“ Witing tresno jalaran soko kulino “ sepenggal pernyataan dalam bahasa Jawa tersebut pastinya tidak asing lagi bagi kita. Dan dengan mudah kita dapat mengerti arti dari pernyataan tersebut. Tapi bagaimana dengan kata – kata maupun kalimat yang lain? Untung bisa mengerti arti dari bahasa daerah, mengucapkannya saja lidah terasa kaku.
Jarang memang kaum muda saat ini menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi sehari – hari, apalagi tiap kali ada kegiatan yang bersifat formal, kita sering kali dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu dengan adanya tuntutan perkembangan jaman, banyak ibu – ibu yang telah “ lupa ” mengajarkan bahasa ibu yang “ sesungguhnya ”. Sehingga para penerus bangsa ini hanya mengenal bahasa Indonesia dan bahasa asing tanpa tahu seperti apakah bahasa ibu-nya. Dan akhirnya bahasa daerah pun makin tidak jelas eksistensinya jika dibandingkan dengan bahasa asing.
Kenyataan yang lebih memprihatinkan adalah banyak sekolah – sekolah dasar yang seharusnya menjadi mata tombak pelestarian bahasa daerah, kini lebih mengutamakan keberadaan bahasa asing dalam salah satu mata pelajaran yang wajib di sekolah. Lain halnya dengan kasus jika ada mata pelajaran bahasa daerah tapi justru tenaga pengajarnya kurang professional dalam proses belajar mengajar.
Semua keadaan di atas lebih diperparah lagi dengan kurang partisipasinya pemerintah dalam menindak tegas aturan mengenai mata pelajaran pokok di sekolah. Lengkap sudah segala faktor penghambat perkembangan bahasa daerah. Kalau sudah begini, apa bedanya bangsa Indonesia dengan bangsa lain?
Alangkah baiknya jika pemerintah membuat peraturan yang tanpa mengesampingkan bahasa daerah dengan bahasa asing, agar keduanya bisa berjalan secara beriringan dan penerus bangsa ini juga bisa mengenal bahasa daerahnya masing - masing.
0 komentar:
Posting Komentar