Sabtu, 15 September 2012

Resep Soto Dalam Alquran ??


Pada sebuah warung Soto, dua orang sedang bercakap-cakap. Salah seorang adalah muslim, sedangkan satunya lagi non muslim. Si non muslim mengajukan pertanyaan kepada temannya yang muslim, entah bermaksud menguji, atau mengejek.

“Eh, katanya di kitabmu itu (Al Qur’an) menjelaskan segala sesuatu?” katanya membuka percakapan, “coba ada nggak di kitabmu itu resep membuat Soto Ayam?”

Mungkin yang dimaksud adalah penggalan surat An Nahl ayat 89, yang artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

atau bisa juga yang ada di surat Yusuf ayat 111, yang artinya “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. 

Saudara muslim ini pun tak kalah cerdas,  ”Tentu saja ada! Jangankan Soto Ayam…Gulai Ayam, Sate Kambing, Sop Buntut, Nasi Kebuli, apa saja deh yang kamu mau, semua ada”

Tambah heranlah temannya yang non muslim itu, namun belum terima begitu saja “Coba, tunjukkan di surat mana!”

“Sabar dulu”, kata si Muslim, kemudian dia memanggil tukang masak warung itu “Mas, tolong tunjukkan pada saya bagaimana cara membuat Soto Ayam seperti di warung ini”

Kemudian si tukang masak pun menjelaskan dengan rinci, mulai dari bahan-bahan yang dibutuhkan, cara memasak, hingga cara menyajikan.

“Nah, di Al-Qur’an itu menjelaskan yang seperti itu”, kata si Muslim kepada temannya yang non muslim.

“Ah masa? Coba tunjukkan di surat mana?”, kata si non muslim yang sekarang giliran merasa diledekin temannya itu.

“Tentu saja ada”, lalu si muslim membacakan surat An Nahl ayat 43 “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”

“tuh kan, ada…Al-Qur’an itu menyuruh kita bertanya kepada ahlinya kalau kita memang tidak tahu. Jadi, bukannya menjadi sok tahu lalu urusan jadi berantakan” kata si Muslim. [*]

Hikmah dan Faedah:
  • Al-Qur’an memuat kaidah-kaidah (rumus) umum, sedangkan rinciannya bisa ditemukan lagi di kitab-kitab Hadits, atau dari ijtihad ulama berdasarkan kaidah umum yang ada. Itulah mengapa Al-Qur’an itu akan cocok sepanjang masa. Jika Al-Qur’an merinci seluruh permasalahan, akan menjadi kitab yang sangat tebal.
  • Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berilmu, maka diperintahkan untuk mencari ilmu, baik dengan membaca maupun bertanya. Dalam bertanya pun diperintahkan untuk bertanya kepada yang mempunyai pengetahuan tentang yang ditanyakan, bukan bertanya kepada sembarang orang.
  • Menunjukkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, hingga orang-orang pun diperintahkan untuk bertanya kepada mereka.
  • Ilmu yang dimaksud adalah apa yang ada di dalam Al-Qur’an, lalu Hadits Nabi Shallallahu’alaihi wasalam, kemudian perkataan para Sahabat, dan ulama-ulama yang mengikuti mereka dengan baik.
  • Merupakan anjuran untuk bertanya kepada Ahlinya, termasuk dalam urusan/ilmu dunia sehingga urusan menjadi benar. Karena jika suatu urusan diserahkan atau ditanyakan kepada yang bukan ahlinya, maka menjadi rusaklah urusan itu.
  • Dahulu, ketika wahyu masih turun dan syariat belum sempurna, para sahabat dilarang banyak bertanya, sebagaimana hadits yang shahih “Apa-apa yang aku larang bagi kalian, maka tinggalkanlah; dan apa-apa yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Hanyalah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian, karena banyaknya pertanyaan mereka dan menyelisihi nabi-nabi mereka” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (6858) & Muslim dalam Shohih-nya (1336)], karena dikhawatirkan syariat akan menjadi berat, sehingga orang yang bertanya akan mendapat hukuman yang berat.
  • Namun sekarang syariat telah sempurna, maka setiap muslim bisa bertanya apa saja karena semua jawaban telah ada dengan sempurnanya syariat. Pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk mencari-cari celah dalam agama atau untuk menimbulkan syubhat dalam agama, niscaya akan terjawab oleh ahli ilmu.
  • Meskipun demikan, ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak selayaknya dilontarkan, bahkan bisa mengarah kepada perbuatan atau keyakinan yang bid’ah, seperti mempertanyakan Dzat Allah, kaifiyat Allah, ayat-ayat yang mutasyabihaat, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berkaitan dengan aqidah yang tidak pernah ditanyakan oleh generasi terbaik (Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut tabi’in), sementara mereka adalah kaum yang paling bersemangat dalam kebaikan. Sebagaimana kisah masyhur yang terjadi pada Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab: ”Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.” Kemudian Imam Malik rahimahullah menyuruh orang tersebut pergi dari majelisnya. [Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawi (I/171), Mukhtasharul ‘Uluw lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 141), cet. Al-Maktab al-Islami, tahqiq Syaikh al-Albani.]


Tentu masih banyak hikmah dan faedah yang bisa diambil dari setiap ayat Al-Qur’an, yang tidak akan pernah cukup sekalipun air laut menjadi tinta. Hanya kepada Allah kembalinya segala kebenaran, dan Allah Maha Pemaaf atas segala kekurangan.



___________________________________________________________
* Kisah di warung Soto didengar dari kajian Ustadz Abdullah Hadhrami hafidhahullah,
dengan beberapa perubahan dalam penyusunan kalimat.
  
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog