Sabtu, 21 Juni 2014

Ketika SD, Saya Dibully (Part 1)

Usia saya sudah 22 tahun, tapi kejadian ketika saya SD masih lekat betul di dalam otak saya. Apakah mungkin karena apa yang saya ingat adalah hal yang tidak mengenakkan?

Dibully, dari kata bully yang mendapat imbuhan di- di awal kalimat. Bully itu apa? Menurut  Dr. Dian P. Aldilla, Psi, bully adalah suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari pelaku. Siapa yang nge-bully saya?

Saya akan menceritakan pengalaman saya dibully oleh beberapa orang dalam beberapa postingan. Kali ini saya akan bercerita bagaimana saya dibully oleh orang nomor satu di SD tempat saya sekolah. Panggil saja beliau Miss A.

Tepatnya kelas 5 SD, saya mengikuti lomba sinopsis tingkat kecamatan dan alhamdulillah memperoleh juara 1. Senangnya hati saya, tak berselang lama lomba sinopsis untuk tingkat kabupaten pun akan segera diselenggarakan, saya pun harus tetap berlatih.

Miss A adalah tipe orang yang sangat disiplin dan perfeksionis. Hal itu menyebabkan apapun yang terjadi harus sesuai dengan keinginan beliau kalau tidak masalah besar pun datang. Seperti hari itu, saat saya hendak maju lomba sinopsis tingkat kabupaten (lomba diadakan di  sekolah saya). Beliau menunggu saya di depan ruangannya dengan muka tak sedap dipandang. Saat itu saya tak berpikir apa-apa, hanya bermaksud menghampiri beliau kemudian mencium tangan beliau untuk meminta restu. Tapi apa yang terjadi?

Ibu jari dan telunjuknya tiba-tiba bersarang di pinggang saya, memelintirnya seakan menunjukkan bahwa beliau sangat geram dengan saya. Sakiit sekali, bahkan sampai sekarang sakitnya masih saya rasakan, bukan di pinggang tapi di dalam hati saya.

“Kemarin sore kenapa tidak berangkat latihan?!!” tanya beliau.
“Maaf, Bu. Kemarin saya demam, Bu. Ibu saya kan sudah ijin ke rumah, Ibu.” jawab saya sambil menahan tangan beliau yang masih nempel di pinggang saya.
“Awas kalau nanti nggak juara!” kata beliau sambil melepaskan tangannya dari pinggang saya, tapi masih dengan wajah garangnya. 

Saya pun berjalan menuju ruangan lomba diantar oleh beliau. Saya hanya diam, menahan rasa sakit di pinggang saya. Sore sebelumnya, saya memang demam dan ibu meminta saya untuk tidak berangkat latihan di rumah Miss A (selama 1 minggu sebelum lomba sering latihan di rumah beliau). Karena ibu berpikir daripada esok harinya saya tidak bisa ikut lomba. Tapi ternyata yang saya dapatkan berbeda.

Dulu, saya hanya berpikir betapa jahatnya Miss A, kenapa sampai memarahi saya seperti itu dan mencubit pinggang saya? Sepanjang perjalanan lomba, saya teringat kejadian itu dan berakhir saya hanya memperoleh juara 4. Apa yang saya dapatkan lagi dari Miss A?

“Kalau kemarin kamu berangkat pasti bisa jadi juara 1. G*****!!”

Saya hanya diam dan itu semua masih teringat jelas sampai detik ini. Apakah ibu saya tahu? Ya, sampai rumah saya menangis dan mengadu pada ibu. Tapi karena saya hanya dari keluarga biasa dan beliau adalah orang ternama di kampung, kami hanya diam.

Pernahkah juga Anda bahkan orang di sekitar mengalaminya? 
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog