Mereka adalah orang yang mendaku Islam,tapi bersikap skeptis kritis bahkan sinis terhadap Islam, kalo itu dilakukan oleh non muslim , kita sudah maklum. Itulah pilihan dan konsekwensi ketidakpercayaannya terhadap Islam.
Orang yang mengimani Islam sebagai ajaran yang bersumber dari Tuhan Pencipta alam, dengan iman yang mantap, pastilah akan menerima seluruh ajaran Islam tanpa ragu dan siap diatur dengannya. Betapa tidak! Ia tahu persis bagaimana Kesempurnaan Tuhan dan ia sadar betul betapa keterbatasan dirinya, kelemahan pikiran dan perasaannya yang sering keliru dan tertipu. Maka apalagi yang perlu diragukan dan dikritisi, yang perlu diragukan dan dikritisi justru adalah pikiran dan perasaan kita.
Untuk berislam, harus dimulai dan diawali dengan rukun Islam pertama yakni syahadat sebagai suatu pengakuan keimanan sekaligus pernyataan kesiapan untuk mengabdi hanya kepada Allah Rabbul’alamin dengan menjalankan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam. Kenapa demikian? Karena persoalan beragama bukanlah persoalan main-main dan coba-coba, pertimbangan untung-rugi duniawi atau logis-tidak logis (menurut pikiran kita). Urusan beragama adalah urusan pengabdian, ketundukan dan penyerahan diri yang bulat kepada Allah. Mau diapakan kita oleh Allah, “sami’na wa atha’na”, itulah makna pengabdian.
Kasarnya, jangankan syariah Allah itu baik dan benar, salah dan buruk (maha suci Allah dari kesalahan dan kezaliman) sekalipun, mesti kita laksanakan. Karena kita ini hamba-Nya yang tidak berkuasa sedikit pun untuk menolak Keputusan-Nya. Persis seperti ketaatan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang rela menyembelih puteranya (sebelum kemudian diganti dengan domba) karena perintah Allah. Beliau tidak pernah berpikir sedikitpun untuk mempertanyakan perintah Allah yang terkesan keliru dan kejam itu. Tapi ini orang-orang yang lisannya mendaku muslim dan beriman, lantas melontarkan penolakan terhadap ajaran Islam dengan 1001 alasan yang cukup halus dan lihai.
Diantara alasan para lebayralis ini adalah bahwa Islam yang dipahami dan dipraktekkan selama ini adalah Islam menurut pemikiran dan penafsiran manusia. Jadi bisa dikritisi, diutak-utik, diperbaharui bahkan dikoreksi. Jawabannya mudah saja. Apakah anda lebih percaya dan tenteram dengan pikiran dan penafsiran anda dan orang-orang semacam anda sendiri? Mengapa anda lebih memilih penafsiran orang-orang yang miskin iman dan faqir taqwa, ketimbang para ulama yang berpegang dengan dalil-dalil yang shahih, memiliki metodologi ilmiah islamiah yang konsisten, sangat hati-hati dalam berfatwa, dan memiliki mekanisme kontrol dan koreksi terhadap sesama ahli ilmu? Yang waras-waras sajalah!
Diantara alasan mereka lagi adalah pemahaman dan pengamalan para sahabat dan ulama salaf(terdahulu) itu cocok untuk kondisi dan situasi ketika itu. Sedang sejarah dan peradaban manusia terus berubah dan berkembang, diperlukan penafsiran dan pembaharuan yang terus-menerus sesuai dengan zamannya. Jawabannya pun sebenarnya mudah saja :
Astrologi, feng shui, paranormal, dll sudah ada sejak zaman dahulu kala, mengapa manusia modern yang katanya serba rasional masih mempelajari dan menggunakannya? Lantas, apakah konsep tawakkal dan doa kepada Allah Rabbul’alamin sudah tidak relevan? Pakai otak dong!
Barter, mungkin adalah sistem perdagangan yang paling antik. Apakah sudah tidak berlaku sekarang? Bahkan institusi pemerintah pun masih menggunakannya. Pemerintah Indonesia dan Rusia pernah barter. Kenapa banyak orang sok tahu yang melecehkan gagasan penggunaan mata uang emas dan perak sebagai alat tukar yang lebih islami?
Model pemerintahan dengan sistem kerajaan (kepala negara dipilih dari garis keturunan) masih berlaku hingga sekarang. Bahkan model penguasa imperialis yang ingin menjajah dan menjarah dunia masih mewarnai sepak terjang negara sekelas Amerika. Dari sudut pandang mana pula para islamphobi menertawakan sistem khilafah sebagai sistem pemerintahan alternatif untuk peradaban akhir zaman?
Untuk membuat tafsir Quran dan syarah Hadits ala lebayralis, orang tidak perlu belajar sama sekali! Modalnya cukup mengerti bahasa Indonesia dan punya sedikit keberanian (baca: kekurang-ajaran) untuk berpikiran ngawur. Tidak perlu belajar bertahun-tahun bahasa Arab, ushul fiqh, musthalah hadits,asbabunnuzul, asbabul wurudl, menelaah kitab-kitab salaf dan bermulazamah dengan para ulama. Yang penting adalah bagaimana agar Islam itu enak didengar dan enteng dikerjakan, masuk di akal orang-orang yang mendewakan akal dan menyenangkan hati orang-orang yang telanjur kepincut dengan dunia.
Yahudi; suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, anda setuju atau tidak, adalah sebuah agama ultra rasialis, super eksklusif. Salah satu kepercayaan dasar mereka (termaktub dalam protokolat zionis) adalah bahwa bangsa Yahudi adalah manusia pilihan Tuhan, selain mereka adalah binatang tunggangan Yahudi. Ideologi itulah yang melecut dan memotivasi mereka untuk mengobok-obok dan mengangkangi dunia dengan kejeniusan mereka. Itulah yang terjadi hingga sekarang!
Nah, apa salahnya Islam memproklamirkan diri kepada ummat manusia sebagai satu-satunya agama samawi terakhir yang disyariatkan oleh Tuhan? Siapa yang masuk Islam akan masuk surga sedang yang menolak Islam padahal sudah mendengar dakwah Islam, akan menjadi penghuni neraka. Kendati demikian, mereka tetap dipergauli dengan baik di dunia (toleransi) selama mereka tidak memusuhi ummat Islam. Mengapa ummat Islam dipaksa-paksa menerima paham pluralisme yang kufur itu?
Sejujurnya para lebayralis ini adalah orang yang ‘cerdas’ hanya saja mereka punya kebiasaan buruk, yakni suka ‘teler’, jadi jangan heran kalau mereka suka mengeracau bak seorang peminum khamr yang berusaha melukiskan “sensasi rasa” dari “barang najis” yang sedang diminumnya. Dia seolah-olah berusaha meyakinkan orang-orang yang belum pernah mereguknya sembari menertawakan mereka dan berkata: “enak, gila!”
Wallohua'lam bis showab
Padang Nan Tacinto, 20 September 2011
_____________
Sumber dari sini
0 komentar:
Posting Komentar