Kamis, 14 Februari 2013

STRUKTUR DAN FUNGSI SASTRA LISAN BUNITO MOPO’OLULI DAN POTOLI’ANGO BAGI MASYRAKAT GORONTALO (Suatu Kajian Strukturalisme)


Oleh
Sunarto H. Yusuf

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak : struktur dan fungsi sastra lisan bunito ‘mopo’oluli’ dan potoli’ango. Artinya, bunito ini memiliki struktur berbentuk batin dan lahir. Struktur batin meliputi (1) tema; (2) rasa; (3) nada; (4) amanat, sedangkan pembahasan struktur lahir meliputi (1) diksi; (2) imaji; (3) kata nyata; (4) majas; (5) ritme dan rima. Fungsi dalam sastra lisan bunito ini meliputi tiga fungsi yakni (1) fungsi sistem proyeksi; (2) fungsi pengesahan budaya; (3) fungsi didaktis.

Kata Kunci: Struktur, Fungsi, Sastra Lisan, dan Bunito
Sastra terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair, dan seloka. Novel, cerpen, puisi, dan drama, adalah jenis sastra yang berbentuk tertulis.
Di daerah Gorontalo terdapat sastra yang berupa sastra daerah Gorontalo misalnya di bidang puisi, terdapat bentuk pantungi, bunito, tuja’i, palebohu, leningo, dan taleningo. Di bidang prosa meliputi tanggomo, piilu, dan wungguli.
Sastra daerah yang telah disebutkan terdahulu merupakan sastra lisan daerah, karena penyebarannya secara lisan dari mulut ke mulut dan sifatnya anonim. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan diri pada salah satu sastra lisan tersebut yaitu bunito.
Bunito adalah salah satu ragam sastra lisan Gorontalo yang berwujud mantra. Pada pelaksanaannya bunito dapat dibagi beberapa jenis sesuai dengan keperluan penuturan bunito. Di antaranya bunito yang digunakan untuk mengobati orang sakit disebut bunito mopo’oluli, sedangkan bunito yang digunakan untuk menarik kasih sayang dari orang lain disebut bunito potoli’ango.
Oleh karena sastra lisan bunito berhubungan dengan hal-hal magis, maka sebagian masyarakat Gorontalo menganggap bunito itu bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini berakibat pada eksistensi sastra lisan bunito yang semakin lama semakin jarang digunakan. Masyarakat Gorontalo yang masih meyakini dan percaya akan khasiat bunito itu adalah masyarakat yang mengerti dan memahami manfaat bonito itu sendiri.
Walaupun sastra lisan bonito bersifat magis, bukan berarti bunito identik dengan santet atau jampi-jampi. Istilah santet atau jampi-jampi oleh masyarakat Gorontalo dikenal dengan istilah opo-opo atau dooti. Sastra lisan bonito berbeda dengan jenis santet atau dooti. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari dua hal utama, yaitu tujuan pelaksanaan dan prosesinya. Pertama, sastra lisan bonito digunakan dengan tujuan positif, yaitu untuk mengobati atau untuk disayangi orang lain, seperti jenis yang diteliti ini. Sementara santet bertujuan negatif, yaitu untuk mengguna-guna atau mencelakakan orang lain. Kedua, sastra lisan bonito tidak membutuhkan persiapan yang terlalu rumit dalam prosesinya. Peralatan yang dibutuhkan pun cukup sederhana, hanya berupa air yang dilafalkan mantranya. Sementara santet membutuhkan persiapan yang banyak, misalnya dupa dan tempatnya pun harus khusus.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang struktur dan fungsi sastra lisan bunito. Sebagai tindak lanjut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dimaksud. Penelitian ini difokuskan pada jenis bunito Mopo’luli dan Potila’ango, yang diformulasikan menjadi, “Struktur dan Fungsi Sastra Lisan Bunito Mopoluli dan Potoli’ango bagi Masyarakat Gorontalo”.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan struktur dan fungsi sastra lisan bunito. Sumber data penelitian ini dapat diperoleh dari informan atau penutur dan bunito itu sendiri. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan teknik wawancara dan perekem. Artinya, peneliti menemui informan untuk diwawancarai yang menyangkut permasalahan di dalam penelitiannya, setelah peneliti melakukan atau mencatat hasil wawancara dari informan, maka peneliti merekam hasil wawancara dengan menggunakan tape recorder.


HASIL PENELITIAN
Sebelum dipaparkan hasil penelitian tentang struktur dan fungsi bunito mopo’oluli dan bunito potoli’ango, terlebih dahulu diuraikan pengertian kedua istilah tersebut seperti berikut ini.

PENGERTIAN BUNITO MOPO’OLULI
Bunito mopo’oluli adalah termasuk bunito yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati dan meyembuhkan orang sakit atau si penderita dari penyakitnya. Dari segi penutur lain mengatakan bahwa bunito ‘Mopo’oluli’ yang diucapkan oleh pencerita dalam situasi setengah sadar.
Mopo’oluli bentuk dasarnya luli ‘sembuh’, mendapat awalan mopo- menjadi mopo’oluli yang berarti akan menyembuhkan. Sesuai pelaksanaan sastra lisan bunito mopo’oluli ini, dapat pula diartikan sebagai mengobati atau menyembuhkan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa sastra lisan bunito mopo’oluli adalah bunito yang bertujuan untuk mengobati, menyembuhkan atau penyembuhan dalam penyakit.
Awalnya orang yang menguasai bunito mopo’oluli ini adalah para dukun yang lebih dulu menerima warisan dari nenek moyang atau leluhur. Orang yang akan diberikan atau menerima harus memenuhi beberapa syarat agar bunito ini bisa dikuasai. Syarat tersebut adalah rendah hati, tidak sombong, tidak selalu memamerkan kepada orang lain.
Berikut ini jenis lafal bunito mopo’oluli, yang sempat direkam oleh peneliti:
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja maula raja maula
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Toki loki ketuk loki (kata loki berarti luka)
Toba toki loki toba (lubang besar) toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
Mohimbota toki loki menutup toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
loki mohimbota luka menutup

Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

PENGERTIAN BUNITO POTOLI’ANGO
Bunito potoli’ango ini termasuk bunito yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menarik rasa simpati, rasa sayang dan saling menyayangi. Bunito ini juga sangat berperan ketika berada di daerah perantauan untuk memperoleh kasih sayang dari orang.
Potoli’ango berasal dari kata toli’ango yang berarti ‘sayang’. Kata toli’ango mendapat awalan po- menjadi potoli’ango yang berarti akan disayangi. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan sastra lisan bunito potoli’ango itu, dapat diartikan pula sebagai menyayangi. Bunito potoli’ango adalah jenis bunito yang bertujuan untuk membangkitkan rasa kasih sayang dari orang lain.
Umumnya bunito potoli’ango ini sering digunakan oleh para dukun, dan orang yang sering berpergian jauh atau berkelana. Orang yang akan diberi bunito potoli’ango ini harus memenuhi beberapa syarat, yakni tidak gegabah, ria, angkuh, sombong dan selalu memamerkan kelebihannya.
Berikut ini jenis lafal bunito potoli’ango yang sempat direkam oleh peneliti.

Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam
(sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga
To wa’u wohiya Di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu Bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu
Wonu ja wohiyamu Kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu Di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu Berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

PEMBAHASAN
Ada dua hal yang dibahas dalam bagian ini, yakni struktur dan fungsi bunito mopo’oluli dan bunito potoli’ango.

STRUKTUR BATIN BUNITO MOPO’OLULI
Bunito mopo’oluli memiliki struktur, sama halnya dengan ragam sastra lisan yang lainnya. Struktur bunito mopo’oluli dapat dilihat dari dua hal, yakni struktur lahir dan struktur batin

TEMA
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja maula raja maula
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Toki loki ketuk loki (kata loki berarti luka)
Toba toki loki toba (lubang besar) toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
Mohimbota toki loki menutup toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
loki mohimbota luka menutup
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur
Apabila dibaca dengan penuh penghayatan, maka terasa penekanan kata yang bersifat permohonan, sehingga setelah membacanya dapat diketahui dominasi pokok atau inti sari puisi ini adalah bermohon kepada zat pemberi pertolongan (Allah SWT).
Kata bermohon bisa diartikan bahwa segala yang berbentuk permintaan melalui kepercayaan dalam pengobatan akan dikabulkan oleh Allah SWT. Permohonan ini dilakukan pada saat mengobati orang sakit.

RASA (feeling)
Dalam bunito mopo’oluli di atas, unsur rasa (feeling) yang tampak adalah rasa penyerahan diri, rasa yakin, Masing-masing rasa tersebut akan diuraikan di bawah ini.
Rasa penyerahan diri, tercermin pada bait pertama yang berharap kepada Allah kiranya penyakit atau rasa sakit yang diderita oleh si penderita akan sembuh dan kembali seperti semula. Dalam pelaksanaan penyembuhan atau pengobatan senantiasa penyerahan diri diutamakan, sebab dari penyerahan diri itu dapat melahirkan kepercayaan dan keyakinan bahwa penyakit atau rasa sakit akan sembuh ketika pelaksanaan telah selesai.
Kata penyerahan diri bisa diartikan bahwa si penutur berserah diri agar beroleh pertolongan dari Allah SWT melalui untaian kata-kata dalam bonito.
Keyakinan yang mendalam terdapat pada baris ketiga bunito yang dikemukakan oleh dukun atau pelakasana bunito. Penutur meyakini bahwa Allah menolong menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien/penderita, berkat ke Maha kuasaan yang pencipta. Berikut bagian bunito yang mengandung rasa keyakinan penutur, yakni baris ketiga pada bait di bawah ini.
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja mula raja mula (Allah)
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Rasa yakin yang diungkapkan oleh penutur kepada Maha Zat Penolong dan pemberi kesembuhan untuk mengabulkan dan menerima permintaannya.
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Bentuk keyakinan terdapat pada kata Waja kaawasa. Waja berarti magnet. Magnet di sini dapat diartikan sebagai kekuatan gaib atau tenaga dalam sehingga kekuatan tersebut dapat menarik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh si penderita sakit.
Kata “kaawasa” di atas dapat pula diartikan sebagai kekuasaan. Artinya, kekuasaan dari Allah melalui bunito dalam melakukan penyembuhan, sehingga segala bentuk dan jenis penyakit dapat diatasi melalui tuturan bunito tersebut.

NADA (tone)
Unsur nada yang ditemukan dalam bunito Mopo’oluli adalah nada pengharapan, nada optimis.
Nada pengharapan itu muncul karena adanya sebuah harapan dalam pelaksanaan penyembuhan dalam suatu penyakit atau rasa sakit yang diderita oleh si penderita, sehingga begitu dibacakan bunito penyakitpun akan sembuh.
Nada pengharapan yang ada pada bunito Mopo’oluli sebagaimana yang terdapat pada contoh kutipan berikut.
Toki loki ketuk loki (kata loki berarti luka)
Toba toki loki toba (lubang besar) toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
Mohimbota toki loki menutup toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
loki mohimbota luka menutup


Kata toki loki “ketuk luka” beridentik dengan awal mula masuk, masuk di sini bukan berarti memasuki rumah tetapi awal memasuki untuk mengobati. Artinya, pada saat penutur atau dukun memulai membacakan bunito, maka langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah menyentuh luka atau bagian-bagian tubuh yang menjadi sasaran pengobatan, sehingga pada saat dukun melakukan penyentuhan maka nampak sebuah harapan untuk sembuh.
Kata toba loki “lubang luka” lebih beridentik pada sebuah luka yang sangat dalam dan besar (berlubang besar). Pada saat penutur atau dukun mengetuk/menyentuh luka tersebut maka dengan membacakan bunito maka luka yang berlubang besar itu sudah sembuh dan merapat kembali. Wujud dari harapan yang berkaitan dengan bunito tersebut ada pada cara dukun dalam mengobati.
Kata mohimbota “menutup” dan loki mohimbota “luka menutup” sebagai ladasan utama yang berwujud harapan yang sangat diharapkan oleh seorang dukun. Karena dari penutur sudah membacakan bunito, menyentuh bagian badan yang luka dan langkah yang terakhir adalah menutup luka dengan membacakan bunito tersebut.
Nada optimis yang ada pada bunito Mopo’oluli sebagaimana yang terdapat pada contoh kutipan berikut.
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Sebagai wujud dari nada optimis, pada bunito Mopo’oluli terdapat pada kata waja kaawasa dan tapu mootitapu. Artinya, pada saat dukun atau penutur dalam melaksanakan pembacaan bunito, nampak keyakinannya terhadap bunito tersebut ketika dibacakan maka sembuh.
Kata waja kaawasa dan tapu mootitapu merupakan landasan utama seorang dukun untuk melahirkan keyakinan dalam penyembuhan.
Waja kaawasa diartikan sebagai kekuatan keyakinan yang bertahta dalam penyembuhan, sebab dalam kata waja tersebut mengandung kekuatan penarik atau daya magis, sedangkan kata tapu mootitapu adalah daging yang kembali menjadi daging. Artinya, sesuatu yang berhubungan dengan penciptaan tetap akan kembali ke asal mula.
Kata tapu mootitapu di sini adalah sebuah daging, di mana daging yang awalnya sudah terpisah akan dikembalikan ke asalnya semula. Keterkaitannya dengan bunito tersebut, maka dukun atau penutur melakukan keahliannya untuk menggunakan bunito ini, agar luka yang berlubang maupun daging yang sudah terpisah akan kembali merapat atau menutup kembali dengan bunito. Sebagai wujud dari keyakinan seorang dukun atau penutur ketika membacakan bunito.

AMANAT (intention)
Setiap karya sastra tidak pernah hadir dalam keadaan kosong. Selamanya karya sastra mengandung tujuan atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembacanya. Dengan tujuan ini, penyair ingin mendidik pembaca (didaktis), memberikan suasana keagamaan (religius), serta memberikan informasi pandangan hidup secara filsafat (filosofis) (Tuloli. dkk, 1987: 24).
Contoh amanat yang terkadung dalam bunito Mopo’oluli sebagai berikut.
Melalui bunito Mopo’oluli, penutur sebenarnya ingin mengajarkan dan mengajak kepada kita senantiasa selalu percaya dan yakin kekuasaan Allah SWT, sebab segala penyakit dan obatnya hanya semata-mata dari Allah Maha Zat penolong dan penyembuh bukan dari manusia, manusia hanyalah sebagai mediasi dan penyalur kesembuhan.
Maksud dari uraian di atas adalah janganlah sekali-sekali kita sebagai manusia selalu congkak dan sombong, karena setiap penyakit dan obat itu hanya datang-Nya dari Allah SWT.



STRUKTUR LAHIR BUNITO MOPO’OLULI
DIKSI
Berikut adalah contoh diksi dalam bunito Mopo’oluli
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Kata urat terdapat pada bait ketiga baris ketiga, berkonotosi dengan segala kekuatan dan bertumpuknya tenaga manusia. Urat sering juga dijadikan sebagai tumpuan kekuatan maupun tenaga, sehingga manusia merasa berkekuatan dan bertenaga.
Sebagai kebiasaan orang memiliki kelebihan dalam penguasaan ilmu atau yang mempunyai kelebihan dalam kekutan ilmu mengobati maupun menyembuhkan, sering beranggapan bahwa dirinya sangat hebat dan mampu melakukan sesuai apa yang dikhendakinya.
Kata daging dalam bunito Mopo’oluli ini dapat diartikan sebagai jasad yang seutuhnya. Kata jasad dapat diartikan pula sebagai tubuh yang dilapisi oleh kulit, sedangkan peran kulit adalah sebagai pembungkus dari segala tubuh manusia, sehingga manusia merasa nyaman dan aman dari gangguan luar yang dapat mengotori dan melukai tubuhnya pada bagian dalam.
Kata darah dalam bunito Mopo’oluli ini dapat diartikan sebagai asal-usul manusia, di mana kejadian dan proses penciptaan manusia diciptakan oleh Allah SWT dari segumpal darah. Hal ini sesuai Firman Allah dalam Surah Al- A’alaq ayat 2 yang artinya “ Dia (Allah) yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
Dari uraian di atas, dapat pula diartikan bahwa segala sesuatu aktivitas yang terjadi pada diri manusia entah itu dalam bentuk disengaja maupun tidak disengaja, sehingga dapat melukai bagian dari tubuh maupun badan.
Terkait dengan hal bunito Mopo’oluli ini, kebanyakan orang sering melakukan aktivitasnya dalam pekerjaan, tanpa disadari bagian dari tubuh dan badannya terpisah atau luka yang sudah parah, maka jalan satu-satunya adalah mendatangi dukun untuk mengobati luka tersebut.
Oleh karena asalnya manusia dari segumpal darah, dan segala sesuatu akan kembali pada asalnya, maka dengan keahlian dan kepintarannya dukun melakukan penyembuhan dengan cara mengembalikan luka merapat kembali dengan jasad. Hal ini pula dapat diartika bahwa, segala yang berkaitan dengan darah tetap akan kembali menjadi darah, dengan darah pula manusia dapat bergerak sehingga darah menduduki fungsi sebagai penggerak utama dalam jasad atau diri manusia.

IMAJI/CITRAAN
Sebagai contoh, imaji penglihatan dalam bunito Mopo’oluli berikut ini.
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja maula raja maula
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Kata dan kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan keterlibatan organ atau indra mata. Penutur seolah-olah melihat cahaya (nur kesembuhan), di mana cahaya itu membawa kesembuhan terhadap si penderita, sehingga penderitaan sakit akan sembuh melalui pengobatan.
Kata cahaya dapat diartikan pula sebagai bentuk keyakinan pertolongan Allah kepada penutur dan pasien dalam melakukan prosesi pengobatan. Artinya, pada saat sebelum dukun melakukan penyembuhan dia hanya meminta agar si penderita meyakini dengan pertolongan Allah SWT melalui bunito tersebut.


Contoh imaji gerak
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja mula raja mula (Allah)
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Toki loki ketuk loki (luka besar)
Toba toki loki toba (berbentuk lubang) ketuk loki (luka besar)
Mohimbota toki loki menutup kembali ketuk loki (luka besar)
Pali mohimbota luka menutup

Wiji kaawasa wiji (berbentuk magnet/dayakekuatan dalam) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Kata yang dicetak tebal di atas adalah gerakan dalam pelaksanaan prosesi pengobatan dan penyembuhan yang dapat diartikan sebagai suatu gerakan yang berhubungan dengan cara dukun dalam mengobati. Sebagai contoh, disalah satu anggota badan yang menjadi pusat diobati adalah luka yang terletak pada bagian kaki atau tangan, sehingga dengan cara menyentuh dukun dapat mengobati dan membacakan bunito tersebut pada luka yang dimaksud.
Contoh imaji badan
Assalamu alaikum popohuwalingo Assalamu alaikum dikembalikan
Raja mula raja mula (Allah)
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Toki loki ketuk loki (luka besar)
Toba toki loki toba (berbentuk lubang) ketuk loki (luka besar)
Mohimbota toki loki menutup kembali ketuk loki (luka besar)
Loki mohimbota luka menutup

Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/kekuatan dalam) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Kata yang bercetak tebal di atas lebih beridentik dengan fisik manusia, di mana tempat atau objek yang akan dijadikan sasaran untuk diobati. Kata daging, urat dan darah merupakan bagian dari organ tubuh manusia. Ketiga hal tersebut menjadi dasar utama alat penggerak dalam organ tubuh, tanpa ketiga hal tersebut manusia tidak bisa bergerak, tidak bertenaga dan berkekuatan.

KATA NYATA (the concrete word)
Pada kata nga’ami nuru “semua cahaya (nur kesembuhan)” terdapat kata nyata nga’ami nuru “semua cahaya” yang mendukung hadirnya imaji penglihatan.
Kata nga’ami nuru berkaitan dengan sesuatu hal yang gaib dan hanya bisa dilihat nyata oleh penutur atau dukun dengan mata hati atau lebih dikenal dengan istilah sukma, ketika penutur menuturkan atau melafazkan bunito. Dengan demikian penutur atau dukun lebih sempurna melakukan pelaksanaan/prosesi pengobatan dalam penyembuhan sakit atau penyakit.

MAJAS (figurative language)
Dalam bunito Mopo’oluli ini terdapat majas klimaks, dan majas simbolik.
Majas klimaks adalah jenis gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menghebat. Dalam bunito Mopo’oluli ini, gaya bahasa klimaks tampak pada bait berikut di bawah ini.
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Ditinjau dari segi klimaks, bunito Mopo’oluli ini terdapat kata-kata yang menyatakan semakin lama makin menghebat, seperti yang telah dicontohkan pada kutipan bunito Mopo’oluli di atas. Namun, bila dikaji lebih mendalam kata waja bukan berarti waja sejenis benda magnet, tapi kata waja di atas diartikan sebagai kekuatan pelekat yang bersarang di dalam hati, sehingga dengan kekuatan tersebut dapat melahirkan kepercayaan bahwa setiap rasa sakit, penyakit maupun penderitaan yang diderita oleh si penderita akan ditarik melalui kekuatan tersebut.
Majas simbolik yang terdapat pada bunito Mopo’oluli ini dapat dilihat dari kutipan bunito di bawah ini.
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja maula raja maula
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Kata yang bergaris miring dan tebal di atas merupakan wujud dari majas simbolik. Kata nga’ami nuru “semua cahaya” bukan berarti kata nuru adalah cahaya atau sinar, tetapi kata nuru dapat diartikan sebagai sebuah rahmat atau hidayah kesembuhan dalam mengobati, di antaranya mengobati dan menyembuhkan luka yang berlubang.
Kata nga’ami nuru “semua cahaya” merupakan sebuah harapan dan keyakinan dari dukun atau penutur dalam penyembuhan penyakit atau rasa sakit yang diderita oleh si penderita.

RITME DAN RIMA (Rhythm and Rime)
Berikut ini contoh rima atau persajakan dalam bunito “Mopo’oluli”. Bunito “Mopo’oluli ” adalah salah satu dari bunito yang ada di Gorontalo. Bunito “Mopo’oluli ” masih diwarnai bentuk puisi lama karena masih didominasi oleh keterikatan dengn rima kembar a-a-b-b. Perhatikan bait berikut.
Assalamu alaikum Popohuwalingo Assalamu alaikum kukembalikan
Raja maula raja maula
Nga’ami nuru semua cahaya (nur kesembuhan)
Wanu lindidu mopotulidu bila urat sudah diluruskan

Toki loki ketuk loki (kata loki berarti luka)
Toba toki loki toba (lubang besar) toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
Mohimbota toki loki menutup toki (ketuk) loki (kata loki berarti luka)
loki mohimbota luka menutup
Waja kaawasa waja (berbentuk magnet/waja) yang berkuasa
Tapu mootitaapu daging menjadi (kembali asal) daging
Liindiidu moopotuliidu urat yang meluruskan
Duhu moopotiduluhu darah yang mengatur

Pada bait pertama terjadi pengulangan bunyi vokal u pada baris ke-3 dan ke-4, hanya saja pada baris pertama dan kedua tidak mengalami pengulangan bunyi. Demikian pula yang terjadi pada bait ke-2, hanya saja terjadi pengulangan vokal i pada baris ke-1, ke-2 dan baris ke-3, sedangkan pada baris keempat tidak mengalami pengulangan vokal a.

STRUKTUR BATIN BUNITO POTOLI’ANGO
TEMA
Sebagai contoh, perhatikan struktur Bunito Potoli’ango
Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga
To wa’u wohiya Di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu Bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu
Wonu ja wohiyamu Kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu Di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu Berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Apabila dibaca dengan penuh penghayatan, maka terasa penekanan kata yang bersifat kepasrahan atau berserah diri, sehingga setelah membacanya dapat diketahui dominasi pokok atau inti sari puisi ini adalah pasrah kepada seseorang.

RASA (feeling)
Dalam bunito “Potoli’ango” di atas, unsur rasa (feeling) yang tampak adalah rasa percaya diri, rasa takjim, rasa takjub. Masing-masing rasa akan diuraikan sebagai berikut:
Rasa percaya diri adalah rasa kepercayaan akan kemampuan diri sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat. Rasa percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan aktualitas diri. Dengan percaya diri orang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri.
Orang yang percaya diri, ia memiliki keimanan (kepercayaan) yang mendalam untuk di masa depan mereka dan dapat menilai kemampuan mereka secara akurat. Mereka juga memiliki pengertian umum kendali dalam hidup mereka dan mereka percaya bahwa, mereka akan dapat melakukan apa yang mereka inginkan, rencana dan berharap, tidak peduli apa hambatan yang akan datang.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa setiap orang khususnya penutur harus memiliki keimanan (kepercayaan) yang sangat kuat, sehingga dalam melakukan sesuatu akan terbukti dan mempunyai hasil.
Rasa percaya diri, tercermin pada bait pertama, baris pertama dan baris kedua di bawah ini, yang percaya akan dirinya mampu untuk menciptakan dan membuat diri orang lain untuk menyayanginya.
Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga

Kata tumuato tumoodu merupakan wujud utama dari bunito Potoli’ango. Karena, sebelum perasaan timbul maka yang pertama akan kita lakukan adalah melahirkan sebuah rasa, sehingga apa yang kita lakukan akan melalui dari rasa.
Kata to putu lowolodu merupakan sebuah wujud hadirnya dari tumuato tumoodu.
Takzim adalah sikap hormat kepada Allah SWT. Takzim merupakan buah dari dua pengetahuan, yaitu pengetahuan serta penghayatan atas kebesaran Allah dan kesadaran akan kehinaan dan keterbatasan diri kita sebagai makhluk.
Rasa takjim, tercermin pada bait pertama baris ketiga, dan keempat di bawah ini.
Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga

Kata Assalamu alaikum di bunito Potoli’ango ini bukan berarti atau dapat diartikan sebagai rasa ungkapan sikap hormat kepada Allah SWT, akan tetapi rasa takjim yang timbul dari seseorang yang dituju atau ke orang lain yang menjadi sasaran.
Bila dikaji lebih mendalam, kata assalamu alaikum di bunito Potoli’ango ini merupakan rasa yang timbul dari seorang penutur kepada orang lain, sehingga begitu mengucapkan salam semuanya akan terbuka hati dan memperoleh sambutan dari orang lain.
Sedangkan kata Alaikum salam merupakan rasa yang paling mendalam yang timbul dari perasaan orang lain ketika penutur menuturkan bunito tersebut. Dengan kata lain, Alaikum salam juga dapat diartikan sebagai ungkapan hormat balasan dari seseorang yang telah dijadikan sasaran bunito tersebut, sehingga perasaannya semakin segan, hormat dan khidmat terhadap si penutur.
Rasa yang terakhir adalah rasa takjub.
Kata takjub beridentik dengan kagum; heran (akan kehebatan, keindahan, keelokan seseorang atau sesuatu). Dalam bunito Potoli’ango ini rasa takjub dan kagum yang timbul dari seorang penutur kepada keelokan seseorang. Biasanya sebelum membangkitkan rasa takjub itu diawali dengan melahirkan perasaan dengan cara memandang, sehingga dengan sendirinya perasaan akan timbul ketika selesai memandang.
Rasa takjub, tercermin pada bait kedua baris ketiga, dan keempat di bawah ini.
To wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu
Wonu ja wohiyamu Kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu Di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu Berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Kata wa’u wohiya to tibawa lo matomu bukan diartikan sebagai orang atau manusia di berikan di bawah mata, tetapi hanya sebagai ungkapan rasa takjub akan kehebatannya seorang penutur atau dukun untuk melakukan keahliannya di dalam menaklukkan seseorang yang menjadi sasarannya.
Kata Wonu ja wohiyamu mengandung sebuah niat. Niat di sini dapat diartikan sebagai kehendak atau maksud hati atau maksud dan tujuan suatu perbuatan. Biasanya orang menyimpan perasaan ketika ia melihat yang indah, elok, cantik, maupun kehebatan, akan melahirkan sebuah niat (maksud dan tujuan hati) ingin memiliki atau memperoleh hasil dari niatnya itu.
Kata To tibawa lo matomu hanya sebuah ungkapan rasa kagum untuk mendukung hadirnya sebuah niat.

NADA (tone)
Unsur nada yang ditemukan dalam Bunito “Potoli’ango” adalah nada serius (sungguh-sungguh), dan belas kasih.
Nada serius atau sungguh-sungguh merupakan wujud nada yang sangat menonjol pada setiap bait pada keseluruhan puisi ini. Perhatikan salah satu bait puisi berikut.
Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga


Kata serius atau sungguh-sungguh merupakan salah satu bentuk wujud nyata yang harus dimiliki oleh setiap dukun, sebab tanpa keseriusan di dalam pembacaan bunito maupun pelaksanaan penyembuhan dan pengobatan maka akan sia-sia. Ketika penutur mengawali membaca bunito tersebut, maka akan nampak dan timbul keseriusan.
Nada belas kasih yang dicetak tebal terdapat pada bait kedua baris keempat di bawah ini sebagai berikut.
To wa’u wohiya Di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu Bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu


Kata wa’u wohiya to tibawa lo matomu “Berikan saya di bawah matamu” bukan berarti seseorang di pandang hanya dengan bawah mata, tetapi merendahkan hati ketika melihatnya.
Kata to tibawa lo matomu dapat diartikan juga sebagai suatu pandangan ketika kita memandang ke bawah. Bila kita sedang memandang ke bawah, maka posisi kita semacam dalam keadaan menyerah, menghormati, dan menghargai. Apabila kita melihat secara seksama, posisi orang seperti itu akan nampak dari lubuk hati sebuah rasa sayang yang sangat mendalam.
Dalam bunito ini, kata wa’u wohiya to tibawa lo matomu adalah merupakan tujuan utama dari penutur untuk meluluhkan perasaan atau rasa seseorang, sehingga dengan membacakan bunito tersebut orang itu menjadi luluh, sayang, kasih, dan cinta.


AMANAT ATAU TUJUAN, MAKSUD (intention)
Contoh amanat yang terkandung dalam bunito Potoli’ango adalah sebagai berikut.
Melalaui Bunito “Potoli’ango” ini, penutur hendak ingin mengajarkan dan mengajak untuk senantiasa saling menyayangi dan janganlah saling merendahkan orang lain.

STRUKTUR LAHIR BUNITO POTOLI’ANGO
DIKSI (diction)
Kata tumuato tumoodu “melahirkan dan menimbulkan” pada bait I baris pertama, berkonotasi dengan segala sesuatu kunci awal bermulanya kasih dan sayang dari orang lain, sehingga begitu dilafazkan akan melahirkan rasa kasihan dari orang lain.

IMAJI (Imagery)
Dalam bunito Potoli’ango ini hanya terdapat imaji penglihatan (visual imagery), imaji perabaan (auditory imagery), dan imaji gerak (kinaesthetic).
Sebagai contoh, imaji penglihatan dalam bunito “ Potoli’ango” berikut ini.
Tumuato tumoodu melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum keselamatan atas kamu
Alaikum salam keselamatan atas kamu juga
To wa’u wohiya di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu berikan saya di bawah matamu

Wonu ja wohiyamu kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Kata yang dicetak tebal di atas merupakan salah satu wujud penglihatan dari seorang dukun, sebab hanya dengan kekuatan dalam penglihatan seperti itu dia bisa melakukan apa saja yang berkenaan dengan perasaan manusia.
Kata penglihatan di atas dapat diartikan bahwa, sesuatu yang berhubungan dengan penglihatan ini bukan berkaitan dengan kedua mata, tetapi mata di sini adalah mata hati atau batin, sehingga dukun dapat melihat tembus alam perasaan si penderita. Umumnya, jantung lebih dekat dengan perasaan atau hati manusia, sehingga dukun merasa gampang dan enteng untuk menjelajahi alam hati dan perasaan orang lain melalui perantaraan bunito.
Contoh imaji perabaan
Tumuato tumoodu melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum keselamatan atas kamu
Alaikum salam keselamatan atas kamu juga

To wa’u wohiya di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu berikan saya di bawah matamu
Wonu ja wohiyamu kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Kata to putu lowolodu, merupakan wujud hadirnya perabaan. Kata perabaan di sini bukan berarti sebagai perabaan melalui tangan, tetapi perabaan melalui hati atau perasaan. Dalam hal perabaan ini, dukun dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain melalui pembacaan bunito ini, sehingga orang yang menjadi objek atau pusat perhatian akan mengalami perubahan dan merasakan sayang kepada orang yang membacakan bunito tersebut.
Bila dikaji lebih mendalam lagi, kata putu berarti hati. Kebanyakan orang menyukai atau ingin memiliki sesuatu harus berdasarkan melalui hati, bila tidak mempunyai hati, maka tujuan maupun impian tidak akan tercapai. Terkait dengan bunito ini, dukun melakukan atau membacakan bunito kepada orang yang menyimpan perasaan yang bertujuan baik maupun buruk, sehingga pada saat dukun membacakannya, orang tersebut akan merasakan perasaannya yang sesuai maksud dan tujuan dari bonito yang diinginkan oleh si dukun tersebut.
Contoh imaji gerak
Tumuato tumoodu melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum keselamatan atas kamu
Alaikum salam keselamatan atas kamu juga

To wa’u wohiya di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu berikan saya di bawah matamu

Wonu ja wohiyamu kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)
Mawohiya to dolomo hilamu berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Dalam pelaksanaan bunito ini, sangat membutuhkan keahlian dari seorang dukun untuk lebih jeli dan lihai dalam gerak-gerik seseorang yang menjadi sasaran. Kata yang bergaris miring dan tebal di atas, yaitu kata “mawohiya to dolomo hilamu” adalah kunci utama dari bunito ini. Mengapa? Karena, inti sari dari bunito potoli’ango ini adalah terdapat pada hati yang sangat mendalam. Terkait dengan hal bunito ini, hati yang menjadi sasaran dukun untuk melakukan bunito ini.
Kata mawohiya to dolomo hilamu dapat diartikan bahwa, ketika dukun atau penutur membacakan bunito potoli’ango ini kepada orang yang dituju akan merasakan sesuatu getaran yang terjadi di dalam hati sesuai yang diinginkan oleh dukun atau penutur, sehingga orang yang dituju akan berubah dan merasakan sesuai keinginan yang menuturkan bunito tersebut. Dalam hal bonito potoli’ango ini, wujud dari imaji gerak terletak pada hati yang mendalam. Ketika hati telah bergerak, maka nampak hasil dari bunito tersebut.

KATA NYATA (The Concrete Word)
Pada kata to wa’u wohiya to tibawa lo matomu “di saat saya memberikan di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)” terdapat kata nyata to wa’u wohiya to tibawa lo matomu yang mendukung hadirnya imaji penglihatan.

MAJAS (Figurative Language)
Dalam bunito Potoli’ango ini hanya terdapat majas klimaks.
Majas klimaks adalah jenis gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama makin menghebat. Dalam bunito Potoli’ango ini, gaya bahasa klimaks tampak pada bait berikut.
Bibito matomu Bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu
Wonu ja wohiyamu Kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu Di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam)

Kata Bibito matomu (bergerak di matamu) di atas dinyatakan hanya sebagai batas gerakan pada mata saja, padahal dilihat secara langsung fungsi mata hanya bisa melihat-lihat, tapi yang dimaksud dengan melihat di sini adalah yang berkaitan dengan penglihatan secara gaib/yang tersembunyi, hanya bisa dilihat dan dipandang melalui alam sukma dan hanya bisa dilakukan oleh manusia tertentu yang dapat melihat, seperti dukun yang mempunyai ahli di bidang tersebut.
Apabila dikaji secara mendalam, kata bibito matomu tidak dapat berekspresi sebagaimana halnya yang dikatakan sebagai gerakan seperti uraian di atas. Tetapi, dalam bunito Potoli’ango ini yang hanya merasakan itu adalah seorang dukun yang bersangkutan. Dalam konteks pelaksanaan atau prosesi pengobatan maupun penyembuhan sangat membutuhkan peran aktif seorang dukun dalam melakukan tugasnya untuk mengobati.

RITME DAN RIMA (Rhythm and Rime)
Berikut contoh rima atau persajakan dalam bunito “Potoli’ango”. Bunito “Potoli’ango” merupakan salah satu dari sekian banyak bunito yang ada di Gorontalo. Bunito “Potoli’ango” masih diwarnai bentuk puisi lama karena masih didominasi oleh keterikatan sajak yaitu sajak berpeluk a-a-b-b. Perhatikan bait berikut di bawah ini.
Tumuato tumoodu Melahirkan/menimbulkan
To putu lowolodu Di hati yang mendalam (sanubari/naluri)
Assalamu alaikum Keselamatan atas kamu
Alaikum salam Keselamatan atas kamu juga

To wa’u wohiya Di saat saya memberikan
To tibawa lo matomu di bawah matamu (mata dan hati yang mendalam)
Bibito matomu Bergerak di matamu
wa’u wohiya to tibawa lo matomu Berikan saya di bawah matamu

Wonu ja wohiyamu Kalau engkau tidak memberikan
To tibawa lo matomu Di bawah matamu ( mata dan hati yang mendalam) Mawohiya to dolomo hilamu Berikan di dalam hatimu (rasa suka yang sangat mendalam)

Pada bait pertama terjadi pengulangan bunyi vokal u pada baris ke-1 dan ke-2, dan pengulangan bunyi vokal i pada baris ke-3 dan ke-4. Demikian pula yang terjadi pada bait ke-2, hanya saja terjadi pengulangan vokal u pada baris ke-2, ke-3 dan baris ke-4, sedangkan pada baris pertama tidak mengalami pengulangan vokal a.




FUNGSI
FUNGSI BUNITO MOPO’OLULI DAN POTOLI’ANGO
FUNGSI SISTEM PROYEKSI
Masyarakat Gorontalo adalah suku yang memiliki tradisi lisan yang ada pada semua aspek kehidupan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena suku bangsa ini tidak memiliki aksara tersendiri. Karena ketidakadaan aksaranya, maka yang berkembang adalah tradisi lisan. Penyampaian pesan dari orang ke orang, atau dari satu generasi ke generasi atau dari mulut ke mulut selanjutnya selalu dalam bentuk lisan.
Suku bangsa Gorontalo baru mengenal aksara setelah bersentuhan dengan dunia luar, khususnya Arab orontalo adalah suku yang memiliki tradisi lisan (Islam). Persentuhan Gorontalo dengan dunia Arab (Islam) menjadikan Agama Islam sebagai agama mayoritas suku bangsa ini. Bukan hanya agama yang dianut, akan tetapi aksara yang dipakai kitab suci Umat Islam (Al Qur’an) ikut diambil sebagai aksara. Aksara Arab yang di-Gorontalo-kan tetap disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Gorontalo.
Ritual budaya (baca: tradisi lisan), belum semua tergilas oleh arus globalisasi. Masih banyak daerah, khususnya Gorontalo yang masih mempertahankan tradisi-tradisi lisan. Tradisi lisan Gorontalo terdapat dalam semua siklus hidupnya, termasuk dalam upacara adat di gorontalo.

FUNGSI PENGESAHAN BUDAYA
Umumnya masyarakat dan budaya merupakan dua hal yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan kelompok bermasyarakat yang tidak berbudaya maupun tidak ada budaya yang lahir tanpa ada masyarakat. Sehingga budaya secara umum dapat diartikan sebagai karya cipta manusia yang dilaksanakan secara sadar.
Pelaksanaan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango lahir dari kalangan masyarakat yang tentu semua dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri. Sebagai tradisi masyarakat Gorontalo, Mopo’oluli dan Potoli’ango merupakan warisan dari leluhur yang diwariskan secara turun temurun hingga saat ini masih tetap. Dengan pelaksanaan secara turun temurun maupun terus menurus maka bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango tidak akan punah maupun hilang. Namun semua ini tergantung dari sikap masyarakat, bagaimana untuk mempertahankan dan meleastarikan kebiasaan atau tradisi pelaksanaan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango merupakan salah satu pemerkaya budaya daerah Gorontalo.

FUNGSI DIDAKTIS
Pelaksanaan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango dapat memberikan nilai-nilai didik terutama terhadap pemakai atau penutur bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan seorang penutur dalam melaksanakan prosesi pengobatan dan menyembuhkan orang sakit. Selain itu dalam diri seorang dukun atau seorang penutur bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango akan tampak sikap yang terpuji.
Sikap terpuji dalam pelaksanaan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango ini yang dimaksud sebagai fungsi pemberi nilai-nilai didik, seperti memiliki sikap keberanian, optimis, percaya diri, mempunyai semangat kerja yang giat, tidak pernah merasa cemas, memiliki rasa tanggung jawab dalam arti mampu menanggung segala resiko yang akan dihadapinya ketika ia menggunakan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango.

FUNGSI MAGIS
Kepercayaan masyarakat Gorontalo dulu hingga sampai sekarang masih mempercayai terhadap hal-hal yang gaib seperti mantra. Oleh karena bunito masih termasuk sejenis mantra, maka masyarakat Gorontalo khususnya masih mempercayai keberadaan kekuatan gaib yang berwujud dalam bunito. Oleh karena bunito ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap kekuatan gaib, maka sekarang ini bunito adalah ungkapan yang mirip dengan mantra yang disampaikan oleh orang yang sudah kesurupan dalam rangka mengobati orang sakit atau dalam rangka menolak bala, dan untuk mengobati orang sakit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Bunito mengandung arti pesan, nasihat atau petuah. Bunito berhubungan dengan hal-hal yang mengandung dan berbentuk magis, yang disampaikan oleh penutur melalui dari mulut ke mulut.
Struktur bunito mengandung pokok atau tema dan amanat. Tema bunito yang paling menonjol adalah permohonan. Permohonan di dalamnya mencakup berbagai aspek yang lebih berorientasi pada pertolongan Allah SWT. Selain itu juga, bunito memiliki struktur pembangun puisi di antaranya adalah sturktur batin dan struktur lahir.
Untuk mewujudkan hal yang terkandung dalam ide penutur agar berkenan pada pendengar digunakan kata-kata konkrit dalam berbagai imaji seperti : imaji penglihatan, imaji gerak, dan imaji badan.
Irama bunito terjadi oleh adanya perulangan kata dan suku kata yang lembut dan mendatar.
Adapun bahasa yang dipergunakan untuk membentuk puisi bunito diambil dari kata-kata bahasa Gorontalo lama dan kata-kata bahasa Gorontalo sekarang. Untuk memberi kesan khusus kepada pendengar, dipergunakan beberapa jenis gaya bahasa seperti : klimaks, repetisi, dan simbolik.
Adapun bahasa yang dipergunakan untuk membentuk puisi bunito diambil dari kata-kata bahasa Gorontalo lama dan kata-kata bahasa Gorontalo sekarang. Untuk memberi kesan khusus kepada pendengar, dipergunakan beberapa jenis gaya bahasa seperti : klimaks, repetisi, dan simbolik.
Berdasarkan kajian strukturalisme, bunito mempunyai fungsi. Bunito berfungsi sebagai alat sistem proyeksi, alat pengingat pesan untuk menyampaikan pesan seseorang secara lisan, berfungsi sebagai alat pengesahan budaya.

Saran
Berdasarkan beberapa simpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
Sastra lisan bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango merupakan salah satu unsur budaya daerah perlu dilestarikan. Untuk itu diperlukan penelitian yang lebih meluas lagi sehingga segala bentuk aspek sastra lisan ini dapat terungkap.
Sastra lisan sebagai suatu tradisi bagi masyarakat Gorontalo, bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango perlu terus dilestarikan dan kembangkan agar dapat menambah khazanah budaya daerah, khususnya pada sastra lisan.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, penelitian lebih lanjut tentang bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango ini perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi agar semua lebih tampak jelas bahwa bunito Mopo’oluli dan Potoli’ango merupakan salah satu sastra lisan yang perlu dikembangkan lebih lanjut.






DAFTAR PUSTAKA

Baruadi, Moh. Karmin. 2004. “Telaah Semiotik Puisi Gorontalo Bernilai Magis”. Dalam Jurnal Kemitraan Bahasa dan Sastra Vol. 3 Nomor 1 Maret 2004.
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra (dari Struktuturalisme Genetik Post-Mordenisme).. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Harianto dan Evi novianti. 2004. Mantra Muar Wanyek (Analisis struktur Fungsi).Jakarta: Pusat Bahasa.
Hinta, Ellyana. 2005. Tinilo Pa’ita Naskah Puisi Gorontalo (Sebuah Kajian Filologis). Jakarta: Djambatan.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan : Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.
Iswanto. 2001. “Penelitian Sastra dalam Perspektif Strukturalism`e Genetik”. Dalam Jabrohim (Ed) Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
Kasim, Mince Musa. 1989. Puisi Sastra Lisan Daerah Gorontalo
Kuta Ratna, Nyoman. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah University Press.
Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung; Angkasa
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra (Analisis Sturktur Puisi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugono. 2003. Buku Praktik Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa
Teeuw.A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya.
Tuloli, Nani. 1995. Khazanah Sastra Lisan. Gorontalo: Nurul Jannah.
Umar, Fatmah AR. 2011. Ideologi Tujaqi. Gorontalo: Ideas Publishing
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Zaidan, Abdul Rozak. 2002. Pedoman Penelitian Sastra Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa.
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog