Sebanyak empat kementerian bekerjasama dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), meluncurkan kajian kebijakan nasional bidang pendidikan di Indonesia.
Peluncuran ini merupakan bentuk kerja sama OECD dengan Indonesia, sebagai salah satu dari kelima negara prioritas dalam kemitraan OECD. Keempat kementerian tersebut adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Keuangan (Kemkeu), dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).
Sebagai informasi, OECD merupakan organisasi internasional, beranggotakan 30 negara, yang bekerjasama bidang pembangunan ekonomi.
Bertajuk Pendidikan di Indonesia Siap Menyongsong Tantangan, kajian ini mengulas pendidikan dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi, termasuk aspek pendidikan non formal, lembaga pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia, baik yang berada di bawah kewenangan Kemendikbud, Kemenristekdikti, dan Kemenag.
Adapun sumber data berasal dari kunjungan lapangan ke seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, terdapat tinjauan mendalam terhadap struktur dan skala penyediaan pendidikan, akses dan inklusi siswa, kemajuan siswa, pengajaran dan pembelajaran, standar dan akreditasi, pembiayaan dan tata kelola sektor pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah kejuruan, dan pendidikan tinggi.
Kajian ini dilakukan dengan rentang periode Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013. Terdapat beberapa rekomendasi yang diulas, yaitu reformasi sistem penilaian modern yang diiintegrasikan ke dalam kerangka kerja evaluasi nasional, menyediakan informasi terbaru seputar kebutuhan tenaga kerja, memperbaiki produktivitas, dan meningkatkan kapasitas dan status para profesional, dan mengadopsi pendekatan terbaru untuk mereformasi pendidikan di Indonesia.
Tidak hanya itu, terdapat beberapa rekomendasi seputar pendidikan yang diturunkan, diantaranya memprioritaskan Pendidikan Anak Usia Dini terutama untuk masyarakat miskin, meningkatkan partisipasi dan proses belajar mengajar di tingkat pendidikan dasar, mengelola keberagaman, meningkatkan efisiensi, meningkatkan relevansi di tingkat pendidikan menengah, memperkuat koordinasi dan keterlibatan industri dalam sistem pendidikan kejuruan dan teknis, meningkatkan kualitas, keberagaman yang sejalan dengan prioritas pembangunan nasional di jenjang pendidikan tinggi, dan meningkatkan pelatihan dan pendidikan bagi orang dewasa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengungkapkan hasil kajian ini menarik, karena membandingkan Indonesia dengan negara-negara anggota OECD, yaitu negara yang memiliki sumber daya manusia sudah sangat baik.
Hasil kajian pendidikan ini pun, kata Mendikbud Anies, menegaskan adanya perhatian terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia. “OECD, secara spesifik, membuat kajian tentang (pendidikan) Indonesia itu menegaskan kalau sumber daya manusia kita tidak dibangun maka akan menjadi hambatan bagi dunia,” jelasnya.
Kemampuan Membaca dan Menulis
Hasil evaluasi terhadap kemampuan membaca, dan matematika dari siswa Indonesia, menurut The Program for International Student Assessment (PISA), menunjukkan kinerja siswa Indonesia masih ketinggalan sekitar tiga tahun dari tingkat rata-rata negara OECD. Sebanyak lebih dari 50 persen anak Indonesia berusia di atas 15 tahun tidak menguasai ketrampilan membaca, dan matematika yang mendasar.
Sebagai informasi, PISA merupakan evaluasi tingkat internasional, dilakukan oleh OECD setiap tiga tahun, terhadap siswa berusia 15 tahun untuk kemampuan mata pelajaran Matematika, Membaca, dan IPA.
Kepada media, Mendikbud Anies mengungkapkan kemampuan membaca dan menulis harus menjadi fokus perhatian. Menurutnya, kemampuan membaca adalah berkaitan dengan logika berfikir. “Membaca itu logika, karena (saat membaca) struktur kalimat itu membentuk logika berfikir,”ujar Anies.
Sehingga, kata Mendikbud Anies, kemampuan bahasa, dan matematika menjadi (kebutuhan) sangat mendasar sekali,” ujarnya. Dia menegaskan kemampuan membaca, dan menulis harus menjadi fokus perhatian. “Sejauh ini kita masih melihat isu pendidikan yang menarik adalah seputar ujian nasional dan kurikulum, padahal ada hal lain lebih penting seperti kemampuan membaca, dan menulis,” ujarnya.
Saat diwawancarai, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (Plt Dirjen PAUDNI) Taufik Hanafi menegaskan agar jangan menerjemahkan peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika bagi siswa Indonesia sebagai kewajiban anak sejak dini bisa ketiga aspek tersebut. “Jangan diterjemahkan bahwa anak sejak dini wajib bisa membaca, bisa menghitung,” tegasnya.
Pada sisi lain, dia justru menghimbau untuk meningkatkan ketiga kemampuan tersebut dengan tiga instrumen pembelajaran yang sesuai bagi anak usia dini. Pertama, instrumen permainan. Dirjen Taufik menjelaskan, perkembangan otak anak pada usia 0-6 tahun adalah paling pesat yaitu sebesar 50 persen.
Sedangkan, sebesar 80 persen untuk perkembangan otak bagi anak berusia delapan tahun. “Oleh karena itu, kita harus menstimulasi perkembangan termasuk dengan minat baca, dan untuk anak itu dilakukan dengan proses bermain,”ujarnya.
Kedua, instrumen nyanyian. Dirjen Taufik mengungkapkan minat membaca pada anak bisa dilakukan dengan bernyanyi, sehingga guru yang mengajar, harus bisa bernyanyi.
Ketiga, instrumen dongeng. Dirjen Taufik pun menghimbau agar meningkatkan peran orang tua pada prestasi belajar anak di sekolah. “Itu bisa dimulai dengan mengantarkan anak ke sekolah, di situ ada kesenangan sendiri untuk anak. Untuk orang tua, mereka tahu prestasi belajar siswa di sekolah, dan bisa memberikan masukan, bahkan mengambil hal baik untuk bisa dilakukan di rumah,” ujarnya. *** (Gloria Gracia)
0 komentar:
Posting Komentar