakta), yaitu memutuskan kredibilitas sumber, menaksir bukti untuk mendukung kesimpulan; menetapkan dasar menarik kesimpulan. (3) Making and judging inference (membuat dan menarik kesimpulan), yaitu menduga secara induktif dan deduktif, dan menilai keputusan; pengambilan keputusan dengan pertimbangan bukti yang cukup untuk mendukung argumentasi, dan (4) Using appropriate strategies and tactics (menggunakan strategi dan cara-cara yang tepat), yaitu menggunakan heuristik atau strategi untuk mengarahkan pikiran dalam proses pencapai kesimpulan, membuat suatu keputusan, atau pemecahan suatu masalah secara efektif.

Garnisun, Anderson, dan Archer (dalam Euis,2007)) membagi empat fase berpikir kritis, yaitu: (1) Trigger event (cepat tanggap terhadap peristiwa), yaitu mengidentifikasi atau mengenali suatu isu, masalah, dilemma dari pengalaman seseorang, yang diucapkan instruktur, atau pelajar lain, (2) Exporation (eksplorasi), memikirkan ide personal dan sosial dalam rangka membuat persiapan keputusan, (3) Integration (integrasi), yaitu mengkonstruksi maksud/arti dari gagasan, dan mengintegrasikan informasi relevan yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya, dan (4) Resolution (mengulangi penyelesaian), yaitu mengusulkan solusi secara hipotetis, atau menerapkan solusi secara langsung kepada isu, dilema, atau masalah serta menguji gagasan dan hipotesis.

Berdasarkan fase-fase berpikir kritis yang di kemukakan oleh ahli tersebut, terlihat bahwa pada fase pertama memiliki kesamaan arti walaupun menggunakan istilah yang berbeda, trigger event (Broofield ; Garnisun, Anderson, dan Archer), dan klarifikasi (Norris dan Ennis, Bullen). Pada prinsipnya fase ini merupakan proses memahami suatu isu, masalah, dilemma dari berbagai sumber. Pada fase kedua, memiliki kesamaan arti walaupun menggunakan istilah yang berbeda, yaitu appraisal (Broofield), klarifikasi dasar (Norris dan Ennis), assessing evidence (Bullen), dan eksplorasi (Garnisun, Anderson, Archer). Pada prinsipnya fase ini merupakan proses merencanakan solusi suatu isu, masalah, dilemma dari berbagai sumber. Pada fase ketiga eksplorasi (Broofield), menarik kesimpulan (Norris dan Ennis), fase keempat menarik kesimpulan (Bullen), dan integrasi (Garnisun, Anderson, Archer) memiliki arti yang sama, yaitu menerapkan rencana yang telah dikonstruksi pada fase sebelumnya. Dalam menerapkan rencana, tidak cukup dengan menemukan solusi tetapi pengembangan soludi lebih mendalam seperti fase keempat mengembangkan alternative perspektif (Broofield) dan klarifikasi tingkat tinggi (Norris dan Ennis). Selanjutnya fase kelima intergrasi (Broofield), strategi dan cara-cara (Norris dan Ennis; Bullen), dan resolusi (Garnisun, Anderson, Archer) memiliki arti yang sama, yaitu memeriksa kembali solusi yang telah dikerjakan, termasuk mengembangkan strategi alternatif solusi lainnya.

Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematika. Penalaran matematika Sumarmo (dalam Euis,2007)) meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika; menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter example); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan menggunakan induksi matematika.

Berpikir kritis matematik meliputi kemampuan untuk bereaksi terhadap masalah matematika dengan membedakan pendapat dan fakta, kesimpulan dan pertimbangan, argumentasi induktif dan deduktif, serta objektif dan subjektif. Selanjutnya kemampuan untuk membuat pertanyaan, mengkonstruksi dan mengenali struktur argumentasi, alasan-alasan yang mendukung argumentasi; mendefinisikan, menganalisis, dan memikirkan solusi permasalahan; menyederhanakan, mengorganisasi, mengklasifikasi, menghubungkan, dan menganalisis masalah matematika; mengintegrasikan informasi dan melihat hubungannya untuk menarik kesimpulan; selanjutnya memeriksa kelayakan kesimpulan, menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh ke permasalahan matematika yang baru.

Dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, membutuh strategi-trategi tertentu. Fisher (dalam Euis,2007)) menguraikan tiga jenis strategi berpikir kritis yang saling bergantung, yaitu (1) Strategi afektif adalah kemampuan untuk berpikir bebas dari yang lain. Ini termasuk mengambil pandangan orang lain; (2) Kemampuan makro adalah kemampuan untuk memanfaatkan, dan mempunyai pemahaman mekanis atau ketrampilan lain yang sedang digunakan untuk sembarang tugas, dan (3) Keterampilan mikro adalah menekankan belajar bagaimana cara untuk bertanya, kapan untuk bertanya, dan apa yang akan ditanyakan ; dan belajar bagaimana cara memberi alasan, kapan untuk memberikan alasan, apa metoda yang digunakan.

Selanjutnya Fisher menekankan pada indikator keterampilan berpikir kritis yang penting meliputi:
a. Mengatakan kebenaran pertanyaan/pernyataan
b. Menganalisis pertanyaan/pernyataan
c. Berpikir logis
d. Mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab-akibat
e. Mengklasifikasi, misalnya gagasan-gagasan, objek-objek
f. Memutuskan, misalnya apakah cukup bukti
g. Memprediksi (termasuk membenarkan prediksi)
h. Berteori
i. Memahami orang lain dan dirinya

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri atas lima fase, yaitu memicu kejadian (Trigger event), eksplorasi, menarik kesimpulan, klarifikasi, dan resolusi. Trigger event, yaitu kemampuan mengidentifikasi kelengkapan premis suatu pernyataan, konsep-konsep yang dibutuhkan dalam membuktikan suatu pernyataan. Eksplorasi, yaitu kemampuan mengkonstruksi makna/arti, menyelidiki ide matematika. Menarik kesimpulan yaitu kemampuan membuat dan memutuskan ide matematika secara induktif atau deduktif. Klarifikasi, yaitu kemampuan mengevaluasi dan menjelaskan, menentukan konteks ide matematik. Resolusi, yaitu kemampuan mengusulkan/memperbaiki langkah-langkah bukti suatu pernyataan matematika.
Kemampuan berpikir kritis dapat terlatih bila kemampuan itu diterapkan dalam situasi diskusi di kelas yang membahas konsep matematika tertentu. Dalam diskusi tersebut antar siswa beradu argumentasi secara rasional. Jika dalam proses pembelajaran seorang guru selalu berupaya melatih siswanya untuk berpikir kritis maka out-put pembelajaran menghasilkan siswa-siswa pemikir kritis yang baik. Baked (2004) mengemukakan lima komponen dalam berpikir kritis yang baik, yaitu (1) Skillful (terampil), menerapkan ketrampilan dalam bentuk proses berpikir, (2) Responsible (dapat dipertanggungjawabkan), berpikir kritis merupakan tindakan publik, bukan tindakan pribadi. Argumentasi yang dikemukakan berperan untuk suatu diskursus, (3) Berdasarkan kriteria untuk membuat keputusan, seorang pemikir kritis yang baik berpikir dengan tegas mengapa dia menarik kesimpulannya dan memeriksa penalaran untuk kesimpulannya. Dengan demikian seorang pemikir kritis tidak hanya melihat apa yang dipertimbangkan tetapi ia juga melihat mengapa kita mengambil kesimpulan tersebut, (4) Mengembangkan presentasi yang sensitif ke konteks, respek terhadap cara-cara di dalam bidang tertentu dan disesuaikan dengan kesimpulan di dalam bidang tersebut, dan (5) Self-correcting (koreksi diri), seorang pemikir kritis yang baik secara konstan berusaha untuk meningkatkan berpikirnya, seperti memonitor proses berpikir, menggunakan umpan balik, dan internalisasi kemampuan kritik.

KODE ETIK PENDIDIK

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan negara
3. Menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik
4. Berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri
5. Bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembangan peserta didik
6. Lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan
7. Bertanggung jawab, jujur, berprestasi, dan akuntabel dalam bekerja
8. Dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan
9. Menjadi teladan dalam berperilaku
10. Berprakarsa
11. Memiliki sifat kepemimpinan
12. Menciptakan suasana belajar atau studi yang kondusif
13. Memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta bekerja sama dengan baik dalam pendidikan
14. Mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat
15. Taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan
16. Mengembangkan profesi secara kontinu
17. Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi

Pengorbanan Cinta ... Sejati



Pikiran Karim terngiang pada kenangan beberapa tahun silam. Ketika itu, Karim berdebat. Dengan seorang teman. Perdebatan tentang hakekat cinta sejati. Adakah?

Sebuah pertanyaan klasik. Barangkali pertanyaan ini akan dianggap terlalu idealis. Tapi, kita memang tak bisa berkelit darinya. Pikiran kita pasti akan mengandaikannya.

Karim sempat mengandaikannya. Andaikan cinta sejati betul-betul ada, lantas, kepada siapakah kita menghambakan diri? Kepada istri yang cantik jelita? Kepada suami yang rupawan? Kepada anak-anak? Kepada harta dunia? Atau, kepada pangkat? Waktu itu, Karim belum menemukan jawaban.


Lewat pengembaraan maya dalam berbagai pertemuan dialogis, Karim mendapati seberkas cahaya. Karim temukan harapan. Harapan untuk sebuah jawaban. Sewaktu menelusuri jejak-jejak kehidupan Nabi Ibrahim, pintu hati ini langsung terketuk. Saya tertegun sewaktu baca buku Jerald F. Dirks, Ibrahim Sang Kekasih Tuhan (2007). Rupanya, sejarahnya telah mengajari kita mengenal "cinta sejati."

Di tengah hiruk-pikuk kaumnya di kota Ur, yang memuja-muja Sin (Dewi Bulan), ia tetap tak bergeming. Ibrahim memang sempat mengamati bulan purnama yang elok (Qs. Al-An’am: 76). Malam yang bening membuat bulan terasa angkuh sendirian di langit. Planet Venus (Ishtar) pun diamatinya (Qs. Al-An’am: 77). Ibrahim juga menemukan satu planet cantik yang amat genit ini setiap kali senja menjelang. Matahari begitu mempesona (Qs. Al-An’am: 78). Shamash, Dewa Matahari, sempat membuatnya kagum. Tapi, ia bersikukuh tak akan jatuh cinta kepada mereka. Sebab, bulan itu bisa redup. Bintang juga sirna. Matahari pun tenggelam. Ia tak ingin cintanya redup. Juga tak menghendaki cintanya sirna, apalagi tenggelam.

lain halnya dengan Cinta sejati Ibrahim bukan kepada istrinya, Sarah, yang terkenal cantik lagi jelita. Cintanya juga bukan kepada anak-anaknya, Ismail dan Ishaq. Apalagi cinta terhadap harta bendanya yang konon berlimpah-ruah. Cinta sejatinya hanya kepada Allah (lillah), Dzat yang telah menciptakan dirinya (Al-Khaliq).

Karena cinta, Ibrahim rela diusir oleh kaumnya. Karena cinta, dirinya rela tidak diakui sebagai anak oleh ayahnya. Karena cinta, ia harus rela menerima hukuman dibakar oleh kaumnya. Itu semua hanya untuk mempertahankan cinta sejatinya—hanya cita kepada Allah.

Seberapa besar kadar cinta seseorang, hanya pengorbanan yang bisa membuktikannya. Ketulusan cinta sejati Ibrahim kepada Allah pun masih diuji dengan perintah supaya mengorbankan anak kesayangannya, Isma’il, sewaktu usianya masih belia (Qs. Ash-Shaffat: 102).

Isma’il adalah anak pertama Ibrahim. Ia memperoleh karunia seorang anak saleh ini dari istri keduanya, Hajar. Perempuan ini merupakan hamba sahaya hadiah dari salah seorang raja Mesir (Amaliq Hexos: Amaliqah Al-Heksus). Darinya, lahir keturunan Ibrahim yang kemudian menetap di lembah Bakkah.

Ketulusan hati Ibrahim mengorbankan Isma’il telah membuktikan kualitas cintanya kepada tuhannya. Cinta kepada Allah di atas segala-galanya. Bahkan, sampai terhadap anak kesayangannya rela dikorbankan. Itu hanya untuk memenuhi tuntutan dari Kekasih Agungnya.

Ya.., cinta memang butuh pengorbanan, seberapa besar cinta seseorang akan terlihat sebesar apa pengorbanannya. Walau harus berkorban menerima takdir dan melepas orang yang dicintai demi kebahagiaan masa depanya. Allah swt adalah pemilik cinta sejati..hanya kepadaNya cinta ini tak pernah padam. I Love YOU ALLAH.

SILABUS SMP/MTS

PEMBAGIAN TUGAS KEPALA, WAKIL KEPALA , PKM, GURU BP, WALI KELAS, GURU PIKET DAN STAF TU

  1. TUGAS KEPALA MADRASAH
  1. Sebagai Edukator
a.       Melaksanakan Bimbingan kepada Guru dalam menyusun dan melaksanakan program pembelajaran, evaluasi dan pengayaan / Remidial.
b.      Melaksanakan Bimbingan kepada Staf TU dalam menyusun program dalam menyusun  program dan tata kerja ketata usahaan.
c.       Melaksanakan Bimbingan kepada OSIS dalam kegiatan Ektrakurikuler, OSIS dan lomba di luar Sekolah.
d.      Melaksanakan Kegiatan Peningkatan Mutu Guru dan Karyawan.
  1. Sebagai Manajerial
    1. Menyusun Program Jangka Panjang ( 8 Tahun )
    2. Menyusun Program Jangka Menengah ( 4 tahun )
    3. Menyusun Program Jangka Pendek ( 1 tahun )
    4. Menyusun personalia pendukung  ( Waka , PKM, Wali kelas, Pembina Ekstra, Ka Lab, Pembina Pramuka dll.
    5. Menyusun kepanitiaan untuk kegiatan yang bersifat rutin dan temporer.
    6. Menggerakkan Staf ( Guru dan TU ) untuk dapat bekerja dengan optimal.
  2. Sebagai Administrator
a.       Memiliki Administrasi KBM dan BK yang baik
b.      Memiliki Administrasi Kesiswaan  yang baik
c.       Memiliki Administrasi Ketenagaan yang baik
d.      Memiliki Administrasi Keuangan dan sarana prasarana yang baik
  1. Sebagai Supervisor
a.       Menyusun program supervisi KBM ,Ekstrakulikuler dan Kegiatan lainnya.
b.      Melaksanakan kegiatan tindak lanjut hasil supervisi untuk peningkatan kinerja Guru dan Karyawan.
  1. Sebagai Leader ( Pemimpin )
a.       Memiliki Integritas pribadi yang kuat sebagai pemimpin
b.      Memahami kondisi Guru, TU dan Siswa
c.       Mengambil keputusan internal dan eksternal Madrasah
  1. Sebagai Inovator
a.       Mencari dan memiliki gagasan baru sesuai kebutuhan .
b.      Melakukan perubahan secara bertahap di bidang KBM / BK , Ketenagaan, dan sumber daya.
  1. Sebagai Motivator
a.       Mengatur lingkungan kerja ( Fisik ) yang kondisuf
b.      Mengatur lingkungan kerja ( non fisik ) yang harmonis antar sesama Guru, TU dan Lingkungan Madrasah.
  1. TUGAS WAKIL KEPALA MADRASAH
1.      Membantu dan menyusun program kegiatan dan pelaksanaannya
2.      Mengidentifikasi dan mengumpulkan data
3.      Mengawasi jalannya kegiatan sehari-hari di Madrasah
4.      Mengawasi pelaksanaan tugas Guru dan Karyawan
5.      Mengawasi pelaksanaan Tata tertib Madrasah
6.      Pengaturan dan Pengawasan pengisian Agenda kelas dan buku keadministrasian.
7.      Mengantikan tugas-tugas pokok kepala Madrasah baik internal maupun eksternal.
8.      Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala Madrasah.
9.      Memberi pertimbangan dan usulan, Strategis berdasarkan masukan dari warga Madrasah              ( Steackholder )
  1. TUGAS PKM KURIKULUM
1.      Menyusun Program Tahunan , Semester yang berkaitan dengan implementasi Kurikulum Madrasah.
2.      Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar Guru
3.      Menyusun pembagian kelas di awal Tahun Pelajaran
4.      Menyusun Kelender Pendidikan.
5.      Mengkoordinasikan kegiatan penggadaan Buku proses pembelajaran ( Kurikulum, Siulabus , RPP, Buku Materi, Modul dll )
6.      Mengkoordinasikan kegiatan perencanaan keperluan bahan praktek.
7.      Menyusun kegiatan evaluasi ( UH, UTS, UAS, UN, UAM )
8.      Mengawasi kelancaran proses belajar mengajar.
  1. TUGAS PKM KESISWAAN
  1. Menyusun program pembinaan siswa / OSIS
  2. Membentuk kepengurusan OSIS , Membimbing, Mengarahkan dan Mengendalikan kegiatan.
  3. Menyusun dan Mengawasi Pelaksanaan tata tertib siswa
  4. Membantu penggurus OSIS dalam menyusun program kerja.
  5. Melakukan pembinaan Pengurus OSIS dalam hal penyusunan AD/ART, Kegiatan Rutin, Diklat Kepemimpinan dll.
  6. Menyusun program secara berkala dan insidentil mengenai Kegiatan PHBI/PHBN, Kegiatan Keagamaan dan Sosial.
  7. Melakukan pemilihan calon siswa penerima bea siswa , mengikuti lomba, Petugas Upacara, dll.
  8. Mengkoordinasikan pelaksanaan 6 K di Madrasah.
ü      Kebersihan
ü      Keindahan
ü      Ketertiban
ü      Keamanan
ü      Kenyamanan
ü      Kerindangan
  1. TUGAS PKM SARPRAS
1.      Menyusun program tahunan , Semester dan Bulanan tentang Kegiatan pengadaan, Perawatan, dan perbaikan kebutuhan Madrasah.
2.      Menerima dan menindak lanjuti usulan kebutuhan bahan dan alat pembelajaran.
3.      Mendayagunakan sarana dan prasarana untuk menunjang proses Belajar Mengajar.
4.      Memelihara dan mengamankan barang-barang inventaris Madrasah.
5.      Meneliti dan melakukan pembukuan inventaris secara tertib.
  1. TUGAS PKM HUMAS
  1. Mengatur hubungan Madrasah dengan Orang tua / Wali murid
  2. Membina hubungan antara Madrasah dengan Lembaga lainnya.
  3. Memberi penjelasan tentang kebijakan, Situasi, dan perkembangan  Madrasah kepada Orang tua atau Masyarakat.
  4. Mengkoordinir Kegiatan Silaturrohmi, Rekreasi, dan Acara kekeluargaan.
  1. TUGAS WALI KELAS
1.      Mengelolah dan menyelenggarakan administrasi kelas yang meliputi : denah tempat duduk, buku absen, papan absen, daftar pelajaran, legger, dan tata tertib siswa.
2.       Mengisi dan membagikan buku Raport.
3.      Menjaga dan memelihara 6K dikelas masing-masing.
4.      Memberikan Motivasi dan menciptakan situasi KBM yang efektif kepada siswa.
5.      Memeriksa daftar hadir siswa secara berkesinambungan.
6.      Membimbing  siswa yang menemui masalah di kelasnya.
7.      Memonitor siswa yang mengikuti kegiatan Ekstrakulikuler .
8.      Memberi informasi kepada Guru BP/BK tentang siswa yang mempunyai masalah dan memerlukan penanganan khusus.
  1. TUGAS GURU BP / BK
  1. Menyusun Program Tahunan,Semester dan Bulanan tentang pelaksanaan konseling berkoordinasi  dengan wali kelas dalam menghadapi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
  2. Melaksanakan koordinasi dengan wali kelas dan Guru dalam rangka mengatasi masalah siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib Madrasah
  3. Melakukan tindakan-tindakan khusus dalam menangani siswa yang melanggar tata tertib.
  4. Memberi layanan Bimbingan secara efektif dan efisien.
  1. TUGAS GURU PIKET
1.      Menjaga ketertiban dan keamanan  Madrasah.
2.      Mengambil tindakan yang di perlukan untuk menjaga ketertiban  keamana Madrasah.
3.      Mengisi jam Pelajaran yang kosong jika ada Guru berhalangan hadir.
4.      Melarang atau mengijinkan siswa keluar dari lingkungan Madrasah pada Jam pelajaran tertentu.
5.      Mengkoordinir daftar kehadiran Guru dan memantau keadaan kelas serta lingkungan Madrasah  secara rutin.
6.      Mencatat sesuatu kejadian di Madrasah selama bertanggung jawab.
7.      Membunyikan Bel tanda awal / akhir pelajaran.
  1. TUGAS KEPALA TATA USAHA
  1. Menyusun program kerja staf tata usaha.
  2. Menyusun dan mengurus administrasi  ketenagaan dan kesiswaan.
  3. Menyusun administrasi perlengkapan Madrasah.
  4. Menyusun data statistic Madrasah.
  5. Melaksanakan 6K dilingkungan Madrasah.
Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan Madrasah dan Ketata usahaan.

PTK BIOLOGI


PENELITIAN TINDAKAN KELAS
MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS VII
“SETS (Science, Enviroment, Technology and Society) SEBAGAI METODE AJAR BIOLOGI  ”














 

                                                                                                                                                                                                           
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)
 NEGERI 1 PAMARICAN
2010 - 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A1. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Biologi di kelas VII-G SMPN 1 Pamarican - Ciamis masih perlu mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari nilai tes harian siswa pada materi yang telah dipelajari, masih terdapat 40% siswa yang belum mencapai KKM. Berdasarkan pengelompokan kelas, kelas VII-G adalah kelas “terberat” dari kelas VII yang ada di SMPN 1 Pamarican - Ciamis . Kelas VII-G berjumlah 35 siswa, terdiri dari 23 siswa putra dan 9 siswa putri. Hasil observasi awal di kelas VII-G untuk mengidentifikasi masalah dan menganalisis penyebab utama permasalahan melalui pemberian angket beserta komentar pada siswa mengenai proses pembelajaran yang telah berlangsung, menunjukan bahwa 40% siswa merasa kurang berminat dengan pembelajaran yang telah dilakukan. Selama ini pembelajaran yang berlangsung di kelas masih berpusat pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sedangkan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa belum terlaksana. Materi yang disampaikan guru sebagian besar berdasarkan pada bahan pelajaran yang diperoleh dari buku acuan. Keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa (lingkungan) masih sedikit sekali disinggung, sehingga pelajaran biologi tampak sebagai ilmu yang bersifat abstrak dan hanya menghafal saja. Hal ini diduga sebagai penyebab siswa kelas VII-G tidak aktif dalam pembelajaran, hanya diam di tempat duduk dan tidak ada kegiatan di aspek psikomotorik. Untuk mengurangi kebosanannya siswa sering ijin keluar kelas dengan alasan yang berbeda-beda. Selain itu siswa yang lain cenderung sibuk bermain baik sendiri ataupun dengan temannya. Sehingga materi yang disampaikan tidak seluruhnya diterima siswa, dan tentunya berpengaruh pada hasil belajar yang dicapai.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga siswa aktif belajar dan hasil yang dicapai optimal adalah melalui pendekatan SETS (Science, Enviroment, Technology and Society). SETS bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia akan memiliki kepanjangan Sains,
Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Binadja, 2002;1) dan ada pula yang menyingkat dengan SALINGTEMAS. Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan SETS dibandingkan pendekatan lainnya adalah karena pembelajaran dengan pendekatan SETS selalu dihubungkan dengan kejadian nyata yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (bersifat konstektual) dan komprehensif (terintegrasi antara ke empat komponen SETS). Dari hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2003;54), menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan SETS akan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar biologi.
Salah satu tujuan pembelajaran IPA terutama Biologi di SMP adalah meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan. Pelajaran biologi khususnya materi pengelolaan lingkungan merupakan bagian dari pendidikan lingkungan, yang memiliki nilai strategis dalam menanamkan aspek afektif, psikomotorik maupun kognitif yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan. Menurut Syamsuri (2004;199) manusia mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan ekosistem dan perusakan ekosistem (penebangan hutan pencemaran lingkungan, eksploitasi sumber daya alam). Melihat adanya kaitan erat antara mata pelajaran biologi dengan sikap positif terhadap lingkungan hidup, maka perlu pembenahan proses pembelajaran biologi, agar berhasil dalam menanamkan sikap positif terhadap lingkungan. Materi pengelolaan lingkungan apabila dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan SETS memungkinkan siswa aktif (memecahkan masalah). Melalui pendekatan ini siswa dididik untuk dapat memecahkan masalah-masalah lingkungan dengan menerapkan konsep-konsep yang sudah dimiliki dari berbagai disiplin ilmu terkait, untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap permasalahan lingkungan yang dihadapi serta menumbuhkan sikap mencintai lingkungan.
Atas dasar inilah maka peneliti mencoba menerapkan pendekatan SETS untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran khususnya materi pengelolaan lingkungan, diharapkan hasil belajar yang dicapai akan optimal dan setelah menguasai konsep ini siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
B2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan pendekatan SETS pada pembelajaran materi pengelolaan lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan siswa SMPN 2 Pademawu Pamekasan dalam mengelola lingkungan?”
C3. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberi penegasan terhadap istilah yang ada dalam judul tulisan ini. Istilah yang perlu ditegaskan dalam judul penelitian adalah sebagai berikut :
1.  Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dimaksud adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa dilihat dari keterampilan yang dicapai melalui kegiatan evaluasi, dalam penelitian ini berupa laporan dan hasil karya siswa.
2.  Pendekatan SETS
Pendekatan SETS adalah penerapan pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan keempat unsurnya yakni; sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam pembelajaran (Binadja, 2002;24). Materi pelajaran dikaitkan dengan contoh-contoh nyata yang berhubungan dengan lingkungan, teknologi, masyarakat di sekitar siswa yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih mudah memahami materi tersebut.
3.  Materi Pengelolaan Lingkungan
Materi pengelolaan lingkungan adalah salah satu materi pokok dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) kelas VII tahun ajaran 2008/2009, dengan Standar Kompetensi: memahami saling ketergantungan dalam ekosistem dengan Kompetensi Dasar: mengaplikaskan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
D4. Cara Pemecahan Masalah
Penerapan pendekatan SETS dalam pembelajaran adalah sebagai salah satu solusi alternatif untuk memecahkan permasalahan pembelajaran biologi di SMPN 1 Pamarican-Ciamis khususnya kelas VII-G. Pendekatan SETS dipilih karena dalam proses pembelajaran yang selama ini berlangsung di kelas masih berpusat pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sedangkan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa belum terlaksana. Materi yang disampaikan guru sebagian besar berdasarkan pada bahan pelajaran yang diperoleh dari buku acuan. Keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa (lingkungan) masih sedikit sekali disinggung, sehingga pelajaran biologi tampak sebagai ilmu yang bersifat abstrak dan hanya menghafal saja. Melalui pendekatan SETS materi dikaitkan dengan unsur-unsur SETS yakni sains, lingkungan, teknologi, masyarakat (SALINGTEMAS) dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta menuntut siswa aktif menggunakan otak memecahkan masalah-masalah yang terjadi untuk mengembangkan kemampuan berfikir, dan untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Pada pendekatan SETS siswa diorientasikan pada masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan membutuhkan pemecahan atau solusi, sehingga siswa dituntut berpikir kritis. Dalam pembelajaran siswa aktif bekerja dalam kelompok kecil untuk mencari pemecahan masalah tersebut. Melalui pendekatan SETS diharapkan minat siswa dalam mengikuti pelajaran biologi meningkat, sehingga siswa termotivasi dalam mempelajari materi, siswa menjadi aktif saat proses pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai meningkat pula.
E5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “apakah penerapan pendekatan SETS pada pembelajaran materi pengelolaan lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan siswa SMPN 1 Pamarican - Ciamis dalam mengelola lingkungan?”.
F6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat ;
1. Bagi Siswa
a. Siswa diharapkan lebih berminat dan termotivasi untuk belajar biologi karena materi pelajaran dikaitkan dengan keadaan nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bila siswa berminat dan termotivasi maka siswa akan aktif dalam pembelajaran dan akhirnya hasil belajar yang dicapai meningkat.
b. Meningkatkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah melalui interaksi antar siswa.
c.  Menumbuhkan kepekaan siswa terhadap perkembangan sains dan teknologi serta pengaruhnya terhadap lingkungan dan masyarakat.
2. Bagi guru
a. Menambah variasi pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Memotivasi guru untuk mengikuti perkembangan IPTEK, lingkungan, dan masyarakat dengan melakukan penelitian sederhana yang bersifat mengembangkan potensi diri.
3. Bagi Sekolah
Memberi masukan untuk peningkatan hasil belajar siswa dan kinerja guru, melalui kegiatan penelitian dengan menerapkan pendekatan SETS.
4. Bagi Peneliti
Memberi  pengalaman  serta  wawasan  yang  luas  tentang  penelitian tindakan  kelas.
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar harus menimbulkan kegairahan dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran (Slameto, 1997;78). Proses belajar dapat dibedakan tiga fase, yakni 1) Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui sebelumnya. 2) Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah, atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. 3) Evaluasi, kemudian guru menilai hingga manakah pengetahuan yang diperoleh dan transformasi siswa dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Dalam proses belajar ketiga episode ini selalu terdapat berapa banyak informasi yang diperlukan untuk dapat ditransformasikan tergantung pada lamanya proses belajar, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri serta hasil yang diharapkan (Bruner dalam Nasution, 1997; 9).
Sesuai pengertian belajar secara umum, yaitu bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku, maka pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono dkk , 2001;24). Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, pembelajaran juga dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar. Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kualitas maupun kuantitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Makna terpenting belajar adalah adanya perubahan perilaku setelah seseorang melaksanakan pembelajaran. Seperangkat faktor yang memberikan kontribusi belajar adalah; a) kondisi internal; mencakup kondisi fisik (kesehatan organ), kondisi psikis (emosional/motivasi, intelektual, kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan). b) kondisi eksternal; mencakup kesulitan materi, iklim dan tempat belajar, suasana lingkungan akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Catharina, 2006;5). Hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, yakni aspek kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, kemahiran intelektual. Hal ini bisa dilihat dari hasil tes. Aspek Psikomotorik menunjukan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik, syaraf, koordinasi syaraf. misalnya menentukan langkah-langkah percobaan, menggunakan alat percobaan. Aspek Afektif berhubungan perasaan, sikap, minat, dan nilai, misalnya kemampuan belajar mandiri, bekerjasama dengan orang lain, menyampaikan pendapat.
Untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran, guru dan siswa harus bekerja bersama. Siswa sebagai pembelajar harus aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru memegang peranan penting dalam menyediakan fasilitas belajar bagi siswa. Fasilitas ini dapat berupa variasi pendekatan pembelajaran, penyediaan pembelajaran yang kreatif untuk menarik minat dan motivasi, serta pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan dan eksplorasi.
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Nilai motivasi dalam pembelajaran yakni: a) motivasi menetukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar siswa, b) pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada siswa, sehingga sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan, c) Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untuk sungguh-sungguh mencari cara relevan guna membangkitkan dan memlihara motivasi belajar siswa (Hamalik, 2007; 161). Hamalik juga mengemukakan pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Siswa belajar sambil bekerja, dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Menurut (Getrude M. Whipple diacu dalam Hamalik 2007;173) jenis aktivitas tersebut meliputi: a) Bekerja dengan alat visual; mengumpulkan gambar dan bahan ilustrasi lainnya, mempelajari gambar, mendengarkan penjelasan, mengajukan pertanyaan, mencatat pertanyaan yang menarik minat. b) Mempelajari masalah; mencari informasi dalam menjawab pertanyaan penting, mempelajari referensi, melaksaankan petunjuk yang diberikan guru, membuat catatan sebagai persiapan diskusi laporan, melakukan eksperimen, menulis laporan.
3. Pendekatan SETS
Pendekatan SETS (Science, Enviroment, Technology, Society) diperkenalkan pertama kali oleh Achmad Binadja pada tahun 1996. SETS dalam bahasa Indonesia artinya sains, lingkungan, teknologi, masyarakat atau biasa disingkat SALINGTEMAS memiliki makna pengajaran sains (ilmu pengetahuan) yang dikaitkan dengan unsur lingkungan, teknologi, masyarakat. Pendekatan SETS tidak hanya memperlihatkan masalah lingkungan dengan masyarakat tetapi juga cara melakukan suatu kelestarian lingkungan sementara kepentingan lain (tujuan pembelajaran) terpenuhi (Binadja, 2002;23).
Pembelajaran menggunakan pendekatan SETS, siswa diminta menghubungkan keempat unsur SETS dengan materi yang dipelajari. Siswa berlatih dengan cara yang bervariasi (mengamati, berdiskusi, bertanya, menjawab, memecahkan masalah). Dengan pembelajaran ini siswa dituntut aktif dan berfikir kritis, sehingga hasil belajar yang ingin dicapai terpenuhi.
Unsur-unsur dalam SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sains sebagai fokus perhatian guru dan siswa dalam belajar biologi, dapat melihat bentuk keterkaitan dari ilmu yang dipelajari (sains) dikaitkan dengan unsur lain SETS.
BAB III
METODE PENELITIAN
 A. Objek Tindakan
Objek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pamarican berjumlah 28 siswa dengan rincian 11 laki-laki dan 17 perempuan.
 B. Setting, Lokasi, Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini meliputi : data-data hasil wawancara terhadap responden, hasil observasi, hasil analisis dokumen.
Subjek penelitian yang berasal dari siswa berupa hasil pengamatan tentang :
 1. Keaktifan siswa dalam kelas
 2. Partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
 3. Kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat peraga.
 4. Hasil nilai ulangan siswa
Tindakan Guru biologi dalam penelitian tindakan kelas ini berupa :
Mengamati, mencatat, mengumpulkan data tentang sejauh manakah pengaruh metode
SETS terhadap :
1. Keaktifan siswa dalam kelas
 2. Partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
 3. Kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat peraga.
 4. Hasil nilai ulangan siswa
Setting Lokasi Penelitian tindakan Kelas ini ruang kelas VII G, ruang laboratorium biologi SMP N 1 Pamarican dan lingkungan sekitar SMP Negeri 1 Pamarican Kabupaten Ciamis.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui: wawancara untuk sumber data responden, observasi untuk sumber data peristiwa dan analisis dokumen untuk sumber data dokumen. Informasi tersebut digali dari empat sumber yaitu : peristiwa/kegiatan, pelaku peristiwa, tempat, dokumen/artifak (Sutopo, 1996: 49-51).
1. Wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti terhadap guru dan siswa. Tujuannya adalah untuk memperoleh data informasi siswa tentang sejauh mana pengaruh metode SETS terhadap minat dan prestasi belajar siswa.
2. Pengamatan/Observasi
Pengamatan dilakukan oleh guru terhadp siswa untuk memantau proses penerapan metode SETS yang dilakukan untuk mengajar mata pelajaran biologi. Kemudian hasil pengamatan akan diolah untuk menghasilkan kesimpulan data.
3. Analisa Dokumen
Analisa dokumen akan dilakukan terhadap dokumen-dokumen : data hasil pengamatan, data hasil wawancara serta yang digali dari empat sumber yaitu : peristiwa / kegiatan, pelaku peristiwa, tempat, dokumen atau artifak terhadap siswa, juga dari catatan lapangan pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam upaya penerapan metode SETS untuk mengajar mata pelajaran biologi. Tujuannya adalah untuk melengkapi informasi yang telah diuperoleh melalui pengamatan dan wawancara.
Indikator kinerja penelitian tindakan kelas matapelajaran biologi ini berupa :
  1. Keaktifan siswa dalam kelas meningkat
  2. Tingginya partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
  3. Meningkatnya kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat peraga.
  4. Meningkatnya hasil nilai ulangan siswa
5. Tingginya minat belajar siswa dalam kelas.
Peneliti melakukan persiapan awal mulai tanggal 1 Agustus 2010 meliputi kegiatan: mempelajari penerapan metode  SETS, menyiapkan alat-alat teknologi di laboratorium, dan menerapkan lingkungan untuk belajar.
Kemudian langkah-langkah prosedur kerja yang dipergunakan menggunakan tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan, yaitu : perencanaan, implementasi, observasi, evaluasi dan refleksi.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model Sprandley, dalam pelaksanaan analisis data  tidak dilakukan secara linier berurutan setelah semua data yang terkumpul, melainkan akan dilakukan secara stimulat pada saat dan setelah data terkumpul. Dengan demikian terjadi interaksi antara proses pengumpulan data dan analisis data serta elemen-elemen lain seperti pencatatan data, penulisan laporan sementara, dan mengajukan pertanyaan penelitian.
Selanjutnya dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan strategi untuk meningkatkan validasi, yaitu: Pengumpulan data relatif cukup lama guna memungkinkan analisa dan melengkapi data secara berangsur-angsur agar memungkinkan ada kesesuaian antara data dan kenyataan
 1.  Penerapan multi metode guna memungkinkan paduan beberapa teknik  pengumpulan  data seperti : wawancara, observasi dan studi dokumenter
 2.   Pencatatan secara lengkap dan detail baik sumber situasi maupun orang
 5. Penggunaan catatan-catatan dari partisipan berbentuk catatan anekdot untuk melengkapi data.
 6.   Pengecekan data
 7. Review oleh partisipan : bertanya kepada partisipan untuk mereview data, melakukan sintesis semua hasil wawancara dan observasi
 8. Mencari, mencatat, menganalisis melapor data dan kasus-kasus negatif atau yang berbeda dengan pola yang ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Guru biologi selaku peneliti menyusun perencanaan penelitian tindakan kelas terhadap siswa kelas VII G SMP N 1 pamarican. Peneliti melakukan empat tahapan yaitu : perencanaan, implementasi, observasi, evaluasi dan refleksi.
1). Perencanaan, tahap perencanaan peneliti melakukan :
a.  Menyiapkan alat ukur penelitian
b. Menyiapkan setting tempat sesuai dengan metode SETS
c.  Menyiapkan alat-alat teknologi di laboratorium.
2). Implementasi
Pengajaran biologi dengan menggunakan metode SETS dilakukan di ruang kelas VII G dan lingkungan serta laboratorium SMP N 1 Pamarican  :
a.   Tahap Awal (15 menit) : pukul 08.00 – 08.15
Guru mengajar materi biologi di dalam kelas dengan menerangkan, bedialog aktif dan mencatat materi biologi.
b.   Tahap pertengahan (20 menit) ; pukul 08.15 – 08.30
Guru bilogi yang dalam hal ini berperan sebagai peneliti mengajak siswa untuk praktek di laboratorium biologi.
c.   Tahap akhir (15 menit) ; pukul 08.30 – 08.45
Guru mengajak siswa untuk mengenali lingkungan yang di sesuaikan dengan materi biolog yang sedsng diajarkan.
3). Observasi dan Evaluasi
Peneliti melakukan pengamatan, mengamati dan menilai respon siswa, melakukan pemantauan hasil pengamatan dan wawancara.
4). Refleksi
Mengecek hasil pengamatan dan wawancara. Sejauh mana pengaruh metode metode SETS terhadap minat dan prestasi be;ajar siswa SMP N 1 Pamarican.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode SETS yang digunakan dalam mengajar biologi kelas VII G SMP N 1 Pamarican berpengaruh terhadap:
  1. Meningkatnya keaktifan siswa dalam kelas
  2. Tingginya partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
  3. Meningkatnya kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat peraga.
  4. Meningkatnya hasil nilai ulangan siswa
5. Tingginya minat belajar siswa dalam kelas.
B. Saran
Peneliti mengajak rekan-rekan guru biologi agar:
 1. Gunakanlah Pendekatan SETS dalam mengajar biologi
     2. Tingkatkanlah partisifasi siswa dalam Proses Belajar Mengajar
 3. Perlu pengembangan dan tindak lanjut penelitian tindakan kelas
DAFTAR PUSTAKA
Anni CT, dkk. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Unnes
Binadja. 2002. Program Studi Pendidikan IPA (bervisi SETS) Pemikiran
dalam SETS (Science, Enviroment, Technology, Society). Semarang: PPS Unnes Press.
Darsono M, Martensi KD, Nugroho, Sugandhi A, Sutadi KR. 2001. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hamalik O. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Irawati. 2003. Menerapkan pendekatan “SETS” (Science, Enviroment,
Technology, Society) Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar Biologi Kajian Kelangsungan Hidup Organisme (Skripsi). Semarang: Unnes.
Iswanto, Barudji, Intan S, Soetjiati. 2004. Buku Kegiatan Pendidikan
Lingkungan. Semarang: Bintari Kita.
Mulyani S & Santosa K. 2003. Mari Mengenal dan Mencintai Lingkungan.
Semarang: Bintari Kita.
Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1997. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nurfitria L. 2006. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pada Konsep
Lingkungan Melalui Pendekatan SETS Dengan Model PBI di SMA 1 Masehi Semarang (Skripsi). Semarang: Unnes.
Satoguchi K, Sari DE, Setiawati C, Wulandari H. 2003. Mari Mengenal dan
Mencintai Lingkungan. Semarang: Bintari Kita.
Slameto. 1997. Proses belajar mengajar Dalam Sistem Kredit Semester
(SKS). Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana N. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Syamsuri I. 2004. Sains Biologi SMP. Jakarta: Erlangga.
Wardhana A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Yogyakarta:Andi Offset.

Arsip Blog