Kamis, 01 Agustus 2013

Kelengkengku = SPPku


Waktu itu aku masih berkostum putih abu-abu, kelas XI. Layaknya anak-anak yang lain aku pun suka sekali berkumpul bersama teman di kantin. Jajan, ngobrol, saling menggoda, sampai membahas ekstrakurikuler yang kita minati. Semua terasa asyik jika dilakukan bersama teman.
Seperti saat itu, istirahat pertama aku dan teman yang lainnya berjalan menuju kantin Pak Jas. Setiba di sana sudah ada Desi dan kawan-kawan.
“Eh, Ka, mau?” Desi menyapaku saat aku tiba di depan pintu kantin.
“Wuih...enak ini. Minta yaa?” jawabku menyambut tawaran Desi lalu mencari tempat duduk yang kosong.
Ku rasakan buah pemberian Desi yang besarnya hampir menyerupai bola pingpong itu. Mak..nyess... manisnya. Aku teringat pohon kelengkengku yang ada di rumah. Kelengkengku pasti juga sudah siap dipanen dan siap ku santap. Kelengkengku apa kabarnya? Sudah 3 hari aku tidak pernah menyiraminya. Kegiatan di OSIS membuatku sering pulang larut sore. Rasanya aku ingin bergegas pulang ke rumah saat itu juga. Memastikan kalau buah kelengkengku juga sudah siap ku  panen.
Sesampainya di sekitar rumah, aku tak langsung pulang. Ku pilih untuk mampir ke toko bapak yang letaknya di depan gang masuk rumahku. Aku buka pagar toko, dan menuju ke samping toko.
“Kelengkengku di mana??” pekikku.
Aku tak mendapatinya. Ku berlari ke rumah meninggalkan pintu pagar toko tetap terbuka. Ketika tiba di rumah, ku cari ibu. “Ibuuu.....!!”
“Dalem...” ku dengar suara ibu parau. Ku temukan ibu sedang tidur di kamarnya. Ibu sakit, kepalanya masih kumat seperti kemarin. Ku urungkan niatku untuk menanyakan keberadaan pohon kelengkengku. Setelah memastikan ibu baik-baik saja, aku masuk kamar dan berganti pakaian. Pikiranku masih menebak-nebak keberadaan pohon kelengkengku. Apa dijual ibu?
“Dik, mpun maem (sudah makan)?” ibu menghampiriku sambil membawakan makan siang untukku.
Tak ada jawaban dari mulutku. Rasa kesal terpupuk dalam hatiku. Hanya saja tertahan karena keadaan ibu. Ku terima piring dari ibu dan ku lahap makan siangku dengan cepat. Besok-besok saja aku menanyakan pohonku itu. Bagaimanapun juga, tak tega rasanya melihat kondisi ibu.
“Dik, uang SPPnya sudah dibayarin semua?”
“Sudah Bu.”
“Maaf ya, ibu belum bisa ngasih uang SPP buat adik. Karena ibu juga lagi tidak punya uang. Toko bapak juga sedang sepi.”
“Maksud ibu apa? Kan tadi pagi ibu sudah ngasih uang ke adik.” potongku.
Ibu diam seketika.
“Sebenarnya itu uang adik.”
“Uang adik?”
”Itu uang penjualan pohon kelengkeng adik yang di toko bapak.”
Makjleb! Jangan-jangan kelengkeng yang aku makan tadi itu kelengkengku. Apa benar pohon kelengkengku yang sudah siap panen itu dibeli oleh ayah Desi? Bisa saja. 

Ketika aku menyiram pohon kelengkeng
            pingpong di toko bapak
Semua seakan terbuka layaknya lembaran buku-buku usang. Ku urutkan semua kejadian yang ada. Ibu kepalanya kumat pasti karena tidak punya uang (penyakit semua orang deh kalau yang satu ini), dan kemarin ayah Desi kebetulan lihat pohonku dan tergiur untuk membelinya. Ah, semua orang juga pasti akan tergiur kalau melihat pohonku itu. Dan uang hasil penjualan itu diberikan kepadaku untuk membayar uang SPP yang menunggak selama 3 bulan. Ya, ternyata benar.
Ku lihat raut wajah ibu berubah. Yang tampak hanya rasa bersalah. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Pohon yang selama 2 tahun itu aku rawat dan ku nanti buahnya justru dijual oleh ibu. Sebenarnya kalau masalah buah aku sudah merasakan, tapi sayang banget. Setiap siang dan sore aku selalu menyiraminya, memberikan pupuk kandang seminggu sekali, hingga akhirnya buah kelengkeng yang aku tanam di pot itu bisa berbuah banyak.
Ya mau bagaimana lagi, saat itu yang ku pikirkan adalah kenapa dan kenapa? Aku ya hanya diam. Tapi kalau pohonku tidak dijual aku juga tidak bisa bayar uang SPP. Aku hanya belajar menerima, tapi masih ada rasa tidak rela. Seperti tak ada pembalasan dari kerja kerasku selama ini.
Oh~ kelengkengku, apa kabar kamu sekarang? Pasti sudah sangat besar dan saat ini kamu sedang berbuah. Terimakasih sudah mebelajarkanku akan arti kerja keras dan keikhlasan.

***

Sebenarnya bapakku adalah pedagang tanaman holtikultura. Toko yang ku ceritakan itu ya toko bapak yang penuh tanaman itu. Berbagai macam tanaman ada. Mulai dari mangga, alpukat, belimbing, durian, jambu, sukun, nangka, dan ada juga tanaman penghijauan seperti jati dan trembesi. Akulah yang mendapat tugas menyiraminya di setiap pagi dan sore. Karena pekerjaanku itulah aku mendapat hadiah satu bibit pohon kelengkeng itu.
Kalau ada yang bilang, apakah kelengkeng itu bisa berbuah beneran seperti kelengkengku padahal daerahku itu termasuk dataran rendah, jawabannya bisa. Sejak mendengar kabar dari bapak kalau ada kelengkeng khusus dataran rendah (termasuk milikku) itulah aku mau merawat pohon kelengkengku itu. Selama ini anggapan orang pada umumnya daerah yang bisa ditanami hanya di daerah kawasan Bandungan, Semarang (untuk daerahku). Nyatanya pohonku bisa berbuah meskipun di tanam di media pot. Dan sekarang sudah banyak di daerah Demak, Jawa Tengah (daerahku) warga yang menanam kelengkeng. Ada yang di tanam di ladang, ada pula yang sepertiku dulu, di pot.

Selayang Pandang Pohon Kelengkeng
Kelengkeng termasuk dalam deretan buah yang mahal. Hampir sejajar dengan durian. Kelengkeng atau sering disebut juga dengan lengkeng ini memiliki berbagai varian, diantaranya adalah kelengkeng ping pong, diamond, itoh, kristal, gading, aroma durian, puang rai. Selain jenis yang aku sebutkan dengar-dengar juga ada jenis lain. Namun secara garis besar masing-masing jenis kelengkeng memiliki keunikan tersendiri mulai dari rasa buah, besar kecil bijinya, tebal tipis kulit buah sampai pada bentuk daunnya.
Yang terpenting yang harus diketahui oleh masnyarakat luas adalah kini kelengkeng bisa ditanam di mana saja, tidak harus daerah bercuaca dingin. Karena kini telah banyak inovasi-inovasi yang dilakukan para petani kelengkeng sehingga kelengkeng pun bisa ditanam dengan media pot dengan perawatan yang mudah.
Berkaitan dengan harga bibitnya, di tempat bapakku (bukan promo nih ya, hanya info~ hihihi) untuk bibit kelengkeng dengan tinggi 50-70 cm dihargai sebesar Rp 25.000. Dan catatan penting bagi yang akan membeli bibitnya, pastikan kalau mau membeli bibit apapun terutama kelengkeng pastikan kalau itu adalah hasil stek karena bibit yang hasil stek akan lebih cepat berbuah dibandingkan dengan bibit dari hasil pertumbuhan bijinya. Selain itu, pertumbuhannya akan berbeda dengan yang biji. Karena secara umum dengan tinggi 50-70 cm itu, cukup dengan menunggu selama 1,5-2 tahun dengan perawatan yang memadai, kelengkeng akan mulai berbuah. Bagaimana apakah kamu tertarik untuk membeli? Buruan, karena selain untuk tanaman peneduh, tanaman hias,  buah kelengkeng juga nikmat untuk menggoyang lidah para peminatnya.


IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog