Sabtu, 04 September 2010

Bolehkah Zakat Fithri Dengan Uang??

Zakat secara bahasa berarti an namaa’ (tumbuh), az ziyadah (bertambah), ash sholah (perbaikan), menjernihkan sesuatu dan sesuatu yang dikeluarkan dari pemilik untuk menyucikan dirinya.
Fithri sendiri berasal dari kata ifthor, artinya berbuka (tidak berpuasa). Zakat disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut.
Sedangkan menurut istilah, zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.
Hikmah Disyari’atkan Zakat Fithri
Hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah: (1) untuk berkasih sayang dengan orang miskin, yaitu mencukupi mereka agar jangan sampai meminta-minta di hari ‘ied, (2) memberikan rasa suka cita kepada orang miskin supaya mereka pun dapat merasakan gembira di hari ‘ied, dan (3) membersihkan kesalahan orang yang menjalankan puasa akibat kata yang sia-sia dan kata-kata yang kotor yang dilakukan selama berpuasa sebulan.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Hukum Zakat Fithri
Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Bahkan Ishaq bin Rohuyah menyatakan bahwa wajibnya zakat fithri seperti ada ijma’ (kesepakatan ulama) di dalamnya. Bukti dalil dari wajibnya zakat fithri adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.

Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fithri
Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim karena untuk menutupi kekurangan puasa yang diisi dengan perkara sia-sia dan kata-kata kotor, (2) yang mampu mengeluarkan zakat fithri.
Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan) sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ » فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيهِ قَالَ « أَنْ يَكُونَ لَهُ شِبَعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ أَوْ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ
Barangsiapa meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana ukuran mencukupi tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari-semalam. ”

Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar Zakat Fithri?
Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri. Inilah yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i , Alasannya, karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Oleh karena itu, zakat ini dinamakan demikian (disandarkan pada kata fithri) sehingga hukumnya juga disandarkan pada waktu fithri tersebut.
Misalnya, apabila seseorang meninggal satu menit sebelum terbenamnya matahari pada malam hari raya, maka dia tidak punya kewajiban dikeluarkan zakat fithri. Namun, jika ia meninggal satu menit setelah terbenamnya matahari maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat fithri. Begitu juga apabila ada bayi yang lahir setelah tenggelamnya matahari maka tidak wajib dikeluarkan zakat fithri darinya, tetapi dianjurkan sebagaimana terdapat perbuatan dari Utsman bin ‘Affan yang mengeluarkan zakat fithri untuk janin. Namun, jika bayi itu terlahir sebelum matahari terbenam, maka zakat fithri wajib untuk dikeluarkan darinya.
Bentuk Zakat Fithri
Bentuk zakat fithri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa. Namun hal ini diselisihi oleh ulama Hanabilah yang membatasi macam zakat fithri hanya pada dalil (yaitu kurma dan gandum). Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat pertama, tidak dibatasi hanya pada dalil.
Ukuran Zakat Fithri
Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fithri kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’. Dalil dari hal ini adalah hadits Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan bahwa zakat fithri itu seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Dalil lainnya adalah dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,
كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ
Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.” Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg., Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg, sudah dianggap sah. Wallahu a’lam.
Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang?
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya zakat fithri diganti dengan uang.
Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah tidak bolehnya zakat fithri dengan uang sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
Abu Daud mengatakan,
قِيلَ لِأَحْمَدَ وَأَنَا أَسْمَعُ : أُعْطِي دَرَاهِمَ – يَعْنِي فِي صَدَقَةِ الْفِطْرِ – قَالَ : أَخَافُ أَنْ لَا يُجْزِئَهُ خِلَافُ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Abu Tholib berkata berkata bahwa Imam Ahmad berkata padanya,
لَا يُعْطِي قِيمَتَهُ
Tidak boleh menyerahkan zakat fithri dengan uang seharga zakat tersebut.”
Penerima Zakat Fithri
Para ulama berselisih pendapat mengenai siapakah yang berhak diberikan zakat fithri. Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri disalurkan pada 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60. Sedangkan ulama Malikiyah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fithri hanyalah khusus untuk fakir miskin saja. Karena dalam hadits disebutkan,
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Zakat fithri sebagai makanan untuk orang miskin.”
Alasan lainnya dikemukan oleh murid Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Beliau rahimahullah menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi petunjuk bahwa zakat fithri hanya khusus diserahkan pada orang-orang miskin dan beliau sama sekali tidak membagikannya pada 8 golongan penerima zakat satu per satu. Beliau pun tidak memerintahkan untuk menyerahkannya pada 8 golongan tersebut. Juga tidak ada satu orang sahabat pun yang melakukan seperti ini, begitu pula orang-orang setelahnya.”
Waktu Pengeluaran Zakat Fithri
Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar.
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.”
Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
“’Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fithri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri. … Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.”

 Artikel www.muslim.or.id
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog