Asalamu'laikum wr.wb. selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua....
mari simak informasi terbaru dan penuh inspirasi berikut ini....
Lebih kurang tiga dekade atau 30 tahun, Katy Margolis bekerja sebagai guru di Brisbane, Australia.
Namun, dia memilih berhenti kerja di usia 50 tahunan, karena merasa kurikulum dan aturan mengajar di zaman sekarang tak lagi sesuai dengan prinsip serta nuraninya sebagai seorang guru.
Margolis mengungkapkan alasan dan penjelasan mengapa dia lebih baik memilih berhenti kerja ketimbang tetap mengabdi sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
“Saya tidak bisa meneruskan pekerjaan yang mewajibkan saya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip dan fundamental profesi saya sebagai guru,” tulis Margolis pada laman akun pribadi di Facebook.
Margolis menjelaskan bahwa surat terbuka berupa pesan Facebook ini, bisa membuat dan menginspirasi pihak-pihak terkait untuk memberikan angin perubahan pada system pendidikan zaman sekarang.
“Sekarang ini, guru sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk mengarahkan dan membimbing murid. Kami (para guru) didikte untuk apa yang harus kami kerjakan dan apa yang tidak boleh,” terangnya.
“Tidak ada guru yang bekerja dari jam 9 hingga 3 sore. Kami selalu bersama para murid selama di sekolah. Kami pergi menemani mereka berkemah, kami terkadang mengurus serta membenahi kotoran mereka, kami datang ke pertemuan guru/orangtua, kami melatih tim olahraga, dan kami mengawasi pesta sekolah,” urainya.
Tugas dan pekerjaan yang tidak mudah itu hanya dihargai 25 dollar AS atau lebih kurang Rp 350.000. Bayaran tersebut sama dengan nilai yang diterima pekerja paruh waktu di perusahaan besar di Australia.
Namun, ternyata bukan uang yang membuat Margolis memilih tak lagi meneruskan karier sebagai guru.
Ternyata, Margolis tidak setuju dengan kurikulum modern yang memaksa anak untuk pintar secara akademis, sehingga hal itu membuat guru dan murid sama-sama stres.
“Selama pengalaman sebagai guru, aku tidak pernah melihat anak-anak menderita stres dan cemas seperti sekarang. Mereka diuji dan dipaksa keras untuk menjadi pintar. Memang benar, guru harus mendidik murid menjadi cerdas dan kami membutuhkan evaluasi, tetapi guru juga tahu apa yang dibutuhkan anak-anak,” urainya.
Dalam paragraf terakhir, Margolis menuliskan, agar para guru di dunia yang memiliki pengalaman seperti dirinya, tidak takut untuk angkat bicara.
“Aku menulis ini karena aku mencintai anak-anak, aku tidak bisa meneruskan dan melihat apa yang kita lakukan pada mereka,” pungkasnya.
Sumber : ( http://female.kompas.com/ )
Demikian informasi terbaru yang dapat saya berikan...
semoga bermanfaat.....
0 komentar:
Posting Komentar