Kamis, 12 Juli 2012

Bersiap Menyambut Ramadhan

Bulan Ramadhan tak lama lagi tiba di hadapan kita. Bulan yang dinantikan oleh umat muslim di segala
penjuru dunia. Bulan yang penuh dengan warna ibadah dan ketaatan; puasa, tilawah al-Qur’an, sholat malam, majelis ilmu, nasehat, sedekah, dan kepedulian kepada orang-orang yang membutuhkan. Inilah salah satu bukti keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, Aku telah cukupkan bagi kalian nikmat-Ku, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.”(QS. al-Maa’idah: 3)

Bulan Ramadhan adalah bagian dari perjalanan waktu yang Allah ciptakan bagi hamba-hamba-Nya. Agar mereka memanfaatkannya untuk taat kepada-Nya dan menjauhi langkah-langkah setan yang terus berupaya untuk mengelabui dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)

Puasa Ramadhan adalah bagian dari keimanan. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Shahihnya dengan judul "Bab. Puasa Ramadhan karena mengharapkan pahala adalah bagian dari keimanan" dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Lezatnya Ketaatan
Seorang hamba yang menyadari bahwa Allah adalah sesembahan-Nya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul-Nya tentu akan merasakan lezatnya ketaatan dalam beribadah dan tunduk kepada syari’at-Nya. Dia tidak akan merasa berat atau sempit tatkala harus menunaikan perintah Rabb alam semesta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-’Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman atau perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian mereka masih memiliki pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)

Mengiringi Amal Salih Dengan Keikhlasan
Puasa Ramadhan adalah amal salih yang sangat utama. Bahkan ia termasuk rukun islam. Sementara amal salih tidak akan bernilai di sisi Allah jika tidak diiringi dengan keikhlasan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. al-Kahfi: 110)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu dinilai dengan niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia peroleh atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)

Melandasi Amalan Puasa Dengan Takwa
Takwa adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Thalq bin Habibrahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah. Dan kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut terhadap hukuman Allah.”

Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga. Lebih daripada itu, puasa adalah ketundukan seorang hamba terhadap Rabb yang telah menciptakan dan mengaruniakan segala macam nikmat kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia. Sembahlah Rabb kalian, yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, berupa ucapan dan perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ibadah memiliki tiga pondasi amalan hati, yaitu cinta, harap, dan takut. Seorang hamba yang beribadah kepada Allah harus menyertakan ketiga hal ini dalam setiap ibadah yang dilakukannya. Beribadah kepada Allah dengan cinta saja adalah kekeliruan kaum Sufi. Beribadah kepada Allah dengan harap saja adalah kekeliruan kaum Murji’ah. Dan beribadah kepada Allah dengan takut saja adalah kekeliruan kaum Khawarij. Oleh sebab itu ketiga hal ini harus ada di dalam hati seorang hamba tatkala beribadah kepada-Nya.

Ibadah seperti inilah yang akan diterima oleh Allah. Allah ta’ala berfirman tentang ibadah kurban (yang artinya), “Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya ataupun darahnya, akan tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dari kalian.” (QS. al-Hajj: 37).

Menjalankan Puasa Dengan Sunnah Nabi-Nya
Ibadah kepada Allah tidak akan diterima jika tidak sesuai dengan syari’at-Nya. Dan tidaklah Allah mensyari’atkan kecuali melalui perantara Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan termasuk bagian darinya maka ia pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha). Dalam riwayat Muslim juga disebutkan,“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka ia pasti tertolak.”

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Rasul sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa saja yang dibawa oleh Rasul maka ambillah, dan apa saja yang dilarang olehnya maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul itu setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya, dan kelak Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah sepakat, bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya suatu tuntunan (hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkannya dengan alasan mengikuti pendapat seseorang.” Imam Ahmadrahimahullah juga menegaskan, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya dia berada di tepi jurang kehancuran.”

Mengharapkan Pahala dan Ampunan dari-Nya
Pahala dari Allah dan ampunan-Nya adalah sesuatu yang amat dibutuhkan oleh seorang hamba. Sementara pahala dan ampunan itu Allah peruntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya lelaki dan perempuan yang muslim, lelaki dan perempuan yang mukmin, lelaki dan perempuan yang taat, lelaki dan perempuan yang jujur, lelaki dan perempuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyu’, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang menjaga kemaluannya, lelaki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah. Allah sediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)

Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah yang menghapuskan dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat lima waktu. Jum’at yang satu dengan jum’at berikutnya. Ramadhan yang satu dengan Ramadhan berikutnya. Itu semua adalah penghapus dosa-dosa, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Untuk itu, semestinya seorang hamba yang menyadari bahwa dosa yang telah dilakukannya adalah musibah dan bencana bagi kehidupannya untuk segera bertaubat dan kembali kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bertaubatlah kepada Allah kalian semua, wahai orang-orang yang beriman. Mudah-mudahan kalian menjadi orang yang beruntung.” (QS. an-Nur: 31). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan hendaklah kalian memohon ampunan kepada kepada Rabb kalian lalu bertaubatlah kepada-Nya.” (QS. Hud: 3)

Bulan Ramadhan tak lama lagi datang. Alangkah malang diri kita jika bulan yang penuh berkah ini berlalu begitu saja tanpa curahan ampunan dan pahala dari-Nya. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia ini, melarutkan kita dalam kelezatan beribadah dan bermunajat kepada-Nya, menangisi dosa dan kesalahan kita. Ya Allah Ya Rabbi, pertemukanlah kami dengannya…




______________________

  
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog