Pemerintah Kabupaten Lombok Timur "keok" dalam melawan gugatan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menuntut pencabutan SK Kepala Dinas Dikpora setempat yang membebastugaskan 72 kepala sekolah tanpa dasar hukum yang jelas.
"Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram mengabulkan gugatan tiga orang wakil dari 72 kepala sekolah yang dibebastugaskan karena surat keputusan ditandatangani oleh Kepala Dinas Dikpora, bukan bupati," kata anggota tim kuasa hukum Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI NTB Hijrat Prayitno di Mataram, Jumat.
Selain Hijrat Prayinto, anggota tim kuasa hukum dari LKBH PGRI NTB yang ikut memberikan pendampingan pada sidang putusan atas gugatan puluhan kepala sekolah di Lombok Timur itu adalah Edi Kurniadi dan Cleopatra. Sidang putusan digelar PTUN Mataram pada 7 Juni 2012.
PTUN Mataram membatalkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur Nomor 821/29/Dik.I/2011 tentang Mutasi Pembebasan Pegawai Negeri Sipil (Guru) dari Jabatan Kepala SDN di Lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur.
PTUN Mataram juga membatalkan SK Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur Nomor 821/28/Dik.I/2011 tentang Mutasi Perpindahan Kepala Sekolah Dasar Negeri dan Taman Kanak-Kanak di Lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur.
"SK itu cacat hukum karena ditandatangani oleh kepala dinas. Dalam aturan, yang berhak mengangkat dan memberhentikan aparatur pemerintah adalah bupati," ujarnya.
Atas dasar putusan PTUN Mataram tersebut, kata Hijrat, Pemkab Lombok Timur harus mengembalikan citra, harkat dan martabat para kepala sekolah yang dibebastugaskan sejak Januari 2012.
Pemkab Lombok Timur juga harus membayar penuh tunjangan para kepala sekolah yang dibebastugaskan sekitar lima bulan. Nilai yang harus dibayarkan mencapai Rp800 ribu per orang.
"Bagi kepala sekolah yang menggantikan kepala sekolah sebelumnya harus mengembalikan uang tunjangan yang diterima karena SK pengangkatan mereka batal demi hukum," katanya.
Namun, kata dia, PTUN Mataram memberikan waktu selama 14 hari kepada Pemkab Lombok Timur untuk mengajukan banding ke tingkat PTTUN Surabaya.
"Kalau Pemkab Lombok Timur mengajukan banding dan PTTUN Surabaya menolaknya, tunjangan kepala sekolah yang harus dibayarkan akan lebih tinggi lagi karena masa menunggu putusan bisa berbulan-bulan," ujarnya.
Ketua PGRI NTB H Ali Rahim mengatakan gugatan yang dilayangkan oleh ketiga perwakilan dari 72 kepala sekolah yang dibebastugaskan sebagai bentuk perjuangan atas ketidakcermatan pejabat Dikpora Kabupaten Lombok Timur dalam mengambil kebijakan.
Ketiga perwakilan kepala sekolah yang menggugat yakni Syafruddin, Muhdar, dan Syafruddin. Mereka adalah kepala sekolah dasar di Kabupaten Lombok Timur yang dibebastugaskan menjadi guru biasa.
"PGRI sebagai organisasi perjuangan wajib membela anggotanya yang merasa dirugikan karena kebijakan sepihak. Apalagi ada nuansa politis di balik kebijakan itu," ujarnya.
Ali Rahim berharap dengan dimenangkannya gugatan PGRI NTB melawan Pemkab Lombok Timur itu bisa menjadi koreksi bagi Pemkab lainnya untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang cenderung merugikan tenaga pendidik. (*)
"Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram mengabulkan gugatan tiga orang wakil dari 72 kepala sekolah yang dibebastugaskan karena surat keputusan ditandatangani oleh Kepala Dinas Dikpora, bukan bupati," kata anggota tim kuasa hukum Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI NTB Hijrat Prayitno di Mataram, Jumat.
Selain Hijrat Prayinto, anggota tim kuasa hukum dari LKBH PGRI NTB yang ikut memberikan pendampingan pada sidang putusan atas gugatan puluhan kepala sekolah di Lombok Timur itu adalah Edi Kurniadi dan Cleopatra. Sidang putusan digelar PTUN Mataram pada 7 Juni 2012.
PTUN Mataram membatalkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur Nomor 821/29/Dik.I/2011 tentang Mutasi Pembebasan Pegawai Negeri Sipil (Guru) dari Jabatan Kepala SDN di Lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur.
PTUN Mataram juga membatalkan SK Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur Nomor 821/28/Dik.I/2011 tentang Mutasi Perpindahan Kepala Sekolah Dasar Negeri dan Taman Kanak-Kanak di Lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Lombok Timur.
"SK itu cacat hukum karena ditandatangani oleh kepala dinas. Dalam aturan, yang berhak mengangkat dan memberhentikan aparatur pemerintah adalah bupati," ujarnya.
Atas dasar putusan PTUN Mataram tersebut, kata Hijrat, Pemkab Lombok Timur harus mengembalikan citra, harkat dan martabat para kepala sekolah yang dibebastugaskan sejak Januari 2012.
Pemkab Lombok Timur juga harus membayar penuh tunjangan para kepala sekolah yang dibebastugaskan sekitar lima bulan. Nilai yang harus dibayarkan mencapai Rp800 ribu per orang.
"Bagi kepala sekolah yang menggantikan kepala sekolah sebelumnya harus mengembalikan uang tunjangan yang diterima karena SK pengangkatan mereka batal demi hukum," katanya.
Namun, kata dia, PTUN Mataram memberikan waktu selama 14 hari kepada Pemkab Lombok Timur untuk mengajukan banding ke tingkat PTTUN Surabaya.
"Kalau Pemkab Lombok Timur mengajukan banding dan PTTUN Surabaya menolaknya, tunjangan kepala sekolah yang harus dibayarkan akan lebih tinggi lagi karena masa menunggu putusan bisa berbulan-bulan," ujarnya.
Ketua PGRI NTB H Ali Rahim mengatakan gugatan yang dilayangkan oleh ketiga perwakilan dari 72 kepala sekolah yang dibebastugaskan sebagai bentuk perjuangan atas ketidakcermatan pejabat Dikpora Kabupaten Lombok Timur dalam mengambil kebijakan.
Ketiga perwakilan kepala sekolah yang menggugat yakni Syafruddin, Muhdar, dan Syafruddin. Mereka adalah kepala sekolah dasar di Kabupaten Lombok Timur yang dibebastugaskan menjadi guru biasa.
"PGRI sebagai organisasi perjuangan wajib membela anggotanya yang merasa dirugikan karena kebijakan sepihak. Apalagi ada nuansa politis di balik kebijakan itu," ujarnya.
Ali Rahim berharap dengan dimenangkannya gugatan PGRI NTB melawan Pemkab Lombok Timur itu bisa menjadi koreksi bagi Pemkab lainnya untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang cenderung merugikan tenaga pendidik. (*)
0 komentar:
Posting Komentar