Pagi ini, ketika internet sudah meracuni netbook, langsung deh, klik, abakadabra, akun facebook sudah terbuka sedetik setelah akun blog terbuka pula. Melihat beberapa notifikasi, selesai, lanjut melihat beranda. Ke bawah lagi nggak ada yang menarik, tarik lagi ke bawah dan deg! Sampai pada akun punya teman. Deg...deg...deg!
Segera saya lihat kalender di netbook, Astaghfirullah....bulu kuduk saya tambah merinding saat melihat kumpulan foto teman-teman yang bisa wisuda. Duh Gusti, harusnya hari ini saya wisuda!!! Ada perasaan aneh yang menyelinap dalam hati saya. Oke Ika, kamu kuat. Inilah hidup, tak selamanya yang kamu inginkan harus terwujud. Kalau tak bisa lulus 3,5 tahun, 4 tahun juga tak apa. Bukankah kamu sudah janji tidak akan lembek lagi? Go go go!
***
Entah bagaimana ibu mendidik saya, tapi saya sangat mencintai ibu. Bukan kesalahan ibu jika saya ditakdirkan sebagai sosok yang perfeksionis. Apa-apa ingin saya lakukan semua, berharap mampu menuai hasil yang paling terbaik dibandingkan yang lain, dan ketika semua tak sesuai dengan apa yang saya inginkan, saya akan ambruk.
Semua ke-perfeksionis-an saya selalu diaminkan Allah, jarang yang gagal. Karena saya selalu mempercayai bahwa siapa yang bersungguh-sungguh, maka Allah akan menjanjikan sebuah keberhasilan. Setiap melakukan sesuatu, saya rela menghabiskan waktu tidur dan istirahat saya untuk membuat sesuatu yang perfect.
Disaat semua sedang liburan, saya ke rumah teman untuk membuat Media Pembelajaran MTK. |
Saat tugas membuat mind-maping, saya rela tidur hanya 2 jam untuk membuat ini agar beda dari teman yang lainnya. Hasilnya, saya tersenyum :) |
Rela pulang jam 12 malam sendirian menempuh perjalanan 1 jam hanya untuk latihan nari. |
Masih banyak hal yang saya lakukan, dan semua berbuah indah. Dari semua yang saya lakukan datang berbagai pujian, baik itu dari teman dan dosen. Semua itu membuat saya murka. Saya begitu gila pujian. Semua berjalan sangat lancar tanpa kerikil sedikit pun.
Tapi itu dulu sampai ada kejadian yang rasa-rasanya saya sebut sebagai tamparan indah dari Allah datang menghampiri saya. Segala kemudahan secara pelan menjauhi saya. Saya semakin beringas. Lupa, bahwa saya ini adalah milik Allah, begitu pula segala yang saya miliki.
Semenjak September 2013-lah, Allah mulai mendongeng-i saya tentang hidup. Inilah hidup yang sebenarnya, Ika. Berbagai kemudahan seperti dana pendidikan dari bapak ibu mulai sekarat. Saya harus berhemat. Meskipun ibu tak pernah cerita tapi saya sudah cukup dewasa untuk membaca situasi di rumah. Bapak ibu mulai sering bertengkar, saya yang saat itu mulai menyusun proposal skripsi mulai ciut nyali. Dari mana saya mendapatkan dana untuk membeli kertas, tinta, dan uang saku untuk perjalanan ke kampus? Alhamdulillah saat itu Mas Khusna datang bak pangeran berkuda putih menawarkan bantuan.
“Jangan-lah, saya masih tanggung jawab bapak dan ibu.”
“Tapi sampeyan ini calon istri saya.”
"Kan baru calon..."
"Terus?" tanya Mas Khusna.
"Kan baru calon..."
"Terus?" tanya Mas Khusna.
Saya masih menolak pemberian uang dari Mas Khusna. Meskipun dalam hati, mau banget. Hahahaha. Tapi lama-kelamaan atas bujukan maut Mas Khusna saya pun menerima. Akhirnya proposal saya pun kelar. Alhamdulillah...
Sudah selesai-kah cerita saya? Belum! Semua tak berhenti begitu saja. Awal tahun 2014, gunjangan perekonomian keluarga semakin sekarat, denyut nadinya semakin lirih terdengar. Berbagai kegagalan demi kegagalan lain datang, salah satunya yang paling membuat saya down adalah target wisuda saya. Dengan bangga saya pernah menceritakan di Aku Wisuda April 2014, tapi sayang itu hanya isapan jempol belaka.
Dari hari ke hari saya banyak belajar. Faktor kegagalan tak hanya masalah dana, tapi juga faktor dalam diri saya sendiri. Apalagi kalau bukan sifat sok perfeksionis saya.
Sifat tersebut ada kalanya hadir di saat yang tepat tapi ada kalanya justru mematikan sang empunya. Ya, sifat itu melekat terlalu kuat dalam diri saya setiap mengerjakan skripsi. Begitu bimbingan skripsi, saya selalu berekspektasi bahwa tak akan ada revisi yang terlalu banyak, eh ternyata tetap ada revisi yang banyak sekali. Alhasil, karena saya terbiasa mendapat pujian, tapi kini mendapat feedback yang sebaliknya, akhirnya saya down. Sampai rumah dengan suasana rumah yang masih tak lagi hangat seperti dulu, saya semakin malas me-revisi skripsi saya. Kalaupun sedang bersemangat me-revisi maka banyak sekali pertimbangan agar skripsi saya sempurna. Tentunya itu memakan waktu berhari-hari. Begitu seterusnya, sampai akhirnya pendaftaran wisuda ditutup dan saya terpuruk.
"Itu hasil dari pekerjaan kamu sendiri kan? Selalu ingin sempurna tapi tak bisa sesuai deadline. Coba kalau kamu kemarin mengerjakannya nggak harus sempurna, mungkin tak seperti ini." nasihat ibu.
"Heem...." jawab singkat saya yang sebenarnya mengharapkan kata-kata yang keluar dari mulut ibu adalah kata-kata yang menguatkan saya.
Berhari-hari hanya diam di kamar. Melihat netbook dan justru menghibur diri dengan menulis di blog.
"Mungkin saya butuh refreshing."
Setiap Minggu, saat Mas Khusna libur kerja, beliau datang ke rumah dan membujuk saya, "Ayo, katanya mau renang. Sudahlah, lupakan sejenak. Mau kapan pun wisuda yang terpenting sampeyan semangat. Siapa tahu nanti kalau wisuda Oktober ada sesuatu yang berbeda. Oke? Sudahlah, ini adalah...."
"Rencana Allah....gitu kan?"
Kami tertawa.
Ibu sudah berkata seperti itu, Mas Khusna juga, rasanya saya ingin sekali mencari nasihat dari seseorang yang bisa menguatkan saya, lagi. Akhirnya saya mengadu pada seseorang yang sangat care kepada saya, siapa lagi kalau bukan Pak Budi, guru musik SMA sekaligus wali kelas saya yang paling care kepada siswanya. Saya ceritakan segala kegelisahan saya, dan segala nasihat tercurah darinya.
Hampir satu minggu saya tak memegang skripsi saya. Merenung, introspeksi diri, mengingat-ingat apa yang selama ini saya lakukan dan tak lupa meng-iyakan nasihat-nasihat dari mereka yang sayang kepada saya.
"...Jangan gampang terbuai keamanan dan kemapaman. Hidup itu kadang perlu beradu, bergejolak, bergesekan. Dari gesekan dan kesulitanlah, sebuah pribadi akan terbentuk mapan..." Rantau 1 Muara hal 12
Kalimat di atas-lah yang saat ini paling tepat saya gunakan sebagai pegangan. Inilah proses hidup saya. Pun dengan yang lainnya, Anda juga. Masalah pasti akan dialami oleh setiap manusia. Dengan masalah maka seseorang akan semakin matang menghadapi masalah nantinya. Saya harus mengubah mindset saya bahwa saya adalah manusia yang paling tak beruntung. Sudah saatnya saya benar-benar move on! Tak hanya di mulut, tapi juga di hati dan diucapkan dengan penuh niat.
"Bismillah, saya move on!"
Setelah saya move on, apakah masalah akan menjauhi saya? Tidak! Masalah lain datang. Skripsi tinggal ACC, surat ijin penelitian saya tidak jelas keberadaannya. Apakah saya galau? Tidak, saya segera move on!
Demak,
23 April 2014
Sudah selesai-kah cerita saya? Belum! Semua tak berhenti begitu saja. Awal tahun 2014, gunjangan perekonomian keluarga semakin sekarat, denyut nadinya semakin lirih terdengar. Berbagai kegagalan demi kegagalan lain datang, salah satunya yang paling membuat saya down adalah target wisuda saya. Dengan bangga saya pernah menceritakan di Aku Wisuda April 2014, tapi sayang itu hanya isapan jempol belaka.
Dari hari ke hari saya banyak belajar. Faktor kegagalan tak hanya masalah dana, tapi juga faktor dalam diri saya sendiri. Apalagi kalau bukan sifat sok perfeksionis saya.
Sifat tersebut ada kalanya hadir di saat yang tepat tapi ada kalanya justru mematikan sang empunya. Ya, sifat itu melekat terlalu kuat dalam diri saya setiap mengerjakan skripsi. Begitu bimbingan skripsi, saya selalu berekspektasi bahwa tak akan ada revisi yang terlalu banyak, eh ternyata tetap ada revisi yang banyak sekali. Alhasil, karena saya terbiasa mendapat pujian, tapi kini mendapat feedback yang sebaliknya, akhirnya saya down. Sampai rumah dengan suasana rumah yang masih tak lagi hangat seperti dulu, saya semakin malas me-revisi skripsi saya. Kalaupun sedang bersemangat me-revisi maka banyak sekali pertimbangan agar skripsi saya sempurna. Tentunya itu memakan waktu berhari-hari. Begitu seterusnya, sampai akhirnya pendaftaran wisuda ditutup dan saya terpuruk.
"Itu hasil dari pekerjaan kamu sendiri kan? Selalu ingin sempurna tapi tak bisa sesuai deadline. Coba kalau kamu kemarin mengerjakannya nggak harus sempurna, mungkin tak seperti ini." nasihat ibu.
"Heem...." jawab singkat saya yang sebenarnya mengharapkan kata-kata yang keluar dari mulut ibu adalah kata-kata yang menguatkan saya.
Berhari-hari hanya diam di kamar. Melihat netbook dan justru menghibur diri dengan menulis di blog.
"Mungkin saya butuh refreshing."
BBM dari Pak Budi |
"Rencana Allah....gitu kan?"
Kami tertawa.
Ibu sudah berkata seperti itu, Mas Khusna juga, rasanya saya ingin sekali mencari nasihat dari seseorang yang bisa menguatkan saya, lagi. Akhirnya saya mengadu pada seseorang yang sangat care kepada saya, siapa lagi kalau bukan Pak Budi, guru musik SMA sekaligus wali kelas saya yang paling care kepada siswanya. Saya ceritakan segala kegelisahan saya, dan segala nasihat tercurah darinya.
Hampir satu minggu saya tak memegang skripsi saya. Merenung, introspeksi diri, mengingat-ingat apa yang selama ini saya lakukan dan tak lupa meng-iyakan nasihat-nasihat dari mereka yang sayang kepada saya.
"...Jangan gampang terbuai keamanan dan kemapaman. Hidup itu kadang perlu beradu, bergejolak, bergesekan. Dari gesekan dan kesulitanlah, sebuah pribadi akan terbentuk mapan..." Rantau 1 Muara hal 12
Kalimat di atas-lah yang saat ini paling tepat saya gunakan sebagai pegangan. Inilah proses hidup saya. Pun dengan yang lainnya, Anda juga. Masalah pasti akan dialami oleh setiap manusia. Dengan masalah maka seseorang akan semakin matang menghadapi masalah nantinya. Saya harus mengubah mindset saya bahwa saya adalah manusia yang paling tak beruntung. Sudah saatnya saya benar-benar move on! Tak hanya di mulut, tapi juga di hati dan diucapkan dengan penuh niat.
"Bismillah, saya move on!"
Setelah saya move on, apakah masalah akan menjauhi saya? Tidak! Masalah lain datang. Skripsi tinggal ACC, surat ijin penelitian saya tidak jelas keberadaannya. Apakah saya galau? Tidak, saya segera move on!
Demak,
23 April 2014
0 komentar:
Posting Komentar