Minggu, 05 April 2015

SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN RI JOKO WIDODO DARI SEORANG GURU

Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia
Bapak Joko Widodo
Salam hormat kami, semoga bapak Presiden senantiasa dalam keadaan sehat dan tetap memiliki semangat untuk memperbaiki bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Saya juga mendoakan kepada bapak Presiden dan keluarga semoga diberi ketabahan dalam menghadapi berbagai kritikan pedas dari dari berbagai kalangan yang menginginkan negeri ini menjadi lebih baik, negeri yang mampu mensejahterakan rakyatnya bukan pejabatnya, negeri yang lebih memulaikan para pendidiknya  (guru) dibandingkan memuliakan para kaum kapitalis dan sekuler yang telah menggerogoti kekayaan bangsa ini.
Pak Presiden yang terhormat, saya adalah seorang guru sekolah dasar di Kabupaten Bogor, letak yang tidak jauh dari ibu kota Jakarta, kabupaten yang pernah menjadi pemberitaan setiap hari karena presidennya tinggal di salah satu daerah tersebut yaitu Cikeas. Tapi mungkin itu tidak penting bagi Pak Presiden, juga surat ini mungkin juga tidak penting bagi bapak Presiden.
Surat Terbuka Untuk Jokowi
Pak, Presiden saya pun tidak yakin surat ini akan sampai ke tangan engkau dan bisa dibaca, tapi paling tidak surat ini dibaca oleh rekan-rekan kami yang sama-sama berprofesi sebagai guru. Surat terbuka ini sengaja saya tulis, bukan karena ikut-ikutan karena banyaknya para praktisi, akademisi, pengamat dan orang-orang terkenal lain menulis surat terbuka.
Dari bahasa surat ini mungkin Pak Presiden, akan langsung menilai, ah, apaan sih gak penting bangat surat ini. Yak, betul Pak Presiden saya bukanlah sosok intelektual layaknya engkau yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas terbaik di Indonesaia yaitu UGM, saya juga bukanlah guru yang punya prestasi sangat jauh dengan engkau yang pernah dinobatkan sebagai salah satu Wali Kota terbaik di dunia.
Pak Presiden yang saya hormati, sungguh  saya sebagai guru senantiasa di ajarkan untuk menghormati siapapun apalagi menghormati engkau sebagai presiden. Namun saya hanya guru biasa yang tidak layak mendapatkan penghormatan dari siapaun apalagi dari seorang Presiden. Saya pun tidak layak untuk di puji-puji dan di banggakan layaknya engkau di puji dan dibanggakan oleh para pendukung setiamu. Sayapun tidak bisa berbahasa yang santun sesantun bahasanya orang-orang solo seperti engkau dan para pendukungmu.
Pak Presiden yang saya banggakan, saya adalah guru yang setiap hari senantiasa menanamkan nilai-nilai kesantunan pada anak didik kami. Kami mendidik mereka agar berkata santun dan bersikap ramah. Karena itulah makna dari pendidikan kita, saya yakin engkau dan pak menteri pendidikan Anies Baswedan lebih memahami dari saya.
Pak Presiden sungguh hati saya tersayat dan merasa teriris-iris dengan ucapakan seorang gubenur yang menjadi sahabat baik engkau. Bukankah kah beliau adalah seorang pemimpin, bukankah dia adalah seorang intelektual yang pendidikannya lebih tinggi dari pada kami, bukankah beliau juga memiliki anak-anak yang masih sekolah atau kuliah. Begitu bangganya dan seolah tidak bersalah beliau mengeluarkan kata yang tidak layak, kata-kata yang harusnya ada di kebun binatang dan juga tempat-tempat yang menjijikan.
Pak Presiden, saya yakin engaku juga pernah sekolah, engkau pernah merasakan dan melihat bagaimana guru-guru engkau begitu luar biasa memperjuangkan agar anak-anak bangsa ini menjadi generasi berakhlak. Begitupun dengan saya pak presiden dan lebih dari 3 juta guru di Indonesia setiap hari menggelorakan semangat kepada anak-anak didiknya agar mereka menjadi pribadi yang berakhlak juga berilmu.
Sambil menitikan air mata saya terus menulis surat ini……………..
Pak Presiden yang terhormat saat menulis surat ini sayapun teringat pesan-pesan yang begitu menenangkan hati dari guru-guru saya, dari para ustadz dan dari guru-guru saya yang pernah berjuang mendidik saya.
Pak Presiden Jujur saya merasa tersontak dan kaget ketika membaca pemberitaan di media online tentang pemblokiran media-media Islam yang dianggap oleh  lembaga dan kementerian di bawah pimpinan engkau di vonis sebagai media yang meresahkan umat dan membawa faham-faham ISIS. Mohon maaf sekali Pak Presiden, bolehkah saya bertanya, apakah engkau beragama Islam, apakah engkau pernah membaca setiap hari situs-situs tersebut, apakah engkau pernah bersilaturahim dengan para pimpinan media tersebut?. Saya yakin Pak Presiden, engkau sebagai umat muslim tidak ingin umat Islam terus tersudutkan dengan pemberitaan yang mendeskriditkan dan menjelek-jelekan Islam. Saya yakin dari hatimu masih tersimpan rasa bangga terhadap ke-Islaman engkau dan saya yakin hati engkau Pak Presiden masih terbuka akan hidayah Allah SWT.
Pak Presiden yang saya hormati, setiap hari saya sebagai guru mengajarkan bagaimana menjaga etika dan berkomunikasi kepada murid-murid saya. Saya mengajarkan bagaimana jika ada sahabatmu yang bersalah, sebaiknya jangan engkau benci, tapi nasihatilah dan datangilah dia kemudian engkau beritahu kesalahannya serta mintalah memperbaikinya.
Pak Presiden, saya yakin guru engkau sekolah dulu juga mengajarkan yang sama, saat engkau membaca tulisan ini engkau mungkin akan langsung teringat pesan guru-guru engkau. Saya pun merasa yakin para lembaga dan kementerian yang engkau pimpin adalah orang-orangnya memiliki tingakat intelektual dan kesantunan yang luar biasa. Semoga saja engkau dan para menterimu masih ingat pesan-pesan mulia dari gurumu bagaimana seharusnya kita berkomunikasi dan beretika saat kita mengganggap orang lain salah.
Pak Presiden, sungguh saya bangga atas ketegasan engkau dan para menteri engkau dalam menindak kepada hal-hal yang akan merusak moral bangsa ini. Saya akan lebih bangga lagi jika engkau mampu memblokir seluruh konten porno di internet, memblokir situs-situs porno di Indonesia, menutup cafe-cafe dan tempat dugem serta kemaksiatan lain yang lebih berbahaya dari situs Islam yang telah engkau blokir.
Pak Presiden, Mari ambil bagian bersama kami untuk menyelematkan generasi akhlak bangsa Ini. Tahukah engkau Pak Presiden, satu tahun ini saya sudah stop menonton TV, tahukah engkau kenapa itu saya lakukan?. Karena saya merasa tidak ada lagi tontonan di TV yang bisa menenangkah hati kami, tak ada cerita inspirasi yang bisa saya bagikan kepada murid-murid saya, sungguh TV telah menjadi racun yang sangat dahsyat bagi generasi bangsa ini. Pak Presiden, menonton TV hanya membuat kami merasa makin resah dan gelisah dengan pemberitaan yang sama sekali tidak mendidik, tentu tak perlu kami urut satu persatu berita apa itu, karena ada lembaga KPI yang setiap hari mengawasinya.
Pak Presiden yang saya hormati, situs-situs Islam sesungguhnya menjadi pelipur lara bagi saya, menjadi penyejuk ditengah kegersangan hati kami, menjadi tempat kami belajar bagaimana menjadi pendidik sekaligus orang tua yang baik. Situs Islam telah memberi pencerahan kepada kami, bagaimana sesungguhnya berjihad dan beribadah di dalam Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah. Bungkah itu yang engkau ingingkan, ada media Islam yang mencerahkan umat.
Pak Presiden, tapi saya tak mau terlalu kecewa dan tidak mau berlalut lama-lama dalam kondisi seperti ini, karena saya yakin semua ini sudah menjadi takdir Allah. Sayapun merasa yakin bahwa Allah sudah memiliki hukuman bagi para pemimpin yang Dzolim terhadap rakyatnya.
Pak Presiden, saya sarankan engkau untuk bergabung di Facebook disana banyak sekali Group dan Komunitas Guru, ada ribuan keluhan yang setiap hari para guru tulis disana. Tentang berbagai hal, tentang ke kecewaan terhadap pemimpin, tentang status mereka yang tidak jelas, tentang gaji yang tak kunjung turun, tentap moral anak bangsa, tentang bejatnya para pemimpin negeri dan lain sebagainya.
Pak Presiden, tentu kami menyadari bahwa menjadi guru sudah menjadi pilihan kami, kami siap untuk hidup sederhana dengan tidak berlimpah uang dan harta. Mengabdi menjadi guru merupakan pilihan kami, karena kami meyakini harus ada yang mengambil peran ini, bukankah sesungguhnya gurulah penentu utama kemajuan bangsa ini.
Tapi pak Presiden kami juga merasakan begitu pahitnya kebijakan-kebijakan engkau yang telah engkau putuskan. Tentu engkau sangat tahu berapa tebalnya kantong kami, tentu engkau tahu kami harus berjuang dalam kesederhamnaan, tentu engkau tahu kami hanya bisa mengajarkan kepada anak-anak agar terbiasa makan dengan 4 sehat 5 sempurna. sementara kami makan dengan secukupnya dan itu kami syukuri.
Pak Presiden setiap hari kami harus membeli bensin, membayar listrik bulanan, membeli kebutuhan setiap hari dan membiayai anak-anak kami sekolah. Mohon maaf Pak Presiden rasanya hidup kami dulu tidak sepayah ini, kenapa setelah engkau pimpin rasanya hidup semakin susah.
Maafkan jika saya, kami para guru harus mengeluh seperti ini, karena saya yakin Pak Presiden tidak sudi atau mana mau bergabung bersama kami di facebook bersama jutaan guru dari berbagai ratusan group. Pak Presiden, bagaimana kami akan mengajar dengan tenang dan mengasyikan, jika pikiran kami harus terfokus, besok makan apa, anak istri di rumah sudah makan belum, kira-kira cari sampingan apa.
Pak Presiden, mohon maaf jika pada bagian ini engkau memukan jati diri kami yang sesungguhnya, yah inilah kami seorang guru yang juga manusia biasa, membutuhkan makanan terjangkau, listrik murah dan bensin yang hemat.
Pak Presiden yang saya hormati, mohon maaf jika kami harus mengatakan ini. Kami harus mendukung murid-murid kami yang dulu pernah kami didik di SD, pernah belajar bersama kami, pernah kami ajarkan etika bagaimana mengkritik dan bagaimana bersikap santun terhadap pimpinan.
Sungguh saya bangga mereka telah mengingatkan engkau dengan berbagai cara, mereka menulis kritikan lewat media, mereka berbicara di forum-forum resmi, dan sungguh saya bangga sekaligus kaget mereka yang masih jadi mahasiswa saja mampu mengeluarkan Raport merah untuk pak Presiden. Padahal kami saja yang guru tidak berani melakukannya.
Diakhir tulisan ini sungguh sangat terpaksa jika kami harus mendukung murid-murid kami yang dulu pernah kami didik di SD, harus menurunkan engkau pada bulan Mei nanti. Pak Presiden, sungguh hal ini tidak pernah kami ajarkan, ini menjadi suara hati mereka, karena mereka juga mungkin punya ayah dan ibu yang juga seorang guru yang telah mengalami perang batin yang sama dengan kami.
Pak Presiden saya ingin mengatakan sejujurnya surat ini saya tulis sendiri kurang lebih selama 3 Jam tapa pengaruh siapapun. saat menulis surat ini saya juga masih berada di kantor sekolah dan inilah pertama kalinya dalam hidup saya, saya menulis surat terbuka dan langsung di tunjukan kepada pemimpin tertinggi negeri ini.
Oia Pak Presiden hampir saya lupa, sungguh dulu engkau adalah orang yang saya banggakan, sehingga menggerakan hati saya untuk membeli buku biografi engkau, betapa terinspirasinya saya saat membaca kehebatkan engkau dalam buku biografi tersebut, karena engkau digambarkan mirip seperti seorang khalifah yang dalam kesuyian diam-diam membawa beras dalam mobil kemudian saat gelap malam engkau berikan kepada orang yang membutuhkan, apa yang engkau lakukan tanpa di ekspos media. Tapi kini entahlah…..engkau tentu tahu dari bahasa surat saya.
Jika suatu saat Pak Presiden ingin bertemu langsung dengan saya, silahkan lihat kontak saya pada pertama kali surat ini di posting di blog saya.
Sebagai seorang guru yang sering mengajarkan nilai-nilai akhlak, maka sayapun ingin mengucapkan mohon maaf yang sebesarnya-besarnya jika surat yang saya tulis ini menyinggung perasaan Pak Presiden, sungguh tidak ada niat lain selain saya ingin agar generasi bangsa ini yang setiap hari kami didik menjadi generasi terbaik.Amin
Bogor, 04 April 2015
Dari Seorang Guru Sekolah Dasar  (SD) yang pernah memiliki rasa bangga dan terinspirasi  karena kehebatan yang diceritakan dalam buku Biografi Jokowi.
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog