Senin, 10 September 2012

Awalan


29 Agustus 2012
Sesuai perjanjian kemarin,  Maya, keponakanku akan datang ke rumah untuk les. Les yang saya laksanakan ini tanpa bayaran. Semua saya lsayakan atas kesadaran saya ingin memulai mencerdaskan oang di sekitar saya terlebih dahulu sebelum orang di luar sana. Tapi semua itu tak lepas dari bantuan orang – orang di sekitar saya. Terutama Bu Darman yang telah menyumbangkan papan tulis TK yang sudah tidak dipakai untuk urusan les ini.
Sudah hampir pukul 16.00 WIB. Tapi Maya tidak datang juga. Saya berpiki, untuk melsayakan suatu perubahan memang sangatlah sulit. Butuh perjuangan. Dan saya rasa perjuangan saya kali ini dimulai dari menjempur Maya. Ya, saya pergi ke rumahnya yang letaknya tak jauh dari rumah. 10 menit pulang pergi dengan sepeda motor.
Sesampainya di rumah Maya, ternyata ia belum mandi. Saya tunggu dia. Tak berapa lama ia muncul dan kemudian kami berangkat menuju ke rumah saya.
Berdoa. Saya awali les pertama hari ini dengan berdoa. Saya minta Maya untuk memimpin. Sedikit canggung dan ia justru ketawa – ketiwi mendengar suruhan saya. Mungkin karena baru awal seperti itu. Tapi bagi saya berdoa sebelum belajar itu sangatlah penting. Karena apa yang kami terima baik saya atau Maya itu tak lepas dari Ridha-Nya.
Oke. Pelajaran dimulai. Hari ini jadwalnya adalah Matematika dan Bahasa Indonesia. Tapi sayang untuk Bahasa Indonesia tidak terlaksana. Akhirnya hanya Matematika. Saya menerangkan sifat perhitungan, perhitungan campuran, sampai pada FPB dan KPK.
Dari apa yang saya terangkan kepada Maya, saya merasa kalau saya ini memang belum bahkan jauh dari kata profesional sebagai calon guru. Meskipun sebelum ngajar saya telah belajar tapi rasa canggung itu tetap ada.
Selama ini saya selalu membanggakan diri saya sendiri kalau saya ini pintar, kuliah menyandang IPK 3, 78. Tapi ternyata saya tak lain dan tidak beda dengan anak SD yang masih kagok dengan pelajaran yang ada. Saya semakin sadar, kuliah selama dua tahun ini tidak mendapatkan apa – apa. Saya hanya datang, duduk manis, dan pulang begitu saja tanpa makna. Marah, jengkel ketika nilai tidak sesuai dengan harapan. Dan sangat marah ketika ada teman sekelas yang IPK-nya lebih tinggi dari saya.
Semakin ke sini, saya semakin sadar. IPK memang penting tapi ilmu itu jauh lebih penting. Untuk apa saya mendapat IPK 3, 78 tapi saya tidak tahu apa yang telah disampaikan oleh dosen saya.
Saat ini saya telah menginjakkan kaki di semester 5. Saya sendiri berharap saya lebih bisa memaknai ilmu yang diberikan dosen atau lingkungan. Tidak lupa beribadah dan juga selalu berdoa memohon kelancaran segala urusan. Ya, semoga. Dan saya harus bisa mengubah paradigam saya dari nilai menjadi ilmu. Aamiin.
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog