Senin, 30 Juni 2014

Pentingnya Konfirmasi

“Seharusnya kamu SMS beliau dulu kalau nggak jadi bertemu. Jadi, ada tembunge.”
“Hehehe.”
“Kalau dosenku pasti sudah kena semprot.”
“Tadi aku juga disemprot, tapi nggak terlalu juga sih. Namanya juga lupa, mau diapain lagi.”

Itu sepenggal obrolan saya bersama teman saat saya menceritakan kalau saya baru saja kena semprot dosen penguji sidang skripsi saya. Ceritanya saya bertanya kepada beliau hari Senin bisa bertemu pukul berapa dan beliau menyanggupi pukul 08.00 WIB. Tanpa diduga motor saya dipinjam kondangan sampai sore, saya pun tak jadi ke kampus dan sibuk nyelesaikan pekerjaan rumah dan nge-print kerjaan. Awalnya saya  berpikir, saya SMS dosen nggak ya, ah nanti, ah bentar lagi, alhasil deh, saya lupa SMS dosen saya untuk memberi tahu bahwa saya tidak bisa ke kampus sesuai janji saya.

Ah, besok ke kampus sambil minta maaf.

“Kamu itu bagaimana? Kan janjinya datang hari Senin kok baru ke sini hari ini (Selasa).” kata dosen penguji saya sambil sedikit marah.

Kata teman saya itu memang benar. Pantas kalau dosen penguji saya marah. Alangkah baiknya saya bisa meluangkan waktu untuk mengkonfirmasikan kabar bahwa saya tidak bisa ke kampus. Berapa lama sih ketik SMS? Berapa rupiah pula biaya SMS?

Rasa-rasanya setelah kejadian tersebut saya tahu kalau saya memang yang salah. Keadaan lupa tak lagi bisa ditolerir. Mungkin ini hanya perkara sepele tapi ini berkaitan dengan tata krama. Saya juga tidak boleh minta selalu dingertiin, “ah, paling si itu juga tahu kalau saya begini. Ah, si itu tahu lah mungkin begono...”. Betapa kecewanya mereka dengan sikap saya. Egois sekali ya.

Karma itu tak lama. Saya bersikap seperti itu dengan dosen (meskipun dengan embel-embel lupa), gantian ibu dan abi yang bersikap seperti itu kepada saya. Hasilnya? Saya sangat kecewa. Bukankah ini buah dari sikap saya sendiri?

Tak mau lagi menyepelekan perkara ini. Pernahkah Anda merasakannya?

Taksonomi Bloom (Taksonomi Tujuan Pembelajarn Menurut Bloom)


Bagi rekan-rekan yang berprofesi sebagai pendidik pasti kenal dengan taksonomi Bloom. (Benyamin Bloom) mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar siswa berdasarkan tiga ranah yakni
Ranah KOGNITIF, PSIKOMOTOR dan AFEKTIF

·         Ranah kognitif : kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran
·         Ranah psikomotor : kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan; kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik.
·         Ranah afektif : berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek.
Ranah Kognitif (menurut taksonomi Bloom) : pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis(C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
Ø  Pada tingkat pengetahuan: peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. (Soal pengetahuan : soal yang menuntut jawaban yang berdasarkan hafalan)
Ø  Pada tingkat pemahaman: peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep.
Ø  Pada tingkat aplikasi: peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru.
Ø  Pada tingkat analisis: peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab dan akibat.
Ø  Pada tingkat sintesis: peserta didik dituntut menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mengsintesiskan pengetahuan.
Ø  Pada tingkat evaluasi: peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di dalamnya melakukan judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Taksonomi tujuan pengajaran pada kawasan afektif dikategorikan dalam lima jenis kategori yang menurut W. Gulo (2002: 66) yaitu: (1) Penerimaan, (2) Tanggapan, (3) Penilaian, (4) Pengelolaan, dan (5) Penghayatan (karakterisasi).

1. Penerimaan, meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu masalah, situasi, gejala, nilai, dan keyakinan.

2. Tanggapan, berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat.

3. Penilaian, berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tertentu.

4. Pengelolaan, meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai.

5. Penghayatan (karakterisasi), keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Taksonomi pembelajaran terhadap ranah psikomotorik secara garis besar dibedakan kedalam 4 tahap, yaitu: 1. Meniru, 2. Memanipulasi, 3. Pengalamiahan, 4. Artikulasi
Ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan manual fisik (skills) dan kemampuan bertindak individu. Harrow (Syambasri Munaf, 2001) mengembangkan ranah psikomotor dengan enam jenjang, yaitu:
Gerakan refleks, gerakan yang tidak disadari.
Keterampilan gerakan-gerakan dasar, yaitu gerakan yang menuntut kepada keterampilan yang sifatnya kompleks.
Kemampuan perseptual, termasuk membedakan visual, auditif, motoris.
Kemampuan dalam bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
Gerakan-gerakan skill,mulai dari keterampilan sederhana sampai kompleks.
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.



 Salam Berbagi ilmu
 semoga bermanfaat :)

KUMPULAN MAKALAH PSIKOLOGI ANAK LENGKAP TERBARU



PSIKOLOGI OLAHRAGA DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR

           
PENDAHULUAN
            Psikologi secara umum mengkaji mengenai jiwa dan nilai-nilainya bagi manusia. Psikologi memiliki objek kajian yang harus diselidiki yaitu gejala-gejala kejiwaan dari tingkah laku dan pengalaman manusia, sehingga memperoleh pemahaman terkait dengan gejala-gejala tingkah laku tersebut. Psikologi olahraga tumbuh dan berkembang menjadi cabang dari ilmu psikologi, karena ada gejala-gejala khusus yang perlu dijadikan objek studi ilmu psikologi. Jadi psikologi olahraga merupakan ilmu terapan yaitu ilmu psikologi yang diterapkan pada anak dalam situasi olahraga.
Olahraga kompetitif memiliki makna sebagai fenomena global yang mencakup wilayah kajianluas, sehingga banyak pihak memandang olahraga sebagai perilaku gerak manusia yang bersifat universal. Salah satu kajian dalam makalah ini adalah kajian dari aspek psikologis. Dalam olahraga kompetitif anak harus menampilkan perilaku gerak secara harmonis antara raga dan jiwanya. Oleh karena itu olahraga sebagai aktivitas gerak yang dimunculkan dalam bentuk tingkah laku tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek psikologis yang mendasarinya.
Aspek-aspek psikologis berupa struktur dan fungsi-fungsi kepribadian yang diselidiki dalam olahraga seperti motivasi, emosi, kepercayaan diri, disiplin, ketegangan, kecemasan, agresifitas, pembinaan kelompok, dan interaksi sosial. Aspek-aspek tersebut memegang peranan penting untuk mencapai prestasi maksimal. Aspek-aspek psikologis tidak dengan sendirinya tumbuh dan berkembang dalam diri anak, tetapi aspek tersebut perlu dibina dan dikembangkan melalui teknik dan metode latihan keterampilan psikologis.
 Mengapa psikologi olahraga perlu dipahami oleh pelatih, ada beberapa tujuan mempelajari psikologi olahraga, yaitu:
1.Tujuan eksplanatif, yaitu memahami dan menjelaskan tingkah laku dan pengalaman manusia berolahraga. Pada hakikatnya semua tindakan dan perbuatan yang tampak tidak terlepas dari sikap yang tidak tampak yang didorong oleh banyak faktor psikologis.
2.Tujuan prediktif, yaitu meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam olahraga, sehingga lebih siap dalam menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi.
3.Tujuan control, yaitu mengendalikan gejala-gejala tingkah laku dalam olahraga yang bisa menjurus ke hal-hal yang tidak menguntungkan perkembangan anak. Pelatih kalau perlu mengadakan tindakan perlakuan untuk menanggulangi gejala-gejala yang bisa berakibat negatif terhadap penampilannya. Ini sangat memerlukan data akurat, kesimpulan yang tepat, dan penguasaan teknik dan metoda latihan keterampilan psikologis yang diperlukan.
     Psikologi memiliki peranan penting sesuai tujuan-tujuan tersebut. Terkait dengan tujuan eksplanatif, psikologi olahraga dapat memperdalam dan mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan tingkah laku dan pengalaman dalam olahraga (misalnya timbulnya motivasi; terjadinya perubahan motivasi pada anak; stabilitas emosional; kematangan emosional; ketahanan mental dan latihan mental; masalah stress; masalah kecemasan; terjadinya frustrasi; upaya-upaya rileksasi; serta hubungannya dengan tindakan agresif dan sebagainya).
     Terkait dengan tujuan prediksi, psikologi olahraga perlu dikembangkan dengan penelitian-penelitian, sehingga dapat meramalkan kemungkinan gejala-gejala yang dapat terjadi dalam olahraga (misalnya akibat stress terhadap anak dengan sifat-sifat kepribadian yang berbeda; gejala-gejala psikologis pada anak yang mengalami kegagalan berkali-kali dan sebagainya).
     Terkait dengan tujuan control, psikologi olahraga perlu ditunjang dengan teknik pengumpulan data, dan pemahaman gejala psikologis, serta penguasaan teknik atau metode perlakuan untuk menghindarkan akibat-akibat negatif. (misalnya kemungkinan terjadinya kecemasan dan frustrasi dan upaya untuk mengatasinya; merosotnya motivasi berlatih atau bertanding bagaimana upaya untuk menumbuhkannya; gejala over confidence bagaimana mengatasinya; timbulnya prasangka buruk dalam tim yang mengakibatkan hubungan tim tidak harmonis; serta usaha untuk mengatasinya).
     Dengan demikian maka manfaat pelatih mempelajari psikologi olahraga adalah sebagai  berikut:
1.  Untuk memahami gejala-gejala psikologis yang terjadi pada diri anak.
2.  Untuk memahami faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi peningkatan atau merosotnya prestasi anak.
3.  Untuk mempelajari kemungkinan penerapan teori-teori psikologi olahraga dalam usaha pembinaan mental anak.
4.  Untuk mempelajari hasil-hasil penelitian psikologi olahraga, sebagai bahan banding serta kemungkinan penerapannya dalam pelatihan olahraga.


PENGERTIAN PSIKOLOGI OLAHRAGA
Psikologi olahraga merupakan ilmu terapan yaitu ilmu psikologi yang diterapkan pada anak dalam situasi olahraga. Selain itu psikologi olahraga merupakan sebuah bidang kajian yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam settingolahraga,baik pada penampilan indvidual maupun tim yang ditandai oleh sejumlah interaksi dengan individu lain dan situasi-situasi eksternal yang menstimulasinya. Dengan demikian, psikologi olahraga tidak hanya memfokuskan pada satu aspek penampilan saja, melainkan pada faktor-faktor pribadi dan sosial. Hal ini sesuai dengan hakekat manusia sebagai mahkluk yang hidup dalam kesatuan antara jiwa dan raga, serta sosial dan individual.
                                            
PENDEKATAN MEMPELAJARI PSIKOLOGI OLAHRAGA
Untuk memahami gejala-gejala psikologis dalam olahraga, perlu ada beberapa pendekatan:
a.  Pendekatan Individual
Pendekatan individual menerapkan psikologi olahraga didasarkan pada pandangan dan fakta bahwa setiap individu berbeda dari yang lain, baik dalam bakat, motif, sikap, emosi, yang menyebabkan individu berperilaku atau memilih aktivitas berbeda dari individu lainnya. Perbedaan tuntutan setiap cabang olahraga, baik dalam tuntutan kondisi fisik, keuletan, semangat kompetisi, tingkat konsentrasi, ketenangan, kerapkali menuntut perilaku berolahraga yang bersifat khusus (individu). Untuk itu, pelatih dan pembina olahraga dituntut mengenal sebaik-baiknya sifat-sifat kejiwaan anak yang melakukan olahraga.
a.  Pendekatan Sosio-interaktif
Pendekatan sosio-interakatif menerapkan psikologi olahraga didasarkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Olahraga kompetitif ditandai dengan serangkaian interaksi yang bersifat timbal balik antara pribadi yang satu dengan yang lain (interaksi antar anak, anak dengan pelatih).
b.  Pendekatan Multi Dimensional
            Kedua pendekatan pertama didasari oleh keadaan atau kondisi anak sebagai penentu prestasi olahraga, maka pendekatan multi dimensional beranjak dari pandangan dan kenyataan bahwa penampilan olahraga terkait dengan dimensi lebih luas, yaitu dimensi sosial budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain.
c.   Pendekatan Sistem
Pendekatan ini beranjak dari pandangan mengenai pentingnya optimalisasi dan maksimalisasi pemanfaatan semua komponen pembinaan olahraga, seperti dana, fasilitas, sarana dan prasarana, program pembinaan, iklim pembinaan, dan organisasi pengelola dan lain-lain.

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS PADA ANAK
            Aspek-aspek psikologis yang seringkali muncul pada anak dalam pelatihan olahraga adalah sebagai berikut:
1.  Motivasi
            Motivasi didefinisikan sebagai “direction”, “intensity”, dan “effort. Motivasi merupakan kecenderungan anak untuk mengendalikan arah dan pilihan perilaku dengan menyadari segala konsekuensinya, dan kecenderungan perilaku sampai tujuannya tercapai. Maksud “direction”mengacu kepada arah, kegiatan, atau sasaran khusus yang dipilih, apakah anak selalu mencari, mendekati, atau tertarik pada situasi tertentu. Sedangkan intensity atau effort mengacu kepada seberapa besar usaha anak untuk melakukan sesuatu pada situasi tertentu.
          Motivasi mempunyai dua fungsi yaitu fungsi intrinsik dan fungsi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berfungsi karena adanya dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Anak yang memiliki motivasi intrinsik akan memutuskan dirinya untuk terus berpartisipasi dalam olahraga yang digelutinya, aktivitasnya dilakukan secara sukarela, penuh kesenangan dan kepuasan, sehingga anak merasa kompeten dengan apa yang dilakukannya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang muncul karena adanya faktor luar yang mempengaruhi diri anak. menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik mengimplikasikan bahwa anak memiliki keterkaitan dengan olahraga bukan karena kesenangan tetapi didasari oleh faktor eksternal yang dihasilkan dari partisipasinya. Sedangkan motivasi ekstrinsik berfungsi manakala ada rangsangan dari luar diri anak. Misalnya, anak terdorong untuk berusaha atau berprestasi sebaik-baiknya disebabkan karena: (1) menarik hadiah-hadiah yang dijanjikan kepada anak bila anak tersebut menang, (2) perlawatan ke luar negeri, (3) akan dipuja orang, (4) akan menjadi berita dikoran-koran dan TV.
            Dalam konteks pelatihan olahraga khususnya di sekolah tentu harus ada keseimbangan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Karakteristik yang ada dalam motivasi intrinsik harus tetap terpenuhi tanpa meniadakan bentuk penghargaan yang sifatnya ekstrinsik seperti dalam bentuk hadiah. Pujian pada waktu latihan demikian pula hadiah perlu diberikan kepada anak dalam proses latihan bagi anak yang menunjukkan prestasi, sebagai bentuk penghargaan yang harus diperolehnya. Sedangkanjanji atau imbalan materi bila anak menang atau ancaman bila anak kalah, sebenarnya telah melunturkan makna olahraga bagi anak. Sadar atau tidak, sikap seperti itu telah merampas hak bermain dan membunuh kesenangan anak yang berarti pula telah menodai esensi kehidupan masa kanak-kanaknya.
2.  Emosi
     Aspek yang berhubungan dengan kepribadian anak adalah emosi, emosi merupakan keadaan mental yang ditandai adanya perasaan yang kuat dan diikuti ekspresi motorik yang berhubungan dengan obyek atau situasi eksternal. Emosi anak bisa berubah-ubah dalam saat-saat tertentu, ada anak yang emosinya cukup stabil sebaliknya ada anak yang emosinya tidak stabil. Emosi dapat berupa perasaan takut, marah, gembira, muak, kecewa. Dalam olahraga kompetitif emosi merupakan aspek yang sangat menakutkan para pelatih, khususnya bagi anak yang terlibat dalam olahraga individu. Keadaan mencekam yang dirasakan anak sebelum maju ke medan laga, merupakan masalah yang penting untuk dipecahkan, karena sangat mengganggu dirinya seperti tidak bisa tidur, gelisah, menyerupai keadaan neurotik yang mengganggu kepribadiannya. Puncak ketegangan dialami secara individu sehari, dua hari, beberapa jam atau beberapa menit sebelum pertandingan. Ketegangan emosi bisa muncul saat pertandingan, antara lain menumpuknya perasaan takut kalah yang membayang-bayangi ketenangan bertanding. Beberapa cara mengatasi ketegangan emosi diantaranya adalah mencari sumber ketegangannya, dan melatih cara-cara mengurangi ketegangan tersebut. Selain itu, biasakan untuk mengadakan latih tanding, hal ini sebagai upaya untuk mengurangi intensitas ketegangan yang dirasakan. Jadi emosi yang muncul pada diri anak harus tetap dipelihara sehingga anak tetap memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi supaya tetap stabil.

3.     Stress dan kecemasan
      Dalam olahraga kompetitif anak dihadapkan pada beban berat, sehingga kemungkinan stress dan cemas bisa terjadi. Stress adalah respons tubuh yang sifatnya tidak spesifik terhadap setiap tuntutan beban yang dialaminya. Bagaimana respons tubuh anak manakala anak yang bersangkutan mengalami beban tugas yang berlebihan. Bila anak sanggup mengatasinya dan tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, anak tersebut tidak mengalami stress. Sebaliknya bila anak mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh, anak tidak lagi dapat menjalankan fungsi tugasnya dengan baik maka anak berada dalam keadaan tidak stress. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stress tidak hanya mengenai gangguan fungsional, tetapi juga berdampak pada aspek psikologis (cemas).
      Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Kecemasan merupakan reaksi situasional terhadap berbagai rangsang stress. Kecemasan mengacu kepada emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan perasaan samar, namun terus menerus merasa prihatin dan ketakutan. Kecemasan adalah ketegangan mental yang biasanya disertai dengan gangguan tubuh yang menyebabkan anak yang bersangkutan merasa tidak berdaya dan mengalami kelelahan karena senantiasa harus berada dalam keadaan waspada terhadap ancaman bahaya yang tidak jelas.
      Pada umumnya anak yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-gejala yang biasanya diikuti dengan timbulnya ketegangan pada diri anak. Indikator yang bisa dijadikan bahwa anak mengalami kecemasan bisa dilihat dari perubahan secara fisik maupun secara psikis. Gejala-gejala kecemasan secara fisik diantaranya: (a) adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur, (b) terjadinya peregangan otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot ektremitas, (c) terjadi perubahan irama pernapasan, (d) terjadi kontraksi otot setempat, pada dagu, sekitar mata dan rahang; Sedangkan gejala secara psikis yaitu: (a) gangguan pada perhatian dan konsentrasi; (b) perubahan emosi; (c) menurunnya rasa percaya diri; (d) timbul obsesi; (e) Tidak ada motivasi.
      Selanjutnya, beberapa tanda anak yang mengalami kecemasan dapat dilihat dari perubahan raut muka misalnya menyeringai, dahi berkerut, terlihat serius, anak mengatup geraham lebih keras bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan tangan yang dapat memperlihatkan ketidaktenangan, anak terlihat menggigit-gigit kuku jari, menggigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir, dan sebagainya.Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan anak misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit, sakit perut, merasa sembelit atau sukar ke belakang, rasa capek, merasa sukar tidur, keringat keluar berlebihan, sangat pendiam atau bahkan banyak bicara.
      Gejala ketegangan dan kecemasan tersebut seringkali tumpang tindih, sebab dalam pengalaman klinis jarang ditemukan kedua gejala tersebut berdiri sendiri. Gejala ketegangan yang dikeluhkan oleh anak didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Sedangkan pada gejala cemas, gejala yang dikeluhkan anak didominasi oleh keluhan-keluhan psikis (ketakutan da kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan somatik (fisik).

4.    Kepercayaan diri
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang merupakan modal dasar yang terbentuk melalui proses latihan dan interaksi dengan lingkungan sosial. Kepercayaan diri merupakan perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan untuk melakukan dan menghasilkan sesuatu yang dilandasi keyakinan anak untuk sukses.Selain itu, kepercayaan diri merupakan kontol internal terhadap perasaan seseorang akan adanya kekuatan dalam dirinya, kesadaran akan kemampuannya, dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah ditetapkannya. Selanjutnya, kepercayaan diri merupakan sebuah keyakinan bahwa diri anak memiliki kemampuan untuk menampilkan apa yang diinginkan secara sukses.
Berdasarkan pendapat tersebut, kepercayaan diri berisi keyakinan terkait dengan kekuatan, kemampuan diri untuk melakukan dan meraih sukses, serta bertanggungjawab terhadap apa yang telah ditetapkan oleh dirinya. Esensi dari kepercayaan diri adalah kepercayaan bahwa anak bisa menampilkan sesuatusesuai dengan kemampuannya. Anak yang memiliki kepercayaan diri berarti anak dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik, anak percaya kepada kemampuan dirinya untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkannya baik fisik maupun mental.
Kepercayaan diri selalu ditandai dengan adanya harapan yang tinggi untuk sukses. Satu penemuan terkait dengan prestasi puncak yaituterdapat korelasi positif antara kepercayaan diri dengan prestasi olahraga. Kepercayaan diri membantu anak untuk: (1) meningkatkan emosi positif, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) memberi pengaruh positif pada pencapaian tujuan, (4) meningkatkan kerja keras, (5) memberi pengaruh terhadap penguasaan strategi permainan, (6) memberi pengaruh terhadap momentum psikologis. 
Berdasarkan pendapat tersebut kepercayaan diri menggugah emosi positif, artinya, ketika anak percaya diri anak akan merasa tenang dan relaks walaupun berada dalam tekanan. Ketika perolehan skor dalam pertandingan sama,keadaan fisik dan mental anak boleh berubah menjadi lebih sigap dan tegas. Kepercayaan diri dapat meningkatkan konsentrasi artinyaketika anak merasa percaya diri, anak tetap fokus pada tugas yang dihadapinya. Tetapi ketika anak merasa kurang percaya diri cenderung anak merasa ragu untuk melakukan yang terbaik. Kepercayaan diri akan mempengaruhi pencapaian tujuan, artinya anak yang percaya diri akan tertantang dan aktif untuk  mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Anak memungkinkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dirinya, sedangkan anak yang kurang memiliki kepercayaan diri cenderung hanya menentukan tujuan yang mudah saja, dan tidak pernah tertantang untuk mencapai tujuan yang sulit. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh dirinya. Kepercayaan diri akan meningkatkan kerja keras, ketika dalam pertandingan kemampuan anak sama, pemenangnya diprediksi anak yang memiliki kepercayaan diri. Kepercayaan diri dapat mempengaruhi terhadap penerapan strategi dalam permainan, misalnya dalam permainan bulutangkis yang alot dan berlangsung lama berjam-jam, bagi anak yang percaya diri memungkinkan bagi anak tersebut merubah strategi lain dalam permainan tersebut karena merasa yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Anakdalam pertandingan umumnya lebih suka bermain untuk menang, atau sebaliknya bermain bukan untuk kalah. Ungkapan tersebut pada prinsipnya sama tetapi bisa menghasilkan gaya bermain yang berbeda. Anak yang memiliki kepercayaan diri cenderung bermain untuk menang, biasanya anak tidak takut untuk mengambil kesempatan dalam pertandingan, dan tetap mengendalikan suasana pertandingan tersebut untuk mengambil keuntungan buat dirinya. Ketika anak tidak memiliki kepercayaan diri, anak cenderung bermain bukan untuk kalah, dan cenderung mencoba menghindari untuk membuat kesalahan dalam pertandingan tersebut. Kepercayaan diri dapat mempengaruhi terhadap momentum psikologis, artinya pelatih biasanya akan lebih suka adanya perubahan semangat pada diri anak yang akan menentukan anak tersebut menang atau kalah.
Kepercayaan diri dalam olahraga erat hubungannya dengan “emotional security.” Makin kuat kepercayaan dirinya makin kuat emotional securitynya. Kepercayaan diri menimbulkan rasa aman, yang tampak pada sikap dan tingkah laku anak, tidak mudah bimbangdan ragu, tidak mudah gugup, tegas dalam tindakan dan sebagainya. Anak yang kurang memiliki kepercayaan diri akan meragukan kemampuan dirinya. Kurangnya kepercayaan diri dan akan muncul bibit-bibit ketegangan sehingga menjadi penghambat untuk  mencapai prestasi. Apabila anak tersebut dituntut untuk berprestasi lebih tinggi anak akan mudah putus asa dan mengalami frustrasi.
Kepercayaan diri merupakan faktor penentu dalam penampilan dan menjadi faktor penentu keberhasilan anak. Oleh karena itu kepercayaan diri anak harus berada pada tingkat optimal. Kepercayaan diri berlebihan (over confidence) terjadi manakala anak menilai  kemampuan dirinya melebihi dari kemampuan yang dimiliki lawan. Keadaan seperti itu berakibat kurang menguntungkan, karena anak sering menganggap enteng lawannya dan sering merasa tidak akan terkalahkanoleh siapapun. Tetapi sebaliknya anak dapat dikalahkan oleh lawan yang diperkirakan kemampuan anak tersebut di bawah kelasnya. Sebab-sebab kegagalan dan frustrasi erat hubungannnya dengan sikap percaya diri berlebihan. Anak tersebut sering memperkirakan kemampuannya melebihi kemampuan yang dimilikinya, sehingga sering perhitungannya salah dalam menghadapi pertandingan dan berakibat kegagalan. Banyak anak yang memiliki kemampuan fisik, teknik, dan taktik, tetapi karena kurang memiliki kepercayaan diri untuk menampilkan kemampuan di bawah tekanan, anak seringkali tidak bisa menampilkan performanya dengan baik.
Anak yang memiliki kepercayaan diri kurang (lack of confidence) seringkali terikat dengan keterampilan spesifik, anak cenderung menetapkan target lebih rendah dari tingkat kemampuannya sehingga prestasinya-pun menjadi rendah. Keadaan percaya diri rendah tidak mengantarkan anak pada kesuksesan. Begitupun anak yang percaya dirinya penuh (full confidence), anak akan menetapkan target sesuai dengan kemampuannya dengan penuh percaya diri, anak akan berusaha mencapai target yang ditetapkan sendiri. Kegagalan yang dihadapi tidak mudah menimbulkan frustrasi.             Dengan modal percaya diri anak tidak mudah gentar dalam menghadapi segala kemungkinan, begitupun kekalahan atau kegagalan yang pernah dialami dan tidak mudah menimbulkan ketidakstabilan emosional. Dengan demikian optimalisasi kepercayaan diri untuk penampilan anak sangat penting, karena kepercayaan diri yang optimal bisa menunjukkan prestasi maksimal. Perhatikankurva U terbalik (inverted U) pada Gambar 1.1.

           
Kepercayaan diri optimal diyakini bahwa anak dapat mencapai tujuan maksimal yang telah ditetapkan yang diimbangi dengan kerja keras, segala permasalahan yang datang mempengaruhi diri dan penampilannya bisa dikendalikan,bahkan bisa dihindarkan dengan cara menumbuhkan kepercayaan dirinya.

5.  Konsentrasi
Konsentrasi adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian pada tugas dengan tidak terganggu dan terpengaruhi oleh stimulus yang bersifat eksternal maupun internal.Selain itu, konsentrasi adalah suatu keadaan dimana anak mempunyai kesadaran penuh dan tertuju kepada suatu objek tertentu yang tidak mudah goyah.
Stimulus eksternal yang mengganggu konsentrasi misalnya sorakan penonton, musik yang keras, kata-kata yang menyakitkan dari penonton maupun dari pelatih, dan perilaku tidak sportif dari lawan. Sedangkan stimulus internal seperti perasaan terganggunya tubuh dan perasaan-perasaan lain yang dirasakan mengganggu keadaan fisik dan psikis. Misalnya, saya benar-benar lelah, saya nervous, dan sebagainya. Stimulus eksternal dan internal merupakan dua kategori terpisah, tetapi secara terus menerus dapat mempengaruhi perhatian dan konsentrasi anak.
Konsentrasi merupakan keterampilan yang sangat sulit dikuasai anak, karena perhatian yang ada dalam otak seringkali berubah yang dipengaruhi oleh stimulus baru. Oleh karena itu konsentrasi harus dilatih, sebab jika anak gagal mengendalikan konsentrasinya anak sulit untuk bisa fokus untuk melakukan tugasnya dengan baik serta sulit untuk bisa menang dalam pertandingan. Jelasnya anak akan mengalami kegagalan dalam setiap pertandingan yang diikutinya. Sebaliknya, jika anakmemiliki konsentrasi tentu anak mampu mengendalikan aliran energi positif (yang ditandai dengan kesenangan, optimis, determinasi) begitupun energi negatif (yang ditandai dengan takut, benci, marah, tegang, cemas, frustrasi, dan lain-lain). Coba perhatikan Gambar 1.2.

Supaya anak mampu konsentrasi dengan baik, tentu tidak bisa dicapai dalam waktu singkat tetapi harus melalui proses latihan kontinu dalam proses yang panjang. Petunjuk yang harus diperhatikan oleh anak sebelum melakukan latihan konsentrasi adalah sebagai berikut:
1.    Jauhkan pikiran anak terhadap sesuatu yang pernah anak lakukan ataupun pernah anak alami.
2.    Pusatkan perhatian anak pada satu tempat.
3.    Tujukan perhatian anak pada satu lokasi tersebut.
4.    Kosongkan pikiran anak dan biarkan tetap kosong.
5.    Pindahkan dari sasaran khusus kepusat perhatian seperti gambaran panorama, atau sesuatu yang membuat diri anak merasa senang.
6.    Berupaya mampu memusatkan perhatian terhadap semua benda.
7.    Berhentilah kemudian kembali konsentrasi.
Untuk bisa berkonsentrasi selama pertandingan, latihan konsentrasi dalam setiap sesi latihan harus dilakukan. Upaya untuk membantu melatih keterampilan konsentrasi ada beberapa langkah-langkah yang bisa dilakukan, seperti: duduk tegak dikursi, kedua kaki menapak dilantai, kedua tangan di samping badan, tutup mata,ambil napas dalam-dalam lalu keluarkan sampai ketegangan disekujur tubuh hilang. Begitu merasa rileks, perhatikan irama napas (tanpa mengubah iramanya), lalu mulailah perlahan-lahan menghitungnya. Satu tarikan napas diikuti satu hembusan napas dihitung satu, kemudian tarikan dan hembusan napas berikutnya dihitung dua, dan seterusnya. Saat mencapai hitungan kesepuluh, kembali lagi kehitungan satu dan seterusnya. Jika anda kehilangan hitungan atau lupa angka hitungannya berarti konsentrasi mulai terganggu, karena itu berhentilah  menghitung barang sejenak, lalu setelah konsentrasi anda kembali, mulai lagi menghitung dari satu. Sebagai permulaan, latihan ini cukup dilakukan dalam waktu sekitar delapan menit.

6.  Disiplin
            Disiplin dalam olahraga berarti taat dan rasa tanggungjawab terhadap ketentuan, tata tertib, program latihan, peraturan pertandingan, dan nilai-nilai yang yang berlaku dalam olahraga. Anak yang mempunyai disiplin berarti mempunyai kebiasaan untuk mematuhi ketentuan, peraturan, dan tata-tertib, biasanya anak tersebut patuh dan menaruh rasa hormat kepada pelatihnya.
            Terkait dengan itu, maka anak perlu memiliki pengendalian diri dalam aktivitas olahraga. Anak akan mampu menguasai diri dari berbagai kemungkinan  tindakan yang dapat merugikan dirinya. Anak lebih menunjukkan kematangan dan kedewasaan untuk menguasai perasaan dan emosinya. Sebaliknya, anak yang tidak mampu mengendalikan diri akan mudah terjerumus dalam tindakan yang cenderung melanggar aturan dan tata tertib yang sudah disepakatinya.
            Disiplin yang dilakukan anak dapat dikelompokan ke dalam dua kategori yaitu disiplin semu dan disiplin diri. Disiplin semu yaitu sikap yang tampaknya selalu patuh dan menurut perintah, tetapi karena tidak disertai kesediaan psikologis dan tidak disertai kesadaran untuk melakukan perintah, sehingga pada saat pengawasan dan sangsi kendor kacaulah segala ketentuan dan peraturan baginya dan dengan seenaknya anak melanggar ketentuan dan peraturan yang disepakatinya. Disiplin semu terjadi karena terpaksa, takut dihukum, karena diperintah, tanpa disertai kesadaran pada dirinya. Disiplin semu adalah disiplin yang tampak dipermukaan saja, kepatuhan yang dilandasi disiplin semu tidak dapat bertahan lama, karena disiplin semu terjadi hanya pada saat ada pengawasan, disertai rasa takut pada sangsi dan ancaman pelatih.
            Sedangkan disiplin diri merupakan jenis disiplin yang ada hubungannya dengan sikap penuh tanggung jawab, karena anak yang disiplin cenderung menepati, mendukung, dan mempertahankan nilai-nilai. Disiplin diri yaitu sikap yang mengandung rasa tanggung jawab untuk kelangsungan nilai-nilai tersebut. Untuk mendukung dan mempertahankan nilai-nilai yang dianutnya, anak harus berusaha tidak mengingkari aturan yang berlaku. Rasa tanggung jawab untuk memenuhi dan mematuhi nilai-nilai tersebut berkembang menjadi sikap dalam hidup sehari-hari. Anak yang memiliki disiplin diri setia untuk menepati kebiasaan hidup sehat, mematuhi petunjuk-petunjuk pelatih, setia untuk melakukan program-program latihan, sehingga memungkinkan dapat mencapai prestasi maksimal.
            Disiplin pada diri anak jika dikembangkan lebih lanjut dapat menimbulkan pemahaman dan kesadaran diri yang lebih mendalam untuk mematuhi nilai-nilai, norma-norma dan kaidah-kaidah yang berlaku meskipun tidak ada yang memerintah, memberi sangsi, dan mengawasinya. Bahkan akhirnya anak mematuhi rencana-rencana yang dibuatnya sendiri, sesuai dengan nilai-nilai yang diketahuinya. Anak yang memiliki disiplin diri, memiliki kesadaran untuk berlatih sendiri, meningkatkan keterampilan, menjaga kondisi fisik, dan kesegaran jasmaninya; dapat menguasai diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan atau yang dapat merugikan kesehatan dirinya; selalu berusaha untuk hidup dan berbuat sebaik-baiknya sesuai dengan citranya sebagai anak yang ideal.
            Disiplin yang disertai pemahaman dan kesadaran erat hubungannya dengan sikap tanggungjawab; individu yang bersangkutan cenderung berusaha menepati, mendukung, dan mempertahankan nilai-nilai yang dianutnya. Rasa tanggungjawab untuk patuh, tidak mengingkari, dan harapan untuk kelangsungan nilai-nilai akan berkembang menjadi sikap hidupnya sehari-hari. Disiplin yang kaku, dalam bentuk apapun dapat menghasilkan ketidakpuasan, bahkan dapat menimbulkan pemberontakan terhadap pemegang kekuasaan. Kekuasaan, disiplin yang dipaksakan, dan hukuman yang tidak disertai dengan pemberian pengertian dan penanaman kesadaran, bahkan dapat membuahkan tingkah laku yang menyimpang.
            Pelatih harus memiliki sikap tegas agar memberikan pengaruh terhadap anaknya, sehingga anak bersikap dewasa mau menerima peraturan dengan penuh kesadaran. Pelatih harus mempunyai konsep yang mantap, menguasai prinsip-prinsip pokok untuk menumbuhkan disiplin, harus mampu mengarahkan anak kearah tindakan yang positif dan konstruktif, memberi bimbingan, mengawasi kecenderungan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Peran pelatih untuk menamkan disiplin tidaklah ringan, oleh karena itu kerja sama antar sesama pelatih, pelatih dan pembina harus dijalin dengan baik.

9.  Interaksi sosial
            Interaksi sosial sangat penting dalam olahraga, didalamnya anak akan terlibat dalam sebuah interaksi atau hubungan antara teman sebayanya. Anak membutuhkan teman tidak hanya untuk kepuasan pribadi, tetapi juga untuk dapat memperoleh pengalaman belajar, teman yang berbeda akan memainkan peran yang berbeda pula dalam proses sosilisasi. Bila teman seorang anak sesuai dengan usia dan taraf perkembangannya, mereka akan dapat membantu anak kearah perkembangan penyesuaian sosial yang baik, sebaliknya apabila mereka tidak memiliki kesesuaian taraf perkembangan,mereka tidak hanya mengganggu penyesuaian sosial anak tetapi juga akan mendorong timbulnya penyesuaian pribadi yang buruk dan menambah rasa tidak bahagia pada anak, dan hal ini juga berlaku dalam hubungan sosial anak dalam klub-klub olahraga yang diikutinya. Selain itu, motivasi terbesar anak untuk bergabung dengan klub olahraga adalah affiliasi. Para psikolog perkembangan mempunyai pandangan bahwa teman dan sebaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan psikologi anak.
            Berdasarkan penelitian Weiss, Smith, Theeboom (1996), mengidentifikasikan dua hal yaitu positif dan negatif dengan bergabungnya anak dalam klub olahraga atau kegiatan olahraga. Beberapa poin positif yang penting dari bergabungnya anak-anak dalam kegiatan olahraga antara lain adalah kesetiakawanan, senang untuk berada dengan teman-temanya dalam kondisi yang sama, saling untuk bisa memberikan pembimbingan dan bantuan, keakraban dan loyalitas. Tetapi ada beberapa hal negatif yang berhasil diidentifikasi dari penelitian ini yaitu: konflik verbal, kualitas personal yang tidak atraktif, tidak loyal, dan kurang komunikasi. Kemudian dijelaskan pula bahwa anak perempuan lebih lebih cakap dari pada anak laki-laki dalam mengidentifikasi emosi sebagai dukungan positif dalam pertemanan, sedangkan anak yang lebih dewasa menunjukkan keakraban lebih baik dari pada anak muda dan anak berusia di bawah 13 tahun, tetapi anak yang berusia di bawah 10 tahun menunjukkan sikap yang atraktif dalam hubungannya dengan teman lain.
            Teman dalam olahraga implikasainya terhadap latihan adalah (1) ada baiknya anak diberi waktu untuk bertemu dengan teman-temannya lebih lama dana membentuk hubungan pertemanan baru. (2)untuk menjaga keutuhan partisipasi anak dalam olahraga, orang tua dan pelatih harus bisa menciptakan situasi yang mendukung bagi anak untuk mendapatkan waktu bersama-sama teman sebayanya; (3)pentingnya kerjasama, untuk meraih tujuan yan diharapkan perlu ditingkatkan dan diterapkan.

STRATEGI MENGENDALIKAN DAN MENINGKATKAN ASPEK PSIKOLOGIS
            Strategi untuk mengendalikan dan meningkatkan aspek-aspek psikologis yang muncul pada anak adalah sebagai berikut:

1. Strategi Meningkatkan Motivasi
a. Menetapkan tujuan
            Menetapkan tujuan merupakan prosedur untuk mencapai tujuan yang akan dicapai, baik tujuan jangka pendek, menengah, sampai pada tujuan jangka panjang. Menetapkan tujuan sangat membantu anak untuk meningkatkan motivasi anak agar lebih produktif dan efektif dalam menampilkan performa terbaiknya.

b. Memberikan penguatan
            Mengapa penguatan harus diberikan? Menurut teori operant conditioning perilaku bisa dipengaruhi dan dikendalikan oleh serangkaian manipulasi. Penguatan itu diberikan oleh pelatih tatkala anak melakukan perilaku positif maupun negatif.  Penguatan sering digunakan pelatih untuk mendorong anak terus berlatih. Kata-kata yang sering terungkap seperti bagus, waaaw, mengagumkan, hebat, adalah beberapa contoh dari penguatan secara umum. Kata-kata tersebut tidak memberi informasi spesifik untuk meningkatkan keterampilannya, namun dapat memelihara dan meningkatkan kualitas latihan positif bagi anak.
            Penguatan bisa bersifat spesifik, apabila berisikan informasi spesifik yang menyebabkan anak mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mengetahui bagaimana seharusnya mereka berlatih. Penguatan ini diberikan manakala anak menyadari bahwa dirinya melakukan kesalahan, tetapi tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Misalnya, anak tidak tahu bahwa bola yang dipukulnya sering tidak mengenai sasaran, namun anak tidak tahu bagaimana memperbaikinya supaya bola kena sasaran. Penguatan spesifik misalnya (sekarang lihatlah apakah anda sudah membengkokan lutut dan pergelangan kaki, yakini bahwa bahu kiri anda menghadap ke sasaran, bagus anda sudah menekuk lutut dan pergelangan kaki dengan baik.
   Kadang-kadang pada saat anak sudah familiar dengan istilah-istilah yang sering digunakan pelatih seperti tekuk lutut, tunggu bola jatuh, dekati bola, lihat bola) satu atau dua kata kunci saja sudah menjadi umpan balik yang spesifik untuk anak dalam memperbaiki gerakannya. Bentuk reinforcement dalam bentuk tingkah laku sosial seperti pujian verbal, sinyal non-verbal (tepuk tangan, senyum); kontak fisik (menepuk pundak); dan kesempatan untuk terlibat dalam tingkah laku tertentu (latihan ekstra). Penguatan menurut teori tersebut menekankan pada perilaku sosial yaitu pujian secara verbal dan non-verbal misalnya tepuk tangan dan senyuman; selanjutnya kontak fisik misalnya menepuk bahu anak; dan terakhir yaitu memberikan kesempatan untuk terlibat dalam perilaku tertentu, misalnya berlatih memukul dalam bulutangkis.

c. Menciptakan situasi yang menyenangkan
             Segala kegiatan yang dilakukan anak harus didasari oleh kesenangan, anak harus senang melakukan aktivitas rutin yang menjadi tanggungjawabnya. Aktivitas yang dilakukannya tidak didorong oleh paksaan orang lain. Supaya anak menyenangi aktivitas yang diberikan maka pelatih harus merancang kegiatan lebih menarik, dengan mengadakan berbagai variasi latihan.

e. Memberikan pengalaman sukses
Memberikan pengalaman sukses kepada anak sangat penting, karena anak merasa memiliki kekuatan pada kemampuan yang dimilikinya. Misalnya memberikan umpan balik positif kepada anak, mempertandingkan anak dengan lawan di bawah kemampuannya tanpa sepengetahuan anak tersebut merupakan cara untuk meningkatkan motivasi intrinsik.

f. Memberikan hadiah pada penampilan yang baik
Memberikan hadiah pada penampilan yang spesifik dengan tujuan untuk meningkatkan informasi nilai dari penampilan yang dilakukan anak. Hadiah itu diberikan pada penampilan yang terbaik pada permainan yang dilakukan anak. Misalnya, tatkala anak menunjukkan sikap sportif, anak membantu tim lain, atau anak bisa menguasai keterampilan baru. Dampak dari hadiah tersebut anak akan selalu berpartisipasi dan menampilkan sesuatu dengan baik.

g. Memberikan variasi pada setiap rangkaian latihan
Proses latihan yang dilakukan secara rutin akan mengakibatkan bosan, salah satu cara untuk mengatasi keadaan tersebut yaitu memberikan variasi dalam pengulangan rangkaian gerak dalam latihan, sehingga akan merasa senang dan tertarik melakukan aktivitas gerak. Keuntungan lain yang diperoleh  anak yaitu anak memiliki kesempatan untuk mencoba formasi dan posisi baru. Efek negatif jika variasi tidak diberikan anak akan bosan dan mengalami dropout dari proses latihan. Supaya dropout tidak terjadi, anak hendaknya diperhatikan hak-haknya dalam mengikuti kegiatan olahraga, hak tersebut diantaranya: (1) Hak untuk terlibat dalam setiap kegiatan olahraga yang disenanginya. Implikasinya anak harus diberi kesempatan mengikuti beragam kegiatan olahraga untuk memastikan agar anak mengenal dan terlibat dalam cabang olahraga yang sesuai dengan kebutuhan, minat, bangun tubuh, dan kemampuan fisiknya. Hal ini akan meningkatkan rasa senang berolahraga, memperbesar kemungkinan keberhasilan di salah satu cabang olahraga di kemudian hari, dan mengurangi terjadinya drop-out; (2) Hak untuk bermain layaknya seorang anak dan bukan layaknya seorang dewasa. Implikasinya mengarah kepada sikap pembina yang tidak terlalu mendominasi kegiatan olahraga anak sehingga kehilangan arah pembinaan yang diharapkan semula, dan anak kehilangan kegembiraannya dalam berolahraga; (3) Hak untuk turut ambil bagian dalam kepemimpinan dan membuat keputusan. Implikasinya ialah agar pembina tidak bersikap otoriter di dalam setiap kegiatan dan permasalahan yang timbul. Anak harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk turut berperan aktif dan berkontribusi di dalam proses latihan dan pertandingan; (4) Hak untuk memperoleh kesempatan sama dalam usaha mencapai keberhasilan. Implikasinya mengarah pada kebijakan pembina untuk memberi kesempatan bermain kepada semua anak asuhannya dalam suatu pertandingan; (5) Hak diperlakukan dengan bermartabat. Implikasinya adalah kesadaran untuk menghindari setiap bentuk pelecehan pada anak, apakah itu sifatnya fisik atau psikis; (6) Hak anak untuk berolahraga dalam lingkungan yang sehat dan aman. Implikasinya adalah tanggung jawab pembina dalam mengutamakan kesehatan lingkungan dan keamanan anak asuhnya.

2. Strategi Mengatasi dan Mengendalikan Ketegangan dan Kecemasan
            Strategi untuk mengatasi dan mengendalikan ketegangan dan kecemasan dibagi kedalam tiga strategi yaitu: (1) strategi relaksasi; (2) strategi kognitif; (3) strategi menerapkan program latihan mengelola ketegangan.
1.  Strategi rileksasi
            Apabila anak mengalami tingkat ketegangan, kecemasan, dan kegairahan yang terlalu tinggi, maka anak akan mengalami kesulitan dalam mencapai penampilan maksimal. Ketegangan dan kecemasan yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya penampilan, menurunnya penampilan akan menyebabkan anak tegang dan cemas. Kondisi seperti ini perlu diatasi melalui strategi relaksasi, alasannya adalah ketegangan dan kecemaan tidak akan terjadi manakala semua otot dalam keadaan rileks. Tujuan rileksasi adalah agar anak bisa dengan cepat menjadi rileks kalau dibutuhkan. Salah satu strategi rileksasi yang akan dilatihkan adalah rileksasi secara progresif.

2. Strategi kognitif
            Strategi ini merupakan prosedur psikologis yang digunakan oleh anak untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi pertandingan. Strategi kognitif bertujuan untuk mengurangi pengaruh dari ketegangan dan kecemasan terhadap penampilan anak. Strategi yang bisa digunakan adalah imagery, menghentikan dan memusatkan pikiran, penguatan psikis, percakapan bebas, papan komunikasi, fan support, dan lain-lain.

3. Program latihan mengelola ketegangan
            Program latihan yang dapat memperkecil pengaruh ketegangan terhadap penampilan atlet adalah Visual Motor Behavior Rehearsal(VMBR), program ini terdiri dari metode: (a) buat atlet rilek dengan latihan rileksasi secara progresif; (b) menerapkan imagery sehubungan dengan kegiatan olahraga atlet yang bersangkutan; (c) menerapkan imagery untuk menerapkan keterampilan tertentu dalam situasi yang menekan. Strategi ini digunakan seolah-olah anak berlatih dalam situasi yang menekan dan berusaha untuk mengatasinya. Merasakan pengalaman yang menekan dalam angan-angan sehingga anak akan mudah mengatasi tekanan tersebut.




3.  Strategi Membangun Kepercayaan Diri
a. Memberikan pengalaman sukses
Keberhasilan yang dicapai anak akan meningkatkan kepercayaan diri dan akan menghasilkan penampilan selanjutnya yang lebih baik. Ketika anak mengalami kekalahan terus menerus dalam pertandingan, anak merasa tertekan dan tidak memiliki kepercayaan diri untuk menang khususnya untuk mengalahkan lawannya. Kepercayaan diri penting untuk mencapai keberhasilan, tetapi bagaimana anak dapat memiliki kepercayaan diri tanpa sebelumnya anak tersebut berhasil menyelesaikan tugas atau sukses. Ini nampaknya menjadi masalah yang harus dicermati para pelatih. Pencapaian performa dapat membangun kepercayaan dirianak, dan kepercayaan tersebut akan meningkat disebabkan oleh penampilan terbaik yang telah dicapainya.

b. Tampil percaya diri
Pikiran, perasaan, dan perilaku  merupakan aspek yang saling berhubungan. Banyak anak yang menampilkan aktivitasnya dengan penuh percaya diri, sebab anak cenderung merasa percaya pada kemampuan dirinya. Hal ini penting khususnya ketika anak mulai kehilangan kepercayaan dirinya terhadap lawan, hilang pendirian untuk memulai meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri. Melakukan aktivitas dengan kepercayaan diri penting dalam olahraga prestasi. Pelatih harus memiliki kepercayaan diri ketika melakukan perlakuan kepada anak yang mengalami cedera, pelatih harus memiliki kepercayaan diri selama proses rehabilisasi. Anak mencoba untuk menunjukkan kemampuan kepercayaan dirinya selama pertandingan. Anak akan memperagakan kepercayaannya dengan cara memelihara penampilan supaya tetap baik setelah melakukan beberapa kesalahan. Tampil percaya diri (acting confidently) akan meningkatkan semangat anak selama pertandingan. Jika anak berjalan berputar-putar di lapangan dengan menurunkan bahu, pandangan ke bawah, penampilannya terus menurun. Ini pertanda bahwa kepercayaannya mulai turun. Disinilah cara terbaik untuk membangkitkan percaya diri, pelatih harus memberikan semangat untuk berdiri tegak yang menunjukkan bahwa anak percaya dan berusaha keras serta  berjuang dengan lebih baik.

c. Berpikir percaya diri
Percaya diri mengandung cara berpikir untuk mencapai tujuan. Tatkala anak mengatakan bahwa: “Jika saya berlatih keras saya pasti bisa menang, saya kuat sekali memukul.” Penyataan tersebut membentuk sikap positif, sedangkan sikap positif penting untuk mencapai kemampuan maksimal. Dalam penampilan olahraga anak harus mampu membuang pikiran-pikiran negatif seperti “saya bodoh”, “saya tidak percaya bahwa saya bisa bermain baik”, “saya tidak pernah berbuat seperti apa yang saya harapkan.” Pikiran tersebut, harus dihilangkan dan digantikan dengan pikiran positif seperti “saya akan menjaga penampilan tetap baik dalam berlatih atau dalam bertanding”, “saya akan tetap tenang dan fokus pada aktivitas yang saya lakukan”, “saya bisa melakukan pukulan dengan baik”, dan sebagainya. Pikiran positif menjadi sebuah pengajaran dan motivasi dibandingkan dengan teknik yang sifatnya judgmental. Perbaikan teknik, dorongan untuk menumbuhkan semangat merupakan kunci untuk lebih sukses, dan tetap fokus pada self talk(berbicara pada diri sendiri). Hal ini kadang-kadang sulit dilakukan, tetapi akan menghasilkan perasaan senang dan pengalaman sukses dalam olahragaprestasi.

d. Imagery
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membangun kepercayaan diri adalah imagery. Dalam imagery anak dapat melihat dirinya sendiri dan dapat melakukan sesuatu yang anak tidak pernah mampu untuk melakukannya. Anak sepakbola posisi quarterback dapat memvisualisasikan posisi bertahan dan mencoba melakukan counteractpada posisi tersebut dengan formasi permainan yang spesifik. Begitupun pelatih dalam menolong anak yang cedera, tetap harus membangun kepercayaan diri dengan cara memvisualisasikan pengalaman masa lalunya pada permainan yang menampilkan pengalaman terbaiknya.

e.  Latihan kondisi fisik
Fisik yang baik dalam aktivitas olahraga merupakan salah satu kunci membangun kepercayaan diri. Banyak anak dalam berbagai cabang olahraga bertahun-tahun berlatih kondisi fisik dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi tubuhnya supaya tetap bugar. Oleh sebab itu, pelatih harus melatih kondisi fisik anak asuhnya dengan baik.

f. Persiapan
Keberhasilan sangat ditentukan dengan persiapan yang  baik. Sedangkan kegagalan terjadi manakala persiapan tidak dilakukan dengan baik. Persiapan yang dilakukan anak dalam olahraga yang digelutinya akan memberikan kepercayaan diri pada anak, sebab anak mengetahui apa yang akan dilakukan. Pertandingan harus selalu direncanakan, misalnya untuk menyerang dalam permainan sepakbola memerlukan teknik dan taktik yang sifatnya spesifik, apa yang ingin diselesaikan dan bagaimana melakukannya.

Selain itu, sembilan sumber yang bisa membentuk kepercayaan diri anak yaitu:
1.  Menguasai dan meningkatkan keterampilan diri.
2.  Menunjukkan kelebihan kemampuan dan keterampilan.
3.  Mempersiapkan fisik dan mental optimal.
4.  Menunjukkan kualitas fisik yang baik.
5.  Memberikan dorongan sosial (umpan balik positif, and dorongan dari pelatih, tim dan teman.
6.  Memberikan pengalaman sukses (berikan kesempatan untuk melihat seseorang menampilkan performa terbaiknya.
7.  Kepemimpinan pelatih (kepercayaan anak terhadap keterampilan pelatih dan kepemimpinan pelatih dalam membuat keputusan).
8.  Lingkungan pertandingan yang menyenangkan anak.
9.  Menciptakan situasi seolah anak mengalaminya (anak mempersepsikan sesuatu terjadi dalam situasi olahraga, untuk tujuan meningkatkan kesempatan sukses).

4.  Strategi Untuk Meningkatkan Konsentrasi
a.  Latihan dengan menghadirkan gangguan
Bentuk latihan ini sangat menakjubkan tatkala suara, bunyi-bunyian, gerakan seseorang dalam kelompok dapat merusak konsentrasi anak. Banyak anak dalam tim cabang olahraga tertentu menyanyikan “yel-yel sambil melambaikan tangan membentuk aliran ombak, menepukkan kaki mereka ke lantai, dan menimbulkan keributan. Anak harus mempersiapkan diri untuk mengatasi gangguan tersebut, dengan tetap memfokuskan perhatiannya pada gerakan yang sedang dilakukan, segala macam pergerakkan benda atau suara yang didengarnya harus diabaikan seolah-olah tidak mendengar apa-apa.

b. Menggunakan kata kunci
Penggunaan kata kunci bertujuan memberikan instruksi atau motivasi pada anak, untuk meningkatkan konsentrasinya. Kata kunci yang diberikan berupa instruksi yang diberikan kepada anak, misalnya dalam smash bulutangkis, anak melakukan smash nyangkut di net, katakan pada diri anak seperti elbow, follow through, watch the shuttlecock. Selain itu kata-kata kunci untuk memotivasi yang bersifat emosional seperti strong, move, relax. Dalam anakik, pelatih mengatakan kata kunci “explode”sprinter meyakinkan bahwa kata-kata tersebut mengandung arti lepas dari balok start. Kata kunci digunakan untuk merubah pola gerak yang dilakukan anak. pelatihmenggunakan kata kunci seperti “relax” atau “easy” ketika anak merasa tegang dan menarik otot-otot dan sendi yang cedera. Perhatian pada kata-kata kunci tersebut akan membantu anak melepaskan diri dari kebiasaan jelek.

c. Menyusun kegiatan rutin
Kebiasaan rutin bisa membantu anak dalam menampilkan penampilanterbaiknya, anak dapat memfokuskan diri ketika menampilkan penampilannya. Beberapa superstisi seperti menggunakan sepasang kaos kaki untuk keberuntungan, memakai tali sepatu warna warni. Kebiasaan rutin memang menyenangkan dan membantu memfokuskan penampilan yang akan dilakukan dalam waktu cepat. Struktur pra-penampilan rutin pada anak adalah proses pemikiran dan keadaan emosional, untuk memelihara perhatiannya dalam melakukan tugas. Pra-penampilan rutin dalam olahraga tennis misalnya pada service tennis, langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) menentukan posisi dan menempatkan kaki; (2) menentukan jenis servicedan penempatannya; (3) menyesuaikan pegangan racket dan bola; (4) mengambil napas dalam; (5) memantulkan bola secara berirama, (6) melihat dan merasakan service yang sempurna; (7) fokus pada lemparan bola dan service sesuai dengan yang diprogramkan.

d. Berlatih mengendalikan mata
Mengendalikan mata adalah metoda untuk memfokuskan konsentrasi. Terkadang mata kita kemana-mana seperti halnya pikiran kita. Kunci untuk mengendalikan mata adalah yakinkan bahwa mata anda tidak kemana-mana atau melihat sesuatu yang tidak relevan. Pelatih tennis, sepakbola, bola voli, atau tennis meja, sering mengatakan pada anaknya lihat bola” (watch the ball). Setelah anak mendengarkan kata-kata tersebut anak tahu apa yang harus dilakukannya, yaitu jaga mata agar tetap pada bola tatkala melakukan pukulan atau tendangan. Beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengendalikan mata adalah: (1) jaga atau pelihara mata pada lantai; (2) fokuskan pada alat; (3) fokuskan pada sebuah titik di dinding. Seorang anak tennis sering memfokuskan matanya pada tali raket diantara point yang diperolehnya, dengan tujuan untuk menjaga agar tidak melihat lawan atau penonton. Begitu pula pemain basket di depan banyak penonton, setelah menembakkan bola ke keranjang (basket) di daerah tembak menjaga matanya dengan cara menunduk dan matanya melihat ke lantai sampai siap untuk memandang dan fokus kembali pada basket.

e. Latihan simulasi bertanding
            Berlatih simulasi membuat anak terbiasa dengan suasana pertandingan yang dihadapinya. Pelatih dalam proses latihan harus memberikan latihan simulasi dengan menghadirkan kemungkinan-kemungkinan buruk dalam latihan. Dalam permainan bulutangkis tatkala anak sedang main dengan kemampuan seimbang, teman-teman pendukungnya duduk disekitar pinggiran lapangan dengan memperkuat salah satu diantara mereka teman-temannya memberikan sorakan, bekata keras, memojokkan pemain tersebut, atau menyalakan suara kaset dalam tape recorder yang berisi rekaman suara penonton pada pertandingan sebenarnya. Maksudnya, memberikan bekal pengalaman bertanding kepada anak, agar mampu mengatasi perasaan “grogi” dan suasana pertandingan yang sudah diterasakan pada latihan rutin.

Petunjuk: Letakan 3 buah titik di dinding sesuai ketinggian. Selanjutnya, konsentrasi pada titik B sampai titik A tidak kelihatan. Amati titik A sampai titik lainnya tidak kelihatan. Amati titik C sampai titik yang lain tidak kelihatan. Konsentrasi dengan mengamati suatu titik sampai titik yang lainnya tidak kelihatan memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, harus dilakukan pada setiap sesi latihan baik sebelum, sesudah latihan atau menjelang pertandingan. Permulaannya anak membutuhkan waktu relatif lama dalam memperaktikan metoda ini, apabila sudah terbiasa waktu akan relatif singkat untuk menyelesaikan seluruh proses latihan.

g. Menggambarkan penulisan nomor
Tulis nomor 1 sampai 10 dengan mata tertutup, selanjutnya putar searah jarum jam dan ulangi gerakan tersebut sampai beberapa kali. Perintahkan anak menuliskannya secara jelas dan tepat. Cara ini membantu anak terutama bagi anak pemula yang tidak bisa konsentrasi selama pertandingan.

h. Mengamati jarum detik dalam jam
Amati jam dengan hati-hati selanjutnya hitung dari 1 sampai 5 ketika jarum detik berjalan. Ulangi menghitung selama 1 menit. Berhenti sejenak, kemudian ulangi lagi dengan mata tertutup selama 1 menit, kemudian cek waktu di jam setelah melakukan latihan tersebut. Prinsip terpenting yang harus diingat anak adalah menjaga agar suasana hati tetap dalam keadaan tenang dan mengkonsentrasikan pikirannya pada tugas-tugas yang harus dilakukan.

5.  Strategi Meningkatkan Disiplin
Teknik yang perlu diperhatikan dalam menanamkan disiplin, Roberts Ellis (1956) mengemukakan sebagai berikut:
1.    Usaha preventif lebih baik daripada usaha memperbaiki yang kurang disiplin.
2.    Membuat acara yang padat yang menarik minat anak.
3.    Memberikan pujian dan penghargaan terhadap anak yang disiplin.
4.    Memperhatikan perbedaan individual untuk memberi perlakuan yang tepat.
5.    Usahakan tidak memberikan hukuman kepada anak yang sensitif.
6.    Memperhatikan perasaan anggota tim pada waktu memberi perlakuan terhadap salah seorang anggota tim.
7.    Hindarkan perbedaan pendapat atau pertentangan antara pelatih dan anak.
8.    Setelah melakukan hukuman harus segera bertindak normal kepada anak yang melakukan kesalahan.
9.    Jangan menghukum seluruh pemain apabila kesalahan hanya dilakukan oleh seorang pemain.


PRAKTIK LATIHAN KETERAMPILAN PSIKOLOGIS
a. Self Talk
            Mengubah self-talk negatif menjadi self-talkpositif, sebelumnya mempraktikan teknik ini ada beberapa tip yang harus dilakukan: (1) buatlah komitmen diri setiap hari, setiap latihan, dan setiap pertandingan untuk memberikan perhatian terhadap self-talk yang dibuatnya; (2) lakukan kilas balik atau berpikir ke belakang dan gambarkan keberhasilan dan kegagalan; (3) bawalah catatan bentuk self-talk yang sederhana sehingga bisa dibaca setiap saat seperti di mobil, tempat istirahat, atau di tempat pertandingan. Self-talk yang bisa dilakukan oleh anak salah satunya seperti terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Cara merubah self-talk negatif menjadi self-talk positif
Self-talk Negatif
Self-talk Positif
Bodoh kamu, bagaimana mungkin kamu gagal menerima umpan mudah seperti itu.
Setiap orang bisa berbuat salah, lebih konsentrasilah pada umpan selanjutnya.
Apa kata orang jika pertandingan hari ini kalah.
Lakukan yang terbaik, kemenangan dan kekalahan bagian dari proses.
Saya berharap tidak lepas lagi.
Tenang dan tetaplah lihat bola.
Saya akan santai sebentar hari ini dan besok akan kerja keras.
Jika saya kerja keras hari ini maka pekerjaan besok akan lebih mudah.
Wah lawannya berat hari ini.
Tenang dan percayalah kamu bisa bermain baik.
Kita tidak pernah menang melawan tim ini.
Lakukan yang terbaik hari ini dan satu gol kemenangan sudah cukup.
Saya tidak pernah bermain bagus jika ada angin.
Angin ini dirasakan juga oleh lawan, saya hanya butuh lebih berkonsentrasi.

b. Rileksasi
          Latihan relaksasi otot secara progresif merupakan teknik latihan relaksasi otot yang meliputi rangkaian latihan menegangkan dan merelakskan kelompok otot dalam tubuh. Metode tersebut dilakukan selama kurang lebih 20-30 menit, dan kemungkinan disesuaikan juga dengan sifat-sifat kepribadian setiap atlet. Sedangkan pada waktu sebelum pertandingan latihan relaksasi hanya dilakukan dalam waktu yang singkat beberapa menit saja, tidak seperti pada latihan yang semestinya.
          Pada setiap kelompok otot saat kontraksi atau menegangkan otot dilakukan sebanyak 2 (dua) repetisi (ulangan), pada saat otot kontraksi ditahan selama 5 detik, sedangkan pada saat relaksasi ditahan selama 10-15 detik. Selanjutnya berpindah pada kelompok otot berikutnya. Latihan relaksasi harus diawali dengan melakukan sikap duduk seenak-enaknya, prosedurnya adalah sebagai berikut: “Mulai duduk seenak-enaknya. Beberapa orang merasa lebih enak apabila ke dua telapak kakinya menyentuh lantai, kedua tangannya diletakkan pada pangkuan. Jika anda ingin posisi yang lain yang lebih relaks juga boleh, yang penting cari posisi yang paling enak dan cocok untuk anda”. Untuk memperjelas pendapat tersebut perhatikan Gambar 1.2.



selanjutnya tutup mata dan mulai menarik napas dalam dan perlahan-lahan (deeply and slowly), sampai atlet sadar betul pada pola irama pernapasannya. Pernapasan dalam yang dilakukan bukanlah seperti pernapasan biasa, tetapi melakukan pernapasan diapragma. Pernapasan dalam secara perlahan-lahan dilakukan sampai napas penghabisan artinya sampai tidak bisa narik napas lagi, hasil penelitian Selk (2009: 23) dalam Valeey (1988) disimpulkan bahwa: “If players take a deep breath that lasts fifteen seconds, they will in fact get air into the diaphragm, and the heart rate will slow”.  Maksudnya, apabila atlet menarik napas selama 15 detik, atlet akan memperoleh udara dalam diapragma, dan denyut nadi atlet akan menjadi lambat.
          Formula yang digunakan dalam melakukan pernapasan dalam adalah formula 6-2-7 (maksudnya mengambil napas dalam selama hitungan 6 detik, tahan napas selama 2 detik, dan keluarkan napas dalam hitungan 7 detik). Bagi atlet pemula yang berusia di bawah 12 tahun, lakukan pernapasan dalam dengan cara menarik napas selama 11 detik, dengan formula 4-2-5 (maksudnya mengambil napas dalam selama hitungan 4 detik, tahan napas selama 2 detik, dan keluarkan napas dalam hitungan 5 detik). Pernapasan dalam tersebut dilakukan selama 5 menit atau sampai atlet merasa segar kembali.
          Setelah prosedur tersebut ditempuh mulailah masuk latihan relaksasi pada kelompok otot-otot tertentu, mulai dari otot lengan, otot kepala (dahi, mata, pipi, bibir, lidah), otot leher, otot bahu, otot dada, otot perut, otot punggung, sampai pada otot tungkai.

c. Konsentrasi
            Dari sekian metode latihan yang akan kita coba dipraktikan adalah bagaimana anak mengamati sebuah titik. Petama yang harus dilakukan adalah duduk sebagaimana dijelaskan pada waktu relaksasi jika anak sedang duduk di kursi, jika tidak anak suruh duduk bersila badan agak tegak kedua lengan terutama telapak tangan berada di atas lutut pada sikap bersila
            A                     B                                

Petunjuk: Letakan 3 buah titik di dinding sesuai ketinggian. Selanjutnya, konsentrasi pada titik B sampai titik A tidak kelihatan. Amati titik A sampai titik lainnya tidak kelihatan. Amati titik C sampai titik yang lain tidak kelihatan. Konsentrasi dengan mengamati suatu titik sampai titik yang lainnya tidak kelihatan, inimemerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, harus dilakukan pada setiap sesi latihan baik sebelum, sesudah latihan atau menjelang pertandingan. Permulaannya anak membutuhkan waktu relatif lama dalam memperaktikan metoda ini, apabila sudah terbiasa waktu akan relatif singkat untuk menyelesaikan seluruh proses latihan. Selanjutnya mengamati jarum detik dalam jam, amati jam dengan hati-hati selanjutnya hitung dari 1 sampai 5 ketika jarum detik berjalan. Ulangi menghitung selama 1 menit. Berhenti sejenak, kemudian ulangi lagi dengan mata tertutup selama 1 menit. Prinsip terpenting yang harus diingat anak adalah menjaga agar suasana hati tetap dalam keadaan tenang dan mengkonsentrasikan pikirannya pada tugas-tugas yang harus dilakukan.

d.  Imagery
     Petunjuk melakukan latihan imagery “mulailah dengan rileksasi. Dalam latihan imagery akan terjadi dialog antara otak dengan tubuh anak selama berlangsungnya latihan imagery. Pelaksanaan latihan imageryyaitu: “Duduklah seenak mungkin dan tutuplah mata anda. Usahakan relaks terlebih dahulu, bernapaslah dalam-dalam beberapa kali, usahakan membayangkan atau membuat imaginasi satu persatu pengalaman yang berhubungan dengan panca indra. Untuk memperjelas latihan imagery tersebut, perhatikan Gambar 1.2. (walaupun latihan imagerytidak harus dilakukan dalam posisi tersebut).


 Atlet dilatih untuk membuat khayalan-khayalan mental mengenai suatu gerakan atau keterampilan tertentu, atau mengenai apa yang harus dilakukannya dalam suatu situasi tertentu (membuat cognitive images). Caranya adalah:
a.  Mula-mula kepada para anak diperlihatkan suatu pola gerak, misalnya suatu pola gerak lari. Demontrasi ini juga dapat diberikan melalui peragaan langsung atau melalui video atau film. Anak diminta untuk memperhatikan dan mengamati demontrasi tersebut dengan seksama dan konsentrasi penuh. Konsentrasi ini penting sekali karena dengan konsentrasi biasanya akan diperoleh dimensi kognitif yang kuat.
b.  Anak disuruh untuk mendiskusikan masalah pola gerak yang baru saja diperlihatkan. Mungkin saja dalam diskusi tersebut akan berkembang tanggapan-tanggapan seperti “teknik itu terlalu rumit”, atau  “teknik itu hanya merupakan modifikasi dari teknik yang kita pelajari dulu”, atau “teknik itu baik dan perlu kita latih”.
c.   Langkah selanjutnya adalah anak disuruh melakukan apa yang disebut interval mental rehearsal, atau dengan perkataan lain membayangkan dan mengimajinasi gerakan-gerakan yang didemontrasikan tadi.
d.  Kemudian diperlihatkan lagi demontrasi tersebut agar anak bisa melengkapi kekurangan-kekurangan yang mungkin ada dalam imajinasi anak.
e.  Akhirnya anak disuruh mempraktikan gerakan dalam teknik tersebut.

Proses membayangkan harus dilakukan supaya rangkaian gerak itu bisa ditampilkan dengan baik. Perhatikan Gambar 1.3.


6.  Membangun Harmonisasi Tim
            Latihan untuk membangun tim yang harmonis bisa dilakukan dalam beberapa cara, misalnya dalam bolabasket dikenal dengan “The bull in the ring.” Teknik ini digunakan ketika tim sedang mengalami ketegangan akibat gagal atau tim berada dalam masalah. Bila masalah tersebut ditangani dengan segera dengan melibatkan semua anak dalam tim akan membuka kesadaranindividu dalamtim. Teknik “bull in the ring” dapat dilaksanakan dalam dua bagian yaitu:
1.     Anak-anak duduk dikursi dalam sebuah lingkaran di lingkaran tengah lapangan basket. Sediakan kartu tanpa nama anak tetapi memiliki nama tim, maskot atau logo, simbul, di atasnya). Anak-anak diberitahu untuk mematuhi empat aturan yaitu: (a) bicaralah secara bebas, jujur dan terus terang, (b) Jangan menjelaskan pernyataan secara singkat, (c) Jangan bereaksi secara bebas pada setiap pernyataan, (d) Perlu pikiran jernih dan terbuka. Anak dalam lingkaran bergiliran searah jarum jam, setiap anak diminta untuk membuat pernyataan negatif tentang tim sambil melihat simbol di kursi tengah, setiap anak memberikan argumentasi selama 30 detik). Anak tidak diizinkan untuk membuat pernyataan tentang dirinya sendiri, tetapi membuat pernyataan yang relevan tentang timnya. Setelah mendengarkan semua laporan atau pernyataan negatif dari anak, selanjutnya setiap anak diwajibkan membuat pernyataan positif tentang timnya. Setelah mendengar semua pernyataan positif, dari setiap anak lalu dibiarkan setiap anak mengajukan komentar atau pertanyaan terkait dengan pernyataan positif atau negatif yang dibuat pada sesi tersebut.
2.     Sama seperti bagian (1) namun setiap anak duduk di kursi tengah bergiliran untuk mendengar komentar yang diarahkan pada anak tersebut. Anak akan mendengar komental baik positif maupun negatif tentang dirinya dan rekan tim. Setiap anggota tim diberi kesempatan untuk memilih apakah akan menjadi pendengar pertama atau tidak, atau secara berurutan menurut jarum jam. Setiap anak yang mengomentari hanya berkesempatan satu kali begitupun anak yang tampil sebagai “bull” atau yang duduk di kursi tengah, Setiap kali atlet selesai mengomentari babak baru dimulai, begitu seterusnya sampai semua atlet dalam tim kebagian giliran. Kegiatan ini menjadi pertemuan penting bagi tim.
     Peran pelatih adalah menegakkan aturan yang sudah digariskan sebelumnya, membantu proses aliran stimulus pada anak. Setelah semua atlet selesai giliran, atlet diberikan kesempatan untuk membuat komentar positif atau negatif yang dibuatnya. Kebanyakan "bulls" cenderung mengajukan pertanyaan atau pernyataan negatif tentang rekan satu timnya. Pelatih harus memelihara diskusi kecil dan singkat yang memungkinkan interaksi dari rekan tim. Selanjutnya, masalah yang tidak biasa dibahas rekan-rekan tim harus dibahas oleh pelatih.
            Teknik “the bull in the ring” akan menjadi metode yang sangat baik untuk mengurangi ketidakharmonisan dalam tim. Rekan tim yang satu dengan yang lain saling mempelajari kelebihan dan kekurangan dirinya, bagaimana dirinya bisa dianggap oleh rekan tim, belajar bagaimana dirinya bisa dirasakan oleh orang lain dalam tim, Metoda ini akan membantu meningkatkan kesadaran diri (self awareness) dengan cara melihat keadaan dirinya sendiri melalui mata orang lain. Sedangkan tujuan metoda ini adalah untuk menjernihkan suasanadan mengokohkan bathin anak dalam tim, serta memecahkan isu-isu yang terjadi yang memungkinkan tidak adanya kohesi dan kerjasama tim.
PENATAAN PSIKOLOGIS PADA ANAK DALAM PERTANDINGAN OLAHRAGA
            Latihan mental penting bagi anak yang mengikuti olahraga kompetisi, aspek psikologis anak akan terlihat dengan jelas pada saat anak tersebut bertanding. Aspek psikologis seringkali menjadi masalah penting dalam mencapai penampilan maksimal, setiap anak ada yang mampu menampilkan seluruh kemampuannya yang didapat dari latihan. Namun ada juga anak tampil di bawah form yang tidak diharapkan, artinya anak tidak dapat menampilkan seluruh kemampuan yang dimilikinya pada saat pertandingan. Untuk mengatasi hal seperti itu perlu diciptakan situasi yang mendukung tercapainya prestasi maksimal agar anak dapat menampilkan seluruh kemampuannya. Ada empat tahap penting dalam persiapan anak menuju pertandingan, yaitu: (1) sebelum hari pertandingan; (2) pada hari pertandingan; (3) saat pertandingan; dan (4) setelah hari pertandingan.

1. Sebelum Pertandingan
            Latihan mental yang harus dilakukan anak sebelum pertandingan, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.     Mengumpulkan data mengenai kekuatan dan kelemahan lawan. Jika memungkin kan, putarlah rekaman pertandingannya. Kemudian susunlah strategi untuk menghadapinya.
b.     Pantau kemajuan anak, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana tingkat konsentrasinya, bagaimanairama, timing, power, dan kelancaran menjalankan ketrampilannya serta sikapnya terhadap latihan secara umum.
c.      Pantau tingkat kecemasan anak dengan melihat ekspresi wajahnya, apakah cerah atau murung: apakah sinar matanya letih atau segar dan awas. Juga perhatikan suasana hatinya, bagaimana kualitas tidur dan makannya, apakah anak mengalami faktor-faktor psikosomatis seperti sakit perut, nyeri otot, sesak nafas, demam, batuk, keringat dingin, dan sebagainya.
d.     Pada saat tidak latihan, pastikan bahwa anak tidak "berpikir" mengenai pertandingannya selama 24 jam. Berikan aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya supaya memberikan suasana gembira, sehingga anak bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari pertandingan.
e.     Satu hari menjelang pertandingan, biasanya cukup latihan ringan saja dan tidak perlu berada di lapangan terlalu lama. Pada malam hari sebelum bertanding, tidurlah pada saat yang tepat, tidak perlu tidur terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan latihan relaksasi dan visualisasi. Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau siang hari, siapkan alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti dan perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru. Pastikan semua dalam keadaan baik.

2. Pada Hari Pertandingan
            Latihan mental yang harus dilakukan anak pada hari pertandingan adalah sebagai berikut:
a.  Bangun tidur pada saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan tidak berlebihan. Kemudian lakukan aktivitas rutin kebiasaan sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa, stretching, sarapan (perhatikan kapan harus makan dan apa yang harus dimakan), latihan relaksasi dan visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan termasuk cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir positif.
b.  Berangkatlah ke tempat pertandingan pada saat yang tepat. Perhitungkan jarak ke tempat pertandingan, bagaimana mencapainya, kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu berangkat terlalu cepat, namun jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada waktu untuk istirahat, penyesuaian dan pemanasan.
c.   Di tempat pertandingan pelatih perlu mengenali anak, mana yang berada didekat teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri. Pastikan di lapangan mana anak akan bertanding, jangan lupa melapor panitia. Untuk pertandingan pertama, pastikan anak sudah hapal dimana letak ruang ganti, WC, ruang kesehatan, dan sebagainya.
d.  Sambil melakukan pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan `semangat' dan tetap berpikir positif. Pelatih dapat mengingatkan strategi yang akan diterapkan secara sekilas. Lakukan gerakan olahraga dengan penuh konsentrasi yang kemudian dapat dilanjutkan dengan visualisasi dan relaksasi.

3. Saat Bertanding
            Saat bertanding tiba, bukan waktunya lagi untuk memikirkan teknik olahraga. Itu semua sudah dilatih dalam latihan dan sudah dihayati dalam visualisasi. Sekarang saatnya tinggal mengulang-ulang kejadian yang sudah divisualisasikan dan melakukannya sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang saatnya melakukan konsentrasi penuh hanya pada jalannya pertandingan, anjurkan anak untuk:
a.  Memantau dan menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.
b.  Pusatkan perhatian semata-mata hanya terhadap permainan yang sedang dijalani. Kesalahan yang baru atau pernah terjadi, dan yang mungkin terjadi jangan dihiraukan.
c.   Berpikir positif dan optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.
d.  Jangan terlalu banyak menganalisa.
e.  Bermainlah dengan irama sendiri jangan terbawa irama lawan.
f.    Menjalankan strategi yang telah disiapkan. Jangan diubah jika strategi itu berjalan. Lakukan evaluasi singkat, jika strategi tidak jalan, lakukan penyesuaian dengan alternatif strategi yang sudah dipersiapkan.
g.  Hindari hal-hal negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, berbicara terhadap diri sendiri berlebihan, berpikir negatif, meragukan kemampuan dan menyerah sebelum pertandingan selesai.
h.  Jika bermain bagus, jangan bertanya mengapa dan mengganti apapun; biarkan berjalan demikian. Jangan mengendor jika sedang leading (memimpin pertandingan), dan tidak perlu kasihan jika lawan mendapat angka nol.


4. Setelah Pertandingan
            Latihan mental setelah hari pertandingan juga perlu dilakukan, beberapa hal yang harus dilakukan adalah:
a.  Mintalah anak mencatat hal-hal positif maupun negatif yang berpengaruh terhadap penampilannya dalam pertandingan. Bukan hanya yang bersifat teknik, taktik, dan strategi, tetapi juga yang bersifat mental, bahkan hal-hal kecil lainnya. Catat hasil tersebut dalam buku evaluasi anak.
b.  Evaluasi penampilan dalam pertandingan yang telah diikuti. Apakah mencapai sasaran?
c.   Putuskan apakah perlu diadakan penyesuaian terhadap program latihan?
d.  Pusatkan perhatian terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.

DAFTAR PUSTAKA

Apruebo, Roxel. (2005). Sport Psychology. Manila, Philipines: UST Publishing    House.
Alferman, D. (1999). Teacher-studdent interaction and interaction patterns  student groups. In Auweele, Y.P., Bakker, F., Biddle, S., Durend., & Seiler, R.  Psychology for physical educators. Canada: Human Kinetics.
Burke, Peterson & Nix. (1995). The Influence of Humor on Athletes Evaluation of their Coaches. Journal of Sport Behavior, 18, 83-90)
Chaplin, (1993). Alih Bahasa Kartini Kartono, Kamus psikologi, Jakarta: Erlangga, 1991
Cox, R.H. (2002). Sport psychology: Concept and application. Iowa: Wm.C.Brown Publishers.
Danu. Hoedaya. (2006). Pendekatan Psikologis dalam Olahraga Usia Dini. Cipayung: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Pengembangan SDM Keolahragaan.
Fulgham, A. (1998). Implementing a psychological skills training program in high scholl volley ball athletes. http//www.clearinghouse.mwsc.edu/ manus-crips/78.asp.
Gould, D. (1993). Goal setting for peak performance. In Williams, J.M. Applied sport psychology. personal growth to peak performance. (hh.158-169) London: Mayfield Publishing Company.
Gunarsa. S. D. dkk. (1989). Psikologi olahraga, Jakarta: PT. BPK Gunung  Mulia.
Hornby, A.S. (1987). Oxford advanced learner’s of current english, New york : Hezell Watson & Viney Limited.
Komarudin. (2012). Psikologi Olahraga. Latihan Mental dalam Olahraga Kompetitif: Bandung: PT. Rosdakarya.
Kontos, A.P. & Feltz, D.L. (2008). The nature of sport psychology. In Horn, T.S.  Advances in sport psychology.Ohio: Human Kinetics.
Loehr, James. (1986). Mental Toughness Training for Sport. Achieving Athletic Excellence. Lexington, Massachusetts: The Stephen Greene Press.
Morris, T., & Thomas, P. (1995). Approaches to applied sport psychology. In Morris, T. & Summer, J. Sport psychology. application and issues. New York: John Willey & Sons.
Munn, L. N, Fernald, D. L., & Fernald, S. P. (1969). Introduction to psychology, Boston: Houghton Miffin Company.
Passer, M.W., & Smith, R.E. (2008). Psychology the science of mind and behavior. (4th Ed). Boston: Mc Graw Hill.
Ritaudhin. (2000). Pengembangan Psikologi Anak Melalui Olahraga. Universitas Negeri Yogyakarta.
Setyobroto, S. (1993). Psikologi kepelatihan. Jakarta: CV. Jaya Sakti.
Slavin, R.E. (2005). Education Psychology. Theory to practice. Columbus: Pearson
Weinberg, R. & Gould, D. (2007). Foundations of sport and exercise  psychology. New York. Human Kinetics.
Yusup, Hidayat. (2005). Psikologi Olahraga. Bandung: Penerbit Warli Design.
-------- (2012). Pedoman Praktis Bermain Bulutangkis. Tersedia di:    http://www.bulutangkis.com.
-------- (2012). Bermain Bulutangkis. Tersedia di:       Diakses tanggal 13 Juli 2013.
Vealee, Bloom. (2005). Source of Sport Confidence. Conceptualization and Instrument Development. Journal of Sport & Exercise Psychology, 21, 54 – 80.
Vealey, Hayasi, et al,. (1998). Source of Sport Confidence. Conceptualization and Instrument Development. Journal of Sport & Exercise Psychology, 21, 54 – 80.
Zinnser, Bunker. (2001). Cognitive Techniques for building Confidence and Enhancing Performance. Mountain View, CA: Mayfield.

Arsip Blog