Rabu, 15 Mei 2013

Dai Penyeru Kesesatan

Penyederhanaan masalah dengan menyimpulkan ciri teroris itu adalah orang yang rajin sholat malam, puasa
sunnah, dan hafal quran, sungguh sebuah ungkapan yang overdosis dan kebablasan.

Bagaimana mungkin 3 amalan sunnah -Qiyamul Lail, Shiamun Nahar, Hifzhul Quran -  yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam dan telah menjadi amalan salafunas soleh , direndahkan sedemikian rupa dan dicurigai sebagai embrio lahirnya radikalisme. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

“Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan kecuali dusta”. (Al Kahfi : 5).

Pertarungan antara ahlu haq dan ahlu bathil merupakan sunnatullah yang tetap berjalan, tiada berakhir hingga matahari terbit dari sebelah barat. Hal ini merupakan ujian dan cobaan bagi ahlul haq agar terjadi jihad fi sabilillah dengan lidah, pena, ataupun senjata.

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai”. (At Taubah : 32).

Salah satu senjata pamungkas mereka untuk memadamkan cahaya Allah ialah dengan menjauhkan manusia dari da’i yang berpegang teguh dengan Al Qur-an dan As Sunnah, dan sebaliknya menyeru manusia ke jalan kesesatan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah Ibnul Yaman, dikabarkan akan munculnya para da'i yang menyeru ke pintu-pintu neraka jahannam (du'atun ila abwabi jahannam)

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan  menimpaku.Maka aku bertanya ; Wahai Rosulullah, sebelumnya  kita berada di zaman Jahiliyyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ? Beliau bersabda : Ya, akan tetapi di dalamnya ada dakhanun.

Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, Du’atun ala abwabi jahannam (Para Penyeru ke Pintu-Pintu Neraka Jahannam).

Barang siapa yang mengijabahinya (mengikutinya), maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rosulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita.

Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda :Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. 

Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali menjelaskan bahwa hakikat hadits ini adalah penyingkapan kedok kebatilan dan menyingkap kekejiannya supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa (Sabilul Mujrimin). Hakikat inilah yang dimengerti oleh generasi pertama umat ini-Hudzaifah Ibnul Yaman, radhiyallahu ‘anhu. Maka ia berkata :

 “Manusia bertanya kepada Rosulullah tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, karena khawatir akan terjebak di dalamnya”

Menurut Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali yang dimaksud dengan para penyeru itu adalah dari kalangan kita sendiri, yakni umat Islam. Sesungguhnya penanam racun yang keji dan menjalar di kalangan umat ini tidak lain adalah oknum-oknum dari dalam sendiri.

Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali berpendapat seperti itu dengan mengutip Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36 dalam memaknai sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

“Mereka adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita”

Sedangkan Al-Qabisi menyatakan-seperti dinukil oleh Ibnu Hajar-secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim.

 “Artinya : Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia”. (Riwayat Muslim) 

Syekh Umar Bakri Muhammad mengungkapkan bahwa terdapat orang-orang Islam tetapi mempropagandakan ide-ide bukan Islam. Sifat dan perbuatan jahat orang-orang tersebut sudah tidak terhitung lagi banyaknya,bahkan mereka adalah ancaman paling berbahaya bagi keberadaan kaum muslimin dan kemunculan kembali khilafah, karena mereka adalah “ancaman” yang tidak terlihat (munafik), isyarat Nabawiyah yang paling signifikan tentang kemunculan ‘Para Penyeru ke Pintu-Pintu Neraka Jahannam’ (du’atun ala abwabi jahannam) sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari hadits Mauraq Al Ajali dari Ibnu ‘Umar, Ia berkata, Aku mendengar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda :

“Sesungguhnya akan ada pada umatku tujuh puluh lebih da’i (para penyeru) semuanya mengajak ke Neraka, jika aku mau akan kukabarkan kepada kalian nama-nama dan suku-suku mereka”

Demikianlah nash-nash hadits yang menceritakan kemunculan ‘para penyeru ke pintu-pintu neraka jahannam’ ini. Padahal, Islam telah memerintahkan kaum muslimin untuk menyeru kepada kebaikan (Al-Islam) dan melakukan amar ma’ruf dan hani munkar, bukan sebaliknya.

Disebutkan dalam As-Sunnah ad-Daarimin pada Bab “Umar bin Al-Khattab”, bahwa Umar bin Khattab berkata:

 “Ikatan Islam akan lepas satu demi satu pada diri seseorang muslim jika ia tidak mampu memahami apa itu jahiliah (apa-apa yang tidak diajarkan Islam/kebodohan/kesesatan).”

Dengan demikian, seorang muslim selain perlu mengetahui tanda-tanda kemurtadan (Alaamatu Ar-Riddah) sehingga dia terhindar darinya, juga perlu mengetahui siapa-siapa yang menyeru kepada pintu-pintu neraka jahannam, agar dia tidak ikut terjerumus ke dalamnya. 

Terakhir, mari kita perhatikan peringatan yang diucapkan Imam Az-Dzahabi rahimahulloh : “Sesungguhnya hati-hati ini lemah sedangkan syubhat menyambar-nyambar”.

Nasalullah salamah wal ‘afiah.
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog