Judulnya buat kamu nyesek ya? Apa kesindir habis-habisan? Sudahlah biasa saja. Aku ini lho biasa aja (yang bener?) meskipun setiap hari ada yang nanya, “Lho adiknya mau nikah, lha mbakyunekapan?”
Adik keponakanku yang usianya satu tahun di bawahku rencananya April nanti akan menikah. Biasa lah, hidup di desa kabar seperti itu akan selalu cepat beredar mengalahkan kecepatan cahaya yang mencapai 299.792.458 meter per detik. Kabar yang pasti akan berujung dengan bumbu-bumbu pemanis dan mrembet ke mana-mana.
Sebenarnya aku patut ‘panas’ hati nggak? Nggak! Toh aku kan juga bukan kakak kandung dia. So, kalau dia mau menikah terlebih dahulu kan tak masalah. Tapi ya itu tadi, mulut para tetangga itu lho yang membuat pedas telingaku.
“Nanti kalau waktunya sudah datang juga menikah. Saya masih kuliah, biar wisuda dulu. Kasihan bapak dan ibu kalau saya belum wisuda sudah menikah. Paling tidak saya ingin bapak dan ibu merasakan keberhasilannya menyekolahkan saya. Kalau sudah ada suami kan beda rasanya.”
Itulah jawabanku setiap kali ada yang bertanya, “Kapan kamu menikah?” Panjang memang, tapi paling tidak bisa menutup mulut tetangga. Sebenarnya pertanyaan itu tidak hanya datang kepadaku, kepada ibu juga. Setiap kali berkumpul dengan tetangga atau sedang arisan pasti ditanya, “Lha Ika kapan, Mbak?”
Sesampainya di rumah ibu pasti langsung mengadu padaku. “Mbak itu lho tanya kapan kamu nikah... Mbak ini lho tanya juga, Mbak sana, Mbak sini...” Kalau ibu mengadu seperti itu kadang aku hanya guyoni, “Lha kapan, Bu?” Seringnya ya hanya nyengir dan mesam-mesem.
Ibu mengadu padaku, aku mengadu kepada dia. Dia malah jawab, “Lha sekarang aku juga siap.” Aku pasti langsung ngamuk. Menurutku dia itu terlalu baik, di usianya yang sudah kepala 3, dia tetap setia menungguku sampai wisuda. Aku yakin dia lebih sering mendapati pertanyaan-petanyaan seperti itu. Ah, bersabarlah calon imamku..
Hebatnya lagi, justru dia yang selalu menguatkan aku setiap kali aku lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan tetangga yang sepele tapi bikin nyesek. Hahaha. Akhirnya ngaku juga. Nyesek dalam artian kok cerewet banget sih mereka. Sebeneranya mereka cerewet ada landasannya. Perempuan yang seusiaku, tinggal beberapa saja di sini. Sudah banyak yang menggendong baby. Parahnya lagi, murid TK di tempatku ngajar ada yang anaknya teman SD ku dulu lho. Huh, biasa aja *sambil kipas-kipas
Ah, sudahah. Lupakan tetangga, ini hidup-hidupku. Kalau aku nggak bisa makan, mereka kan nggak mau tahu juga. Benarkan? Sekarang fokus saja pada skripsi, dan lanjut berkarya, OK.
Aku jadi mikir, aku saja yang sudah ada calonnya geremetan mendengar bisik-bisik tetangga. Nah, yang belum ada pasangan terus seperti apa? Hah! Siapapun itu, tenang saja Allah pasti sudah menyiapkan jodoh untuk kamu. Tinggal nunggu waktunya saja. Jangan tanya kapan ya? Sudah, sudah, yuk, sebelum jodoh itu datang kita perbaiki dulu diri kita! Agar nanti lebih siap mengarungi bahter rumah tangga yang samara. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar