Hidup di desa itu ada nikmat dan nggak nikmatnya. Sama halnya hidup di kota deh ya? Kalau hidup di desa seperti aku ini salah satu kenikmatannya adalah kemudahan dalam menemukan pasar tradisional. Karena yang ada di sana bisa dikatakn fresh banget lah ya. Selain itu juga lumayan murah. Tapi apa jadinya kalau aku yang notabene boros banget ini diminta ibu untuk menyiapkan menu buka dan sahur hanya dengan uang di tangan hanya sebesar Rp 20.000.
“Ha? Kok uang belanjanya sama uang sakuku kuliah, Bu? Dapet apa nanti?” rengekku pada ibu.
“Dapet menu buka dan sahur. Ibu biasanya juga segitu. Udah pokoknya ibu percayakan padamu menu hari ini (22/7/2013).” kata ibu sambil berlalu pergi bersama bapak.
Buat beli separuh menu makan di restoran fast food aja nggak dapet. Lah ini? Ibarat tertegun, saat itu mungkin aku seperti sapi ompong yang plompang-plompong. Ini harus kuhadapi.
Otakku mulai berpikir keras, pokoknya cukup nggak cukup uang ini harus bisa buat belanja, kalau tidak nanti juga kasihan bapak ibu, pulang dari ladang nggak ada makanan.
Langkah utama yang ku lakukan adalah mengecek bumbu dapur yang ada. Oh, ternyata masih lengkap, alhamdulillah. Ada juga buncis dan wortel yang masih tersisa. Setelah itu mikir lagi, menu apa ya yang mau aku masak nanti?
Aha! Sayuran yang masih ada itu harus aku gunakan biar jatah uangnya nggak kurang. Akhirnya aku mengeksekusi sayur bobor (paham nggak ya sayur ini? sayur daun kacang panjang yang muda lengkap dengan santan bening) sebagai menu buka puasa nanti sore. Terus sahurnya? Aku buat tumis buncis aja.
Belanjaan |
Senang rasanya kalau bisa ke pasar sendiri. Eits! Kali ini jangan deh. Ke pasar hanya megang uang Rp 20.000, bisa-bisa aku kalap dan bahan-bahan untuk membuat menu buka dan sahur jadi tak terpenuhi. Pengalaman, seringkali kalau ke pasar belanjaan yang ku beli lebih banyak yang tidak sesuai list. Hihihi. Jadi, kali ini aku nitip sama tante aja deh. Melasnya diriku nggak bisa ngecengin penjual-penjual di pasar.
Dengan sigap aku untuk membuat list belanjaanku, dan hasilnya ini nih!
1. Mbayung (daun kacang panjang yang muda) 1 ikat
2. Labu (waluh) 1 potong
3. Kelapa tua Rp 1.000
4. Ikan pindang Rp 5.000 (3 ekor)
5. Bakso Rp 2.500
6. Tahu kuning Rp 2.000
Jumlah uang yang aku keluarkan untuk belanjaan di atas adalah Rp 12.500. Tenang. Uang masih ada sisa, jadi bisa masuk kantongku deh. Hehe lumayan J
Ikan pindang |
Tapi, tak layaknya cerita sinetron yang selalu berakhir happy ending, di penghujung acara masak-memasak ku buka tempat penyimpanan beras. Ya, bisa ditebak, ternyata berasnya habis. Alamak, masih cukupkah uang Rp 7.500 untuk membeli beras. Apakah harus mengambil uangku? Ah, tidak profesional kali aku ini.
“Dik, beras yang kualitas sedang sekilo berapa yah?” tanyaku pada adik keponakan.
“Terakhir beli kemarin ada yang Rp 7.000 mbak, tapi mending beli yang Rp 7.500.”
“Hahahahaha...Oke oke.” hatiku bersorak gembira. Ini kebetulan atau apa ya, nge-pas banget uangnya. Moga aja gasnya nggak sampai habis di jalan. Bisa-bisa mati kutu deh.
“Kenapa mbak?”
“Uangku ini tinggal Rp 7.500, aku kira nggak dapet beras.”
“Ho? Dapet kok.”
Meluncurlah segera aku membeli beras. Tak apalah cuma sekilo, yang penting bisa makan. Fiuh, beginikah jadi ibu rumah tangga? Puyeng euy.... inikah kegiatan ibuku setiap hari. Ah~ perempuan itu memang diciptakan sangat cerdas. Angkat 4 jempol!
0 komentar:
Posting Komentar