Minggu, 17 Mei 2015

Satpam untuk Anak-Anak

Assalamualaikum.

Menjadi guru itu harus serba bisa dan serba siap. Bukan hanya berperan untuk mencerdaskan anak di dalam kelas saja. Justru peran di luar kelas sungguh lebih menantang. Salah satunya guru itu juga bisa jadi satpam untuk anak-anak. Nah kok bisa?

Bertemu, berkumpul, dan berinteraksi dengan anak-anak itu selalu terjadi berbagai kejutan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya memiliki berbagai cerita yang menuntut saya sebagai guru sekaligus menjadi satpam untuk anak-anak.

Seperti suatu hari saat saya baru turun dari motor, tiba-tiba ada anak yang menghampiri saya.

“Bu, ada orang gila. Aku takuuuut.” teriak Indah sambil bersembunyi di belakang saya.

“Mana-mana?” saya penasaran. Masak iya sih ada orang gila masuk sekolah ini. Ternyata memang ada. Serem juga orang gilanya. Saya tentu takut kalau orang gilanya ngamuk.

“Bu, orang gilanya mau ke sini....” teriak anak lain yang mengikuti Indah bersembunyi di belakang saya.

Nah lho, saya sendiri sebenarnya juga takut. Tanpa ba-bi-bu lagi saya mengajak anak-anak untuk masuk kelas.

“Ayo lari, kita masuk kelas!” teriak saya mengajak anak-anak. Sekolah masih sepi, hanya ada guru kelas 1 yang sudah antisipasi memasukkan muridnya ke dalam kelas pula.

Akhirnya orang gila itu pergi setelah diusir penjaga sekolah. Huh...lega. Hihihi.

*pliisss jangan ditiru ya. Saya guru kok malah takut sendiri. Tak apalah yang penting saya sudah menyelamatkan anak-anak. Namanya juga anak-anak, katanya takut malah pada nonton di balik kaca jendela*

Itu cerita saya sebagai satpam untuk anak-anak dalam mengusir eh bukan ngumpet dari orang gila. Hihihi. Berbeda lagi dengan cerita yang terjadi hari Jumat kemarin.

Seperti biasa, setiap hari Jumat, semua siswa di sekolah saya mengikuti Jumat sehat. Semua berseragam olah raga dan mengikuti senam di lapangan, termasuk guru-gurunya. Berhubung Senin besok akan dilaksanakan Ujian Nasional bagi siswa SD, semua warga sekolah setelah senam diperintahkan untuk melaksanakan Jumat bersih juga.

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang membersihkan bagian selatan, utara, dan di depan gerbang sekolah. Karena semua sampah sudah terkumpul, sampah pun dibakar. Nah, dari kegiatan tersebut lagi-lagi saya dituntut menjadi satpam untuk anak-anak.

“Ayo, kalau terlalu dekat dengan api nanti bau kalian nggak enak lho!” teriak saya.

Apakah anak-anak kemudian langsung meng-iyakan perintah saya, sebagian malah penasaran. Seperti murid saya R... (saya ceritakan di SINI dan di SINI).

“Buee....bue...aku tak lompati api ya?”

“Apa???” saya meminta R mengulang ucapannya.

“Aku mau lompat di atas api. Boleh ya, Bue?”

“Loh, itu kan berbahaya. Nanti kalau bajumu kena api terus terbakar gimana?” sergah saya.

“Halaaaaaah.” Dia tak jadi mendekat ke api dan memilih mencari kegiatan lain. 

Sejak permintaan R yang aneh-aneh itu, saya jadiwas-was. Jiwa satpam saya muncul. Kemana R pergi, saya awasi. Takut kalau dia aneh-aneh. Anak-anak lain? Masih bisa dipantau dari jauh kalau R ini kan memang anak saya yang spesial.

Dan ternyata benar. Sebentar saja saya tinggal membuah sampah, dia sudah menghilang. Eh setelah saya cari-cari, ternyata dia bersembunyi di dalam kelontong (bahan untuk membuat sumur). Melihat saya mendekat, dia berkata, "Sini Bue, adem, Bue. Aku capek kok, Bue."

"Yaa...yaa...sudah duduk saja di sana." saya sambil manggut-manggut.

R...R... dia emang spesial dibandingkan teman-temannya. Lagi-lagi, saya hanya bisa berkata, "Selama kamu senang dan nyaman lakukanlah, Nak."
IKLAN 3

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog