Berhujjah Dengan Injil, Berkilah Dengan Alquran
Di zaman sekarang ada permainan pat gulipat yang sudah semakin nglunjak (tidak pakai sopan santun lagi, sampai ke kepala). Pemainnya bukan orang sembarangan tapi juru bicara kelompok (Partai) elit. Sedang yang dimain-mainkan adalah aqidah yang mestinya diyakini tapi ditarik-tarik ke aqidah agama lain. Masih pula kemudian dikilahi dengan ayat Al-Qur’an.
Mereka itu mengaku beragama Islam, bahkan komunitas da’wah. Lalu-untuk menguatkan pendapatnya- membaca ayat Injil, tapi tidak mau kalau dibilang kristenisasi, karena memang tidak sedang jualan agama Kristen, namun jualan kelompok(partai)nya. Kira-kira saja orang Kristen agar simpati lalu masuk ke kelompok(Partai)nya barangkali. Setelah membaca ayat Injil itu kemudian mendalilinya(Berkilah) dengan dalil yang biasa diucapkan orang liberal (yang artinya dimain-mainkan dalam mendudukkan dalil itu) yakni ayat 'rahmatan lil ‘alamien', rahmat bagi seluruh alam.
Dulu ada ungkapan “bukan salah bunda mengandung”… tetapi kalau ditelusuri, seorang Ustadz yang membaca ayat Injil itu, kemungkinan yang termasuk salah adalah almamater yang mengasuh dan mendidiknya yang memang berupa perguruan tinggi Islam di Indonesia yang telah direkayasa jadi pendidikan memesongkan Islam.
Atau menjadikan Islam mencong ke liberal bahkan berkeyakinan pluralisme agama yang bahasa Islamnya kemusyrikan baru. Sehingga jadi bangga ketika jadi ustadz lalu di tempat yang terhormat kemudian mengutip ayat Injil kemudian dikilahi dengan ayat Al-Qur’an itu merupakan penerapan dari pendidikan tinggi Islam di Indonesia yang telah berhasil memencongkannya ke arah yang nyerempet-nyerempet kemusyrikan baru itu. Campur aduklah sudah. Ditambah lagi memang komunitas yang dia duduki mempersilakan yang begitu.Tumbu oleh tutup, klop.
Kurang lebihnya, pendidikan tinggi Islam di Indonesia arahnya seperti itu. Mampu mengutip injil lalu dikilahi dengan ayat Al-Qur’an agar jadi tampak pas. Lalu dijual!
Bagaimana sebenarnya sikap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal menjaga kemurnian aqidah untuk diikuti oleh Ummatnya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menegakkan Tauhid
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari melihat di tangan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu ada selembar dari Taurat, dan Umar mengagumi isinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dengan kemarahan yang keras. Dalam hadits diriwayatkan:
Dari Jabir bin Abdullah ‘Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: “Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khottob? Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebatilan lalu kalian membenarkannya? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku.” (Sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/387 nomor 14623, dan Al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman, dan Ad-Darimi 1/115-116 dengan lebih sempurna. Hadits ini menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harwi dan lainnya).
Dalam Hadits itu terdapat pengertian sebagai berikut:
Pertama:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam heran adanya orang yang mulai mencari petunjuk kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan beliau masih hidup. Termasuk tuntutan iman kepada Al-Quran dan As-Sunnah adalah meyakini bahwa petunjuk itu adanya hanyalah pada keduanya (Al-Quran dan As-Sunnah) itu.
Kedua:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membawa agama yang suci murni, tidak dikaburkan oleh pembuat kekaburan berupa perubahan, penggantian, atau penyelewengan. Sedang para sahabat menerima agama Islam itu dengan wungkul (utuh) dan murni. Maka bagaimana mereka akan berpaling darinya dan mencari petunjuk kepada hal-hal yang menyerupai penyelewengan, penggantian, dan penambahan serta pengurangan.
Ketiga:bahwa Nabi Musa as sendiri yang dituruni Kitab Taurat seandainya dia masih hidup pasti dia wajib mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meninggalkan syari’at yang telah dia sampaikan kepada manusia.
Hadits ini adalah pokok mengenai penjelasan manhaj (pola) Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh seorangpun mencari petunjuk (untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada Allah dan memperbaiki diri) kepada ajaran yang tidak dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hatta walaupun dulunya termasuk syari’at yang diturunkan atas salah satu nabi yang dahulu.
Kembalilah ke jalan yang benar, wahai saudara-saudaraku, sebelum ajal tiba!
Dikutip dari tulisan Hartono Ahmad Jaiz di www.eramuslim.com
Di zaman sekarang ada permainan pat gulipat yang sudah semakin nglunjak (tidak pakai sopan santun lagi, sampai ke kepala). Pemainnya bukan orang sembarangan tapi juru bicara kelompok (Partai) elit. Sedang yang dimain-mainkan adalah aqidah yang mestinya diyakini tapi ditarik-tarik ke aqidah agama lain. Masih pula kemudian dikilahi dengan ayat Al-Qur’an.
Mereka itu mengaku beragama Islam, bahkan komunitas da’wah. Lalu-untuk menguatkan pendapatnya- membaca ayat Injil, tapi tidak mau kalau dibilang kristenisasi, karena memang tidak sedang jualan agama Kristen, namun jualan kelompok(partai)nya. Kira-kira saja orang Kristen agar simpati lalu masuk ke kelompok(Partai)nya barangkali. Setelah membaca ayat Injil itu kemudian mendalilinya(Berkilah) dengan dalil yang biasa diucapkan orang liberal (yang artinya dimain-mainkan dalam mendudukkan dalil itu) yakni ayat 'rahmatan lil ‘alamien', rahmat bagi seluruh alam.
Dulu ada ungkapan “bukan salah bunda mengandung”… tetapi kalau ditelusuri, seorang Ustadz yang membaca ayat Injil itu, kemungkinan yang termasuk salah adalah almamater yang mengasuh dan mendidiknya yang memang berupa perguruan tinggi Islam di Indonesia yang telah direkayasa jadi pendidikan memesongkan Islam.
Atau menjadikan Islam mencong ke liberal bahkan berkeyakinan pluralisme agama yang bahasa Islamnya kemusyrikan baru. Sehingga jadi bangga ketika jadi ustadz lalu di tempat yang terhormat kemudian mengutip ayat Injil kemudian dikilahi dengan ayat Al-Qur’an itu merupakan penerapan dari pendidikan tinggi Islam di Indonesia yang telah berhasil memencongkannya ke arah yang nyerempet-nyerempet kemusyrikan baru itu. Campur aduklah sudah. Ditambah lagi memang komunitas yang dia duduki mempersilakan yang begitu.Tumbu oleh tutup, klop.
Kurang lebihnya, pendidikan tinggi Islam di Indonesia arahnya seperti itu. Mampu mengutip injil lalu dikilahi dengan ayat Al-Qur’an agar jadi tampak pas. Lalu dijual!
Bagaimana sebenarnya sikap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal menjaga kemurnian aqidah untuk diikuti oleh Ummatnya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menegakkan Tauhid
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari melihat di tangan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu ada selembar dari Taurat, dan Umar mengagumi isinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dengan kemarahan yang keras. Dalam hadits diriwayatkan:
Dari Jabir bin Abdullah ‘Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: “Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khottob? Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebatilan lalu kalian membenarkannya? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku.” (Sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/387 nomor 14623, dan Al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman, dan Ad-Darimi 1/115-116 dengan lebih sempurna. Hadits ini menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harwi dan lainnya).
Dalam Hadits itu terdapat pengertian sebagai berikut:
Pertama:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam heran adanya orang yang mulai mencari petunjuk kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan beliau masih hidup. Termasuk tuntutan iman kepada Al-Quran dan As-Sunnah adalah meyakini bahwa petunjuk itu adanya hanyalah pada keduanya (Al-Quran dan As-Sunnah) itu.
Kedua:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membawa agama yang suci murni, tidak dikaburkan oleh pembuat kekaburan berupa perubahan, penggantian, atau penyelewengan. Sedang para sahabat menerima agama Islam itu dengan wungkul (utuh) dan murni. Maka bagaimana mereka akan berpaling darinya dan mencari petunjuk kepada hal-hal yang menyerupai penyelewengan, penggantian, dan penambahan serta pengurangan.
Ketiga:bahwa Nabi Musa as sendiri yang dituruni Kitab Taurat seandainya dia masih hidup pasti dia wajib mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meninggalkan syari’at yang telah dia sampaikan kepada manusia.
Hadits ini adalah pokok mengenai penjelasan manhaj (pola) Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh seorangpun mencari petunjuk (untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada Allah dan memperbaiki diri) kepada ajaran yang tidak dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hatta walaupun dulunya termasuk syari’at yang diturunkan atas salah satu nabi yang dahulu.
Kembalilah ke jalan yang benar, wahai saudara-saudaraku, sebelum ajal tiba!
Dikutip dari tulisan Hartono Ahmad Jaiz di www.eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar