Selasa, 17 September 2013

Rencana Allah Lebih Indah



Siapa menyangka apa-apa yang sudah dipersiapkan dengan matang tiba-tiba berantakan di jalan? Rasanya sangat menjengkelkan dan seakan ingin bilang, “Kenapa sih Allah jahat?” Hal itulah yang terjadi pada saya kemarin pagi ketika berangkat ngajar.

Mempersiapkan alat peraga atau media untuk mengajar, bagi seorang guru adalah wajib hukumnya. Apalagi untuk guru praktikkan seperti saya. Maka saya persiapkanlah media “Styrofoam (gabus) Hitung”. Dengan gabus tersebut saya ingin membelajarkan tentang penjumlahan dan pengurangan di bawah angka 20 bagi siswa kelas 1 SD melalui cara menempelkan berbagai macam gambar.

Gabus yang saya gunakan tebalnya 1,5 cm, panjang 80 cm, dan lebarnya 40 cm. Sekitar pukul 05.45 WIB saya berangkat dari umah. Riangnya hati saya membayangkan betapa ceria anak-anak nanti ketika saya masuk kelas membawa media yang satu ini. Pasti pembelajaran akan berlangsung dengan menyenangkan, yakin saya.

Takdir berkata lain. Sekalipun saya sudah memposisikan gabus tersebut dengan posisi senyaman mungkin agar tidak terkena hembusan angin, tiba-tiba “Krek”. Sontak saya menjerit, “Aww...”. Iya, gabus yang saya bawa itu retak setelah ada bus antar provinsi menyalip saya. Padahal sudah setengah jalan (30 menit perjalanan). Berhentilah saya. Saya perhatikan gabus itu.

“Buang-tidak-buang-tidak.”

Saya putuskan untuk membawa sisa gabus yang patah tadi dan merelakan sebagian gabus yang melayang entah kemana. Sebelumnya saya ambil hiasan-hiasan yang masih menempel. Pelan-pelan, takut sobek. Saya tempelkan hiasan tersebut pada spedometer motor. Selesainya, saya mencari cara bagaimana posisi yang pewe agar gabus ini nggak patah lagi dan mudah dibawa. Tapi sebenarnya saya sudah lillahi ta’ala misalnya gabus tersebut patah lagi. Hiks.

Posisi diantara kaki dan bertumpu pada dada sayalah yang setidaknya menjadi posisi paling pewe saat itu. Bismillah. Saya lanjutkan perjalanan ke sekolah. Di perjalanan tak sedikitpun ada masalah dengan gabus tersebut. Inikah cara Allah? Mematahkan gabus  saya untuk mempermudah perjalanan saya?

Sesampainya di sekolah, teman sejawat pada nyengir, “Patah?”
“Iya.” Saya langsung nyelonong masuk dan bersalaman dengan kepala sekolah yang selalu rajin berangkat pagi tiap hari Senin. Segera setelah itu, saya letakkan tas dan mengeluarkan penggaris serta cutter. Cia..cia...cia...membereskan hiasan dan selesai. Media yang saya rancang telah kembali seperti semual. Ya, meskipun ukuran panjangnya sedikit berbeda. Tak apalah.

Dari kejadian ini, saya justru flasback pada beberapa kejadian satu bulan ini. Saya merasa kalau akhir-akhir ini banyak sekali perubahan dalam diri saya. Dulunya saya yang terlalu ambisius dan apabila sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan saya, maka stress-lah saya kemudian pekerjaan yang lain akan keteteran semua. Tapi pagi ini? Saya dengan santainya mengatasi masalah tersebut, lillahi ta’ala. Inikah nikmat Allah yang lupa saya sadari dari dulu? Nikmat ketika memasrahkan apa—apa yang terjadi pada Allah. Dan hasilnya? Mengajar hari ini sangat lancar dan anak-anak juga bersemangat. Sekalipun mereka tidak tahu kalau ada kejadian gabus patah. Hari ini saya belajar apa itu pasrah.
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog