Senin, 23 Februari 2015

Menghadapi Masalah Bertubi-Tubi

Pernahkah Anda mengalami berbagai masalah yang tidak mengenakan dalam satu hari? Masalah seakan datang secara bertubi-tubi tak ada hentinya. Satu belum selesai, yang lain mengantre. Bagaimana Anda menghadapinya?

Hari ini, masalah bertubi-tubi itu menghampiri saya. Padahal sebelum berangkat sekolah bacaan basmallah tak lupa saya ucapkan. Pun pamitan dengan keluarga. Nasib kali.

Pertama, saya menemukan uang tabungan anak yang ada di meja saya raib. Tak seberapa uangnya, hanya Rp 5.000, tapi ini adalah keteledoran saya. Biasanya kalau saya hendak pergi ke luar kelas dan meninggalkan buku tabungan anak, saya akan memasukkannya ke dalam tas. Apalagi saat istirahat, artinya banyak anak-anak kelas lain bebas masuk kelas saya. Pagi tadi tidak. Saya yakin bukan anak di kelas saya yang mengambilnya, ah sudahlah. Hanya saja saya sudah memberikan kesempatan bagi ‘seseorang’ untuk mengambilnya.


Kedua, teman yang menggunakan jasa pengetikan di tempat saya dengan PD membatalkan pesanannya. Padahal sudah saya print hampir 200 lembar. Tepuk jidat. Saat saya meminta pertanggung jawabannya, dia hanya angkat tangan. Rugi bandar nih. Biaya pengetikan, kertas, tinta semua raib. Waktu!!! Sedih? Pasti.

Ketiga, masih teman yang sama. Saat pulang seperti biasa dia membonceng saya karena arah rumah kami hampir sama. Itupun saya harus mengantarkan sampai gang menuju rumahnya yang artinya jarak ke rumah saya semakin jauh. Tadi saat perjalan pulang ada mobil di depan saya yang tiba-tiba memelankan laju rodanya membuat saya ikut melepaskan tarikan tangan kanan saya sambil mengerem. Karena terlalu kecil gasnya, motor saya mogok di tengah jalan yang sedang macet. Eh, dia tiba-tiba turun dari boncengan. Kemudian meninggalkan saya di tengah jalan dengan kepanikan saya karena berada di tengah jalan. Di depan sana ada mobil yang melawan arus. Bagaimana dan bagaimana yang ada. Tahu dia ngapain? Ke tepi kemudian ikut motor teman yang lainnya. Ya, dia meninggalkan saya dengan motor saya yang ngambek. Sedih? Banget banget banget!

Ya Allah mimpi apa semalam.

Sepanjang perjalan pulang ke rumah, tentunya setelah motor saya mau diajak kompromi, saya hanya ngelus dada dan perut. Istighfar. “Sabar, Dek. Hari apa ini? Kok sial banget!”

Sampai rumah saya langsung makan dan mengambil air wudhu dan sholat. Setelahnya duduk sambil menyandarkan kepala di ranjang. Mengingat-ngingat kejadian yang saya alami tadi.

“Bisa jadi saya pernah mengecewakan orang.”
“Bisa jadi saya pernah meremehkan orang.”
“Bisa jadi saya kurang beramal.”
“Bisa jadi saya kurang bersyukur.”
“Bisa jadi saya terlalu polos.”
“Bisa jadi saya terlalu baik.”
“Atau bisa jadi....bisa jadi...dan bisa jadi...”

Perasaan menyalahkan diri sendiri sampai menyalahkan orang lain muncul dalam hati saya. Tapi untuk apa pula? Saat suami mendengar cerita saya, dia hanya berkomentar, “Jadikan pelajaran. Nanti ada gantinya, belum rezeki umi saja.”

Ya Allah, rasanya malu saja kalau sampai karena kejadian ini saya jadi terpuruk dan menyalahkan diri sendiri. Bukankah berbuat baik itu sudah jadi kewajiban saya sebagai manusia. Jika disalah-gunakan atau disalah-artikan orang lain ya itu urusannya beda lagi. Lagipula, bukankah Allah sudah menjanjikan kemudahan setelah kesulitan ya?
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog