Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : “Apakah khitan (sunat) bagi wanita itu hukumnya wajib ataukah sunnah yang disukai saja ?”
Jawaban.
Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya dalam satu hadits,anjuran beliau untuk menyunat wanita. Beliau juga memerintahkan wanita yang menyunat untuk tidak berlebihan dalam menyunat. Tapi dalam masalah ini berbeda antara suatu negeri dengan negeri-negeri lainnya.Kadang-kadang dipotong banyak dan kadang-kadang hanya dipotong sedikit saja(ini biasanya terjadi di negeri-negeri yang berhawa dingin). Jadi sekiranya perlu dikhitan dan dipotong, lebih baik di potong. Jika tidak, maka tidak usah di potong. [Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid]
Hukum Khitan Bagi Anak PerempuanPertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya : “Apa hukum khitan bagi anak perempuan, apakah termasuk sunnah atau makruh?”.
Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallalalhu’alaihi wa sallam bahwa sunnah fitrah itu ada lima, di antaranya khitan.Juga berdasarkan riwayat Khalal dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, iaberkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan bagi para wanita” [Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119]
Salahkah Tidak Melakukan Khitan ?Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ : “Saya mendengar khatib di masjid kami berkata di atas mimbar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan khitan bagi para wanita. Kami berkata kepadanya bahwa wanita-wanita di daerah kami tidak dikhitan. Bolehkan seorang wanita tidak melakukan khitan ?”
Jawaban.
Khitan bagi wanita merupakan kehormatan bagi mereka tapi hendaknya tidak berlebihan dalam memotong bagian yang dikhitan, berdasarkan larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima ; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”[Muttafaq Alaih]Hadits ini umum, mencakup lelaki dan perempuan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120]
Sebagian Majalah Menyebutkan Bhawa Mengkhitan Wanita Adalah Kebiasaan Buruk
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Khitan bagi wanita termasuk sunnah ataukah kebiasaan yang buruk ? saya membaca di salah satu majalah bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada kemandulan.Benarkah hal tersebut ?”
Jawaban.
Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan
buruk,dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila berlebihan,bisa saja membahayakan baginya. [Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120]
Hukum Berpesta Pora Dalam Perayaan Khitan
Pertanyaan.
Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : “Apa hukum mengkhitan wanita, dan apa hukum berpesta pora dalam perayaan khitan ?”
Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka.Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan dasarnya sama sekali dalam syari’at Islam yang suci ini. Adapun perasaan senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya, karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
Artinya : “Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih baik dari apa yang mereka kumpulkan” [Yunus : 58]
Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala boleh dilakukan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta 5/123]
[Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 121-123, Darul Haq]
Tambahan Lain Dari Beberapa Ulama Tentang Khitan
Al Mawardi rahimahullah berkata:” Khitan bagi wanita adalah memotong kulit yang berada di atas kemaluanya di atas tempat masuknya zakar seperti biji atau jengger ayam jantan. Dan yang wajib adalah memotong yang lebih darinya tapi tidak sampai ke pangkalnya.”
Khitan wajib bagi pria dan merupakan penghormatan bagiwanita, ini pendapat mayoritas ulama sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni 1/85. Dalam kitab yang sama, beliau rahimahullah menyatakan bahwasanya wanita juga disyaria’atkan khitan (1/86). Imam Ahmad rahimahullah berkata.” Pria lebih keras perintahnya untuk melaksanakan khitan karena pria bila belum khitan kulit itu akan menutupi zakar. Dan wanita lebih ringan dari itu.” Dalam hal pensyariatan khitan bagi wanita, Imam Ahmad membawakan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa salam:
“Jika bertemu dua khitan, wajib mandi.”
Komentar beliau rahimahullah:”Hadits ini menunjukan bahwasanya wanita juga dikhitan.”
(lihat Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud,Ibnul Qayyim rahimahullah hal.64)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (21/114) ketika ditanya apakah wanita dikhitan atau tidak? Beliau menjawab: “Alhamdulillah, ya, mereka juga dikhitan.Khitanya dengan memotong kulit yang paling tinggi yang seperti jengger ayam jantan. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam berkata kepada wanita tukang khitan:
“Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat baginya di hadapan suami.”
Yakni: jangan berlebihan dalam memotongnya sampai habis, karena tujuan khitan bagi pria adalah agar najis tidak tinggal di dalam kulit zakarnya. Dan tujuan bagi wanita agar nafsunya normal.Jika wanita itu tidak dikhitan, nafsu syahwatnya menggebu-gebu�.”
Beliau rahimallah berkata lagi:”Oleh karena itu didapati pada wanita-wanita pelacur dari bangsa Tartar dan wanita eropa apa yang tidak didapati pada wanita kaum muslimin. Tapi jika memotongnya berlebihan,wanita itu akan lemah syahwatnya (frigid) maka tidak
sempurnalah tjuan si suami. Bila dipotong tanpa keterlaluan (normal) tercapailah tujuan tersebut.Wallahu a’lam.”
Bantahan Bagi Pendapat yang Menyatakan Wanita Tidak Dikhitan
Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah bab Sunnanul Fitrah berkata:”Hadits-hadits yang memerintahkan untuk mengkhitan wanita adalah dlaif tidak ada yang shahih sedikitpun.”
Maka Asy-Syaikh Al-Albani hafidhahullah membantahnya:”ini tidak mutlak. Karena ada riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa salam berkata kepada wanita tukang khitan:
“Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat baginya dihadapan suami.”Diriwayatkan oleh Abu Daud,Al-Bazzar,Ath-Thabrani dan lain-lain.Hadits ini memiliki jalan-jalan dan syawahid dari segolongan sahabat.Telah aku takhrij di dalam Ash-Shahihah (2/353-358) dengan luas yang mungkin engkau tidak dapati di tempat lain. Dan di sana juga telah kuterangkan bahwa khitan dikalangan salaf,berbeda dengan pendapat orang yang tidak mengerti tentang atsar.
Termasuk yang menguatkan itu adalah hadits yang masyhur:
“Jika bertemu dua khitan wajib mandi.”(Hadits ini telah ditakhrij dalam Al-Irwa no.80).Untuk lebih jelasnya silahkan merujuk dalam kitab beliau Tamamul Minah.
Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal (3/396) : “Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta’lil (sebab/alasan)”.Maksud perkataan beliau adalah bahwa ada sebagian wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.Wallahu’alam bish-shawwab.Semoga penjelasan diatas bermanfaat bagi ukhti muslimah semua.
***
Sumber bacaan:
1.Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 121-123, Darul Haq
2.Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 110-112 Pustaka
Al-Haura
3.Tamamul Minnah,Koreksi Imiah Terhadap Fiqhus-Sunnah, Syaikh Albani,Pustaka Al-Mubarak.
4.Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : “Apakah khitan (sunat) bagi wanita itu hukumnya wajib ataukah sunnah yang disukai saja ?”
Jawaban.
Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya dalam satu hadits,anjuran beliau untuk menyunat wanita. Beliau juga memerintahkan wanita yang menyunat untuk tidak berlebihan dalam menyunat. Tapi dalam masalah ini berbeda antara suatu negeri dengan negeri-negeri lainnya.Kadang-kadang dipotong banyak dan kadang-kadang hanya dipotong sedikit saja(ini biasanya terjadi di negeri-negeri yang berhawa dingin). Jadi sekiranya perlu dikhitan dan dipotong, lebih baik di potong. Jika tidak, maka tidak usah di potong. [Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid]
Hukum Khitan Bagi Anak PerempuanPertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya : “Apa hukum khitan bagi anak perempuan, apakah termasuk sunnah atau makruh?”.
Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallalalhu’alaihi wa sallam bahwa sunnah fitrah itu ada lima, di antaranya khitan.Juga berdasarkan riwayat Khalal dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, iaberkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan bagi para wanita” [Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119]
Salahkah Tidak Melakukan Khitan ?Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ : “Saya mendengar khatib di masjid kami berkata di atas mimbar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghalalkan khitan bagi para wanita. Kami berkata kepadanya bahwa wanita-wanita di daerah kami tidak dikhitan. Bolehkan seorang wanita tidak melakukan khitan ?”
Jawaban.
Khitan bagi wanita merupakan kehormatan bagi mereka tapi hendaknya tidak berlebihan dalam memotong bagian yang dikhitan, berdasarkan larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima ; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”[Muttafaq Alaih]Hadits ini umum, mencakup lelaki dan perempuan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120]
Sebagian Majalah Menyebutkan Bhawa Mengkhitan Wanita Adalah Kebiasaan Buruk
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Khitan bagi wanita termasuk sunnah ataukah kebiasaan yang buruk ? saya membaca di salah satu majalah bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada kemandulan.Benarkah hal tersebut ?”
Jawaban.
Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan
buruk,dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila berlebihan,bisa saja membahayakan baginya. [Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120]
Hukum Berpesta Pora Dalam Perayaan Khitan
Pertanyaan.
Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : “Apa hukum mengkhitan wanita, dan apa hukum berpesta pora dalam perayaan khitan ?”
Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka.Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan dasarnya sama sekali dalam syari’at Islam yang suci ini. Adapun perasaan senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya, karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
Artinya : “Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih baik dari apa yang mereka kumpulkan” [Yunus : 58]
Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala boleh dilakukan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta 5/123]
[Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 121-123, Darul Haq]
Tambahan Lain Dari Beberapa Ulama Tentang Khitan
Al Mawardi rahimahullah berkata:” Khitan bagi wanita adalah memotong kulit yang berada di atas kemaluanya di atas tempat masuknya zakar seperti biji atau jengger ayam jantan. Dan yang wajib adalah memotong yang lebih darinya tapi tidak sampai ke pangkalnya.”
Khitan wajib bagi pria dan merupakan penghormatan bagiwanita, ini pendapat mayoritas ulama sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni 1/85. Dalam kitab yang sama, beliau rahimahullah menyatakan bahwasanya wanita juga disyaria’atkan khitan (1/86). Imam Ahmad rahimahullah berkata.” Pria lebih keras perintahnya untuk melaksanakan khitan karena pria bila belum khitan kulit itu akan menutupi zakar. Dan wanita lebih ringan dari itu.” Dalam hal pensyariatan khitan bagi wanita, Imam Ahmad membawakan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa salam:
“Jika bertemu dua khitan, wajib mandi.”
Komentar beliau rahimahullah:”Hadits ini menunjukan bahwasanya wanita juga dikhitan.”
(lihat Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud,Ibnul Qayyim rahimahullah hal.64)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (21/114) ketika ditanya apakah wanita dikhitan atau tidak? Beliau menjawab: “Alhamdulillah, ya, mereka juga dikhitan.Khitanya dengan memotong kulit yang paling tinggi yang seperti jengger ayam jantan. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam berkata kepada wanita tukang khitan:
“Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat baginya di hadapan suami.”
Yakni: jangan berlebihan dalam memotongnya sampai habis, karena tujuan khitan bagi pria adalah agar najis tidak tinggal di dalam kulit zakarnya. Dan tujuan bagi wanita agar nafsunya normal.Jika wanita itu tidak dikhitan, nafsu syahwatnya menggebu-gebu�.”
Beliau rahimallah berkata lagi:”Oleh karena itu didapati pada wanita-wanita pelacur dari bangsa Tartar dan wanita eropa apa yang tidak didapati pada wanita kaum muslimin. Tapi jika memotongnya berlebihan,wanita itu akan lemah syahwatnya (frigid) maka tidak
sempurnalah tjuan si suami. Bila dipotong tanpa keterlaluan (normal) tercapailah tujuan tersebut.Wallahu a’lam.”
Bantahan Bagi Pendapat yang Menyatakan Wanita Tidak Dikhitan
Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah bab Sunnanul Fitrah berkata:”Hadits-hadits yang memerintahkan untuk mengkhitan wanita adalah dlaif tidak ada yang shahih sedikitpun.”
Maka Asy-Syaikh Al-Albani hafidhahullah membantahnya:”ini tidak mutlak. Karena ada riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa salam berkata kepada wanita tukang khitan:
“Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat baginya dihadapan suami.”Diriwayatkan oleh Abu Daud,Al-Bazzar,Ath-Thabrani dan lain-lain.Hadits ini memiliki jalan-jalan dan syawahid dari segolongan sahabat.Telah aku takhrij di dalam Ash-Shahihah (2/353-358) dengan luas yang mungkin engkau tidak dapati di tempat lain. Dan di sana juga telah kuterangkan bahwa khitan dikalangan salaf,berbeda dengan pendapat orang yang tidak mengerti tentang atsar.
Termasuk yang menguatkan itu adalah hadits yang masyhur:
“Jika bertemu dua khitan wajib mandi.”(Hadits ini telah ditakhrij dalam Al-Irwa no.80).Untuk lebih jelasnya silahkan merujuk dalam kitab beliau Tamamul Minah.
Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal (3/396) : “Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta’lil (sebab/alasan)”.Maksud perkataan beliau adalah bahwa ada sebagian wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.Wallahu’alam bish-shawwab.Semoga penjelasan diatas bermanfaat bagi ukhti muslimah semua.
***
Sumber bacaan:
1.Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 121-123, Darul Haq
2.Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 110-112 Pustaka
Al-Haura
3.Tamamul Minnah,Koreksi Imiah Terhadap Fiqhus-Sunnah, Syaikh Albani,Pustaka Al-Mubarak.
4.Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid
0 komentar:
Posting Komentar