Pertama kali terbiasa menulis di buku diary sejak kelas 3 SD. Siapa lagi kalau bukan Alm. Bapak Sudarno yang mengajari saya untuk terbiasa menulis segala kejadian yang saya alami setiap harinya. Sampai sekarang buku diary itu masih ada. Saya simpan dan ketika saya sedang rindu cerita masa lalu maka saya akan selalu membuka-buka dan membacanya.
Kegiatan membaca ulang buku diary masa lalu itu sangat menyenangkan. Sering kali saya bergumam,
“Ih, saya norak banget ya waktu kecil.”
“Kan harusnya saya nggak seperti itu ya...”
“Hahahaha”
Banyak tawa setiap kali membaca ulang buku diary di masa lalu. Bagi saya sendiri buku diary itu sudah menjadi sahabat setia. Sekalipun buku diary tak pernah bisa memberikan respon atau pendapat setiap kali saya membutuhkan masukan, tapi kalau nggak nulis di buku diary itu rasanya seperti ada yang kurang. Seperti ada rasa lega setelah menulis di buku diary.
Pendapat saya di atas sepaham dengan pendapat Alice D. Domar yang saya lansir dari id.wikipedia.org bahwa menulis buku harian/buku diary adalah sebuah langkah untuk mengungkapkan emosi dan perasaan kita dan membantu kita untuk merawat pikiran kita.
Buku Diary Masa Lalu |
Sayang seribu sayang, kegiatan menulis di buku diary kini mulai saya tinggalkan. Blog ini saja sudah terlampau menjadi diary online. Hihihi. Tapi kalau menulis tangan di buku diary itu rasanya beda. Semua bisa saya ceritakan, kalau di blog ini nggak mau juga-lah ya marah-marah kemudian saya publish di sini. Kasihan yang baca.
Ah, kapan ya terakhir saya menulis di buku diary? Sudah lama banget dan rasanya jari-jari saya cepat capek tiap kali nulis. Saking lamanya tak pernah menulis tangan. Saya akan kembali lagi ke kegiatan ini. Bernostalgia sambil melemaskan jari-jemari. Menulis diary itu menyenangkan.
Kalau Anda kapan terakhir menulis di buku diary? Atau mungkin tak pernah? Manfaat apa yang Anda dapatkan dari kegiatan menulis di buku diary?
0 komentar:
Posting Komentar